Ada Kisah dari 98'

Awal Try Surya
Chapter #9

12 Mei 1998

12 Mei 1998.

Tibalah saatnya hari di mana seluruh mahasiswa di seantero Nusantara bergerak bersama turun ke jalanan di kota-kota besar mereka masing-masing. Siang itu juga di langit Jakarta, matahari telah berada tepat di atas kepala ribuan mahasiswa dengan beraneka ragam warna almamater mereka.

Mereka turun bukan karena kepentingan, bukan juga karena materi. Melainkan hanya berbekal hati nurani saja, ingin suara mereka yang sejatinya adalah perwakilan dari suara seluruh rakyat Indonesia didengar oleh pemerintah.

Dafid dan Dama ada pada kerumunan tersebut, memakai almamater biru tua mereka dengan gagah. Mereka berdua dan beberapa pemimpin regu barisan ribuan mahasiswa bergantian sahut menyahut membakar semangat seluruh lautan mahasiswa itu.

“Atas nama pancasila, atas nama undang-undang dasar 1945. Kami semua menuntut kepada wakil-wakil rakyat di sana untuk mendengarkan suara rakyat, suara mahasiswa!” gelora Dafid berapi-api memberikan orasinya sambil berjalan di barisan paling depan.

“Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!” tambah Dama dengan teriakannya yang mengelegar diiringi tinjuan kuat ke arah langit biru di atas.

Berminggu-minggu belakangan Dafid masih saja diganggu oleh sesosok lelaki misterius yang terus memata-matainya, bahkan hingga detik ini juga. Namun, Dafid yang tidak takut dengan apapun kecuali Tuhannya saja, tidak hancur mentalnya karena intimidasi tersebut. Ia tetap meneguhkan niatnya berjuang bersama teman seperjuangannya yang lain di jalan yang penuh rintangan ini meskipun banyak teman-temannya yang lain juga dikabarkan hilang entah kemana. Lelaki misterius tetap memantau Dafid yang sedang berorasi, ia bersembunyi di balik gedung samping jalanan dan terus mengikuti Dafid.

Lanjut para komandon regu lain yang tidak mau kalah menyambung orasi mereka masing-masing. Mereka semua berjalan dengan damai menuju gedung komplek wakil rakyat mereka sendiri. Seiring mereka berjalan berbondong-bondong, mataharipun juga ikut bergerak mulai condong ke arah barat. Berbeda dengan matahari yang terus berjalan menuju ufuk barat tanpa hambatan, sementara itu para mahasiswa harus menghentikan perjalanannya karena terhadang oleh para aparat berseragam.

Seluruh laskar mahasiswa terpaksa harus berhenti dan mengganti rencana mereka yang awalnya menuju gedung wakil rakyat mereka sendiri, menjadi hanya berdemo di depan kantor Walikota Jakarta Barat.

“Kok aneh Fid? Kita mau demo ke gedung pemerintahan kita sendiri malah dihadang!” kesal Dama.

“Udah lah Dam kita ikutin dulu cara main mereka. Lu liat aja tuh, mereka udah pada siap dengan segala peralatan mereka buat ngehalangin kita semua bagaimanapun caranya!” jawab Dafid.

Dari kejauhan kerumunan mahasiswa tersebut, sesosok lelaki misterius terlihat mengambil Htnya dan terus mengamati Dafid serta Dama. Ia lalu berbicacra pada HTnya, “Situasi masih aman terkendali, dua target elang masih terpantau!”

Waktu berlalu begitu cepat. Semakin sore para aparat semakin bertindak represif bahkan hingga sampai memasang garis polisi untuk massa mahasiswa agar tidak semakin mendekat ke arah mereka. Tak lama setelah garis polisi itu di pasang, pihak polisi meminta para mahasiswa untuk kembali ke kampus mereka karena hari sudah mulai gelap.

Semua mahasiswa merasa kecewa dengan hal itu. Lalu Dafid merasa beberapa saat kemudian waktu terasa melambat, semuanya terasa tenang. Satu per satu daun coklat berjatuhan dari atas ranting-ranting pohon yang sudah tua, yang berada di sepanjang trotoar jalan tertiup semilir angin sepoi-sepoi di sore hari itu.

Daun-daun itu terhempas dan jatuh melayang-layang di udara menuju tanah. Lalu ketika daun-daun tersebut jatuh menyentuh tanah, bersamaan dengan para mahasiswa yang mulai mencoba kembali ke kampus mereka untuk membubarkan diri, tiba-tiba saja …,

“DOOOOOOOOOORRRRRRR!”,

terdengar suara letusan tembakan dari barisan paling belakang para mahasiswa, memecahkan keheningan sesaat sebelumnya.

Suasana di sore hari itu sekejap menjadi porak poranda. Para mahasiswa berlarian kesana kemari tidak karuan berusaha melindungi diri mereka masing-masing, di saat suara-suara tembakan lainnya setelahnyapun menyusul terdengar.

“DOOORRR! DOOORRR!! DORRR!!!”

Beberapa mencoba menunduk dan menghindar sebisa mungkin agar tidak terkena peluru yang menyasar dari tembakan tersebut. Beberapa yang lain hanya mengerahkan sekuat tenaga yang mereka miliki untuk berlari mencari tempat aman di gedung-gedung sekitar.

Tidak ada yang memikirkan lagi temannya yang lain selain menyelamatkan diri mereka sendiri tetapi tidak dengan Dafid dan Dama. Mereka tetap bersama dan berusaha keluar dari jalanan terbuka serta menjauhi sumber suara dari tembakan-tembakan tadi.

Senjata klise berupa gas air mata pun ditembakkan menyebar ke segala penjuru arah pada para mahasiswa. Para mahasiswa terkepung dari berbagai arah, mereka berusaha untuk bertahan hidup dan keluar dari perihnya gas itu.

Dafid dan Dama berlari ke dalam gedung kampus, di belakang mereka terlihat sesosok lelaki misterius masih membuntuti gerak-gerik mereka berdua. Para aparat yang lain pun tidak menyerah hanya sampai dengan menembakkan gas air mata dan senapan-senapan mereka saja, mereka bahkan juga sampai ikut mengejar dan memburu mahasiswa-mahasiswa yang sudah menyerah melarikan diri ke dalam kampus.

Sesampainya di dalam gedung kampus, Dafid dan Dama terjebak dalam situasi buntu di mana pintu yang ada di depan mereka tergembok dengan rantai dan besi, sementara di belakang mereka sedikit lagi lelaki misterius sampai di lokasi saat ini mereka berdiri.

“Sialan di gembok!” teriak Dama.

Lihat selengkapnya