19 September 2019.
Malam telah tiba menggantikan siang di hari di mana demo mahasiswa 2019 masih berlangsung. Bunyi suara kereta api yang sedang melaju kencang di atas relnya dengan sedikit goyangan ringan membangunkan Ansal dari lamunannya yang sedang memikirkan keadaan Sarah.
Ansal sedang menaiki kereta menuju area gedung MPR/DPR. Setelah sampai, iapun turun di stasiun terdekat dari area gedung DPR/MPR, lalu memasang suatu peci dengan logo kecil lambang pancasila di kepalanya. Lambang pancasila itu berada tepat di bagian depan sebelah kanan peci beludru hitam tersebut.
Ansal kemudian berjalan menuju suatu area di mana para demonstran berkumpul kembali setelah dipukul mundur oleh para aparat. Sebagian besar mahasiswa telah berpencar masing-masing dengan kawanan mereka yang memiliki warna almamater yang sama. Namun, masih terdapat beberapa mahasiswa yang terus menerus maju melawan para aparat meskipun para aparat telah melemparkan gas air mata yang amat perih maupun tembakan air dari mobil water cannon yang sangat kencang pada mereka.
Ketika Ansal sudah sampai di dekat area tersebut, ia bertemu dengan beberapa mahasiswa yang sedang mengistirahatkan diri mereka setelah mereka sudah berjuang seharian menuntut keadilan rakyat. Salah satu mahasiswa laki-laki langsung menghadang Ansal yang terlihat akan berjalan menuju area zona merah di mana bentrokan aparat dengan mahasiswa masih terjadi.
“Maaf Pak kayaknya Bapak salah arah. Di sana area zona merah demo hari ini Pak. Tidak boleh ada yang lalu lalang,” ucap mahasiswa itu.
Ansal melihat mahasiswa itu memakai warna almamater dan lambang yang sama dengan kampus Sarah. Ansal memberanikan diri untuk bertanya dan mengeluarkan kertas untuk berkomunikasi.
“Maaf saya bisu,” tulis Ansal.
Mahasiswa lelaki itu menjawab, “Ohiya Pak maaf juga. Mmm,” lalu mahasiswa lelaki itu memperagakan suatu gerakan untuk menyuruh Ansal berbalik arah. Ansal menulis lagi.
“Saya cuma bisu tapi tetap mendengar dan mengerti bahasa sehari-hari.”
“Ohh iya Pak maaf lagi kalau begitu. Sebaiknya Bapak putar arah karena sepertinya aparat bakal memperluas area swapping mereka Pak.”
Ansal mengangguk dan mahasiswa itu langsung hendak berbalik badan meninggalkan Ansal tetapi Ansal menegurnya kembali.
“Ohiya Pak ada apa?” tanya mahasiswa itu kembali.
Ansal mengeluarkan foto Sarah dari dompetnya dan mencoba menanyakan apakah mahasiswa tersebut dan teman-temannya melihat gadis di foto yang ia sodorkan. Mahasiswa lelaki itu mengamati foto Sarah lalu kembali ke teman-temannya sejenak. Di saat yang sama Ansal lanjut mencoba menelepon handphone Sarah. Handphone Sarah yang masih berada di dalam tas terlihat aktif berdering tetapi tidak ada yang mengangkatnya.
Mahasiswa lelaki tadi kembali ke Ansal dan berkata, “Maaf Pak sepertinya kami tidak melihat mahasiswa yang berada di foto Bapak ini. Mmm sebenarnya teman-teman kami juga beberapa ada yang hilang Pak dan kami berusaha saling mencoba mencari tahu keberadaan teman-teman kami yang lain. Kami akan membantu meneruskan ke grup sosial media semua teman-teman yang demo hari ini.”
Ansal tersenyum senang atas bantuan mahasiswa itu dan lalu menulis beberapa kata lagi, “Foto itu adalah Anak Saya. Saya sudah mencoba menghubunginya tapi belum ada jawaban. Terimakasih ya.”
Mahasiswa lelaki itu membacanya dan membalas senyuman Ansal, “Sama-sama Pak semoga Anak Bapak dalam keadaan baik-baik saja.”
Mereka bersalaman dan berpisah. Mahasiswa itu kembali ke kerumunannya dan Ansal kembali berjalan ke arah lainnya. Ansal terus mencoba menghubungi nomor Sarah. Kegelisahannya semakin memuncak setelah mendengar ternyata banyak dari mahasiswa lainnya yang juga menghilang, tidak hanya anak perempuan kesayangannya.
Ansal yang sudah diberi tahu untuk tidak mendekati zona merah akhirnya memutuskan untuk duduk beristirahat di salah satu bangku jalan. Kemudian Ansal mendapatkan pesan dari Ayu yang menanyakan keadaannya.
Ansal mengetikkan suatu pesan balasan dan setelahnya mencoba lagi menelepon Sarah. Terlihat handphone Sarah di dalam tasnya berdering kemudian mati setelah panggilan Ansal tidak terjawab. Ternyata bukan hanya Ansal yang mencoba menelepon Sarah, terlihat juga panggilan tak terjawab dari Ayu, Selly, dan Michelle.
…
Ayu, Selly, dan Michelle ternyata sudah berkumpul di kamar rumah Selly. Mereka panik betul mengetahui sahabat dekat mereka Sarah telah hilang dan tidak menjawab panggilan telepon dari mereka. Terlebih lagi Ayu yang benar-benar merasa bersalah bersekongkol dengan Sarah untuk membohongi Ansal.
“Udah Yu jangan terlalu dipikirin. Yang lalu ya sudah terjadi, kita sekarang cuma bisa mikir gimana caranya bantu Ayah Sarah nyari keberadaan Sarah,” ujar Selly dengan prihatin.
“Ayah Sarah barusan bilang dia lagi berusaha nyari Sarah di area sekitar demo tapi belum ketemu,” jelas Michelle.
Ayu yang masih memasang muka lesuh hanya bisa menjawab, “Gue merasa gaenak tadi pas Ayah Sarah ke kosan gue. Tadinya gue mau ngikut dia buat nyusul Sarah juga cuma gue belom siap-siap dan masih pakai baju seadanya. Tapi Ayah Sarah langsung ngilang begitu aja. Terpaksa gue minta bantuan dengan manggil ngumpulin kalian disini.”
“It is okay Yu. Kita doain aja Sarah nggak kenapa-kenapa. Diakan kuat dan pemberani InsyaAllah gak bakal terjadi apa-apa sama Sarah,” ucap Selly menenangkan Ayu lagi.
Lalu Ayu menatap mata teman-temannya dengan tajam sambil berkata, “Gue gak bisa diam di sini aja! Gue harus bantu Ayah Sarah buat nyari Sarah di sana!”
Ayu langsung mengemas barang-barangnya dan membulatkan tekadnya untuk pergi menyusul Ansal. Selly dan Michelle panik dan bingung ingin izin apa pada orang tua mereka.
“Eh tunggu dulu Yu! Lu gak boleh pergi gitu aja! Lu gak tahu keadaan di sana kan masih rusuh dan kacau! Kalo lu juga kenapa-napa gimana?” keluh Michelle yang tidak setuju dengan kepergian Ayu yang tiba-tiba.