Oke. Drama meratapi ketidakberuntungan harus segera diakhiri. impian mengenakan topi toga hanya sebatas khayalan, mimpi bekerja dengan mengenakan seragam kebanggaan, memiliki rumah besar cuma sejuta rancangan harapan yang terkubur. Telah kuputuskan melepas obsesiku yang menggilai pendidikan. Aku akan mengubah takdir hidupku tanpa gelar.
“Tris. Kita berangkat?”
“Iya, tapi tunggu sebentar aku isi minum dulu,” sahutku kepada pria yang baru tiba di rumah kami, dan aku pun langsung melongos ke dapur.
Pria pemilik kulit hitam manis itu tak hentinya melirik jam yang melekat di pergelangan tangan kirinya seakan dikejar oleh waktu, gelagatnya terlihat gelisa.
“Sudah. Kita berangkat?”
Perkataanku tidak disahutinya. Ia hanya membalikkan badan, berjalan lebih dulu. Langkah kakinya amat lebar padahal kakinya tidak panjang, tapi ketika waktu mengancam, manusia seakan dituntut bertindak diluar kuasanya.
“Tristati, Damar. Berhenti!”
Aku terdiam kaget begitu juga dengan Damar. Langkah kaki kami yang tadinya kencang terhenti seketika akibat teguran kasar yang meneriaki nama kami.
“Tris... Bang Aziz kenapa?”
Yeah. Seperti ucapan Damar, orang yang baru saja menghentikan kegiatan kebut kaki kami adalah Aziz. Sama dengan Damar_ aku juga bingung dengan ekspresi wajah yang dipasang oleh Aziz. Kuyakini tatapanku dengan Damar terfokus sepenuhnya pada Aziz yang mempersingkat jarak oleh langkah kakinya yang kencang, dan saat Aziz mendekat... Ia melaluiku... dan tak kuduga ia menghampiri Damar yang sedikit jauh jaraknya dariku.
Buhhkkk
“DAMARRR”
Tidak tahu entah kesurupan makhluk apa. Aziz tiba-tiba menyerang Damar.
“Bang Aziz. Apa yang Abang lakukan?” teriakku panik berusaha menarik tubuh Aziz menjauh agar tidak memukuli Damar terus. Sialnya kekuatanya tak sebanding dengan diriku yang cuma perempuan lemah, aku hanya bisa menarik bajunya, mirisnya itu tidak memberikan dampak apa-apa.
Tidak ada pilihan lagi, dengan modal nekat kurelakan tubuhku terkena pukulan Aziz demi bisa melindungi Damar. “Berhenti!!!” Kulihat wajah Aziz memerah, pandangan matanya amat gelap.
“Kurang ajar! Berani kau melindungi dia yang mau melarikanmu? Begini balasanmu di sekolahkan tinggi, huh?”