Adaku Lengkapi Adamu

Salmah Nurhaliza
Chapter #1

#1 - Azka Aldric

Azka Aldric adalah seorang yang dianugerahi pesona luar biasa. Apalagi satu tahun yang lalu, pria dengan tinggi 182 cm itu naik jabatan menjadi Director of Marketing Communication. Tambah menjadi saja pesona yang dimilikinya. Semakin banyak pula wanita-wanita yang rela menjadi tempat singgah untuknya.

“Pak Azka.” Seorang wanita dari bagian Front Office menyapa dengan nada manja, “Jam tangannya baru, ya? Pasti mahal.” Wanita dengan nametag ‘Intan’ itu mengedipkan matanya beberapa kali, persis seperti orang cacingan.

“Oh, ya? Padahal saya belinya di toko barang bekas, lho. Tahu, kan, yang di seberang hotel?” Al tersenyum semanis madu, membuat Intan hanya bisa takjub.

Ngomong-ngomong soal jam, sekarang sudah pukul 09.00, sudah waktunya Al naik ke lantai lima untuk melakukan briefing seperti biasa. Namun, Al bukan tipe pria yang pergi begitu saja meninggalkan wanita seperti Intan. She is very funny, menurut Al. Dia bisa saja terus berbicara dengan Intan, kalau manajer wanita itu tidak menegur mereka.

“Kapan-kapan temenin aku liat jam di sana ya, Pak Azka,” kata Intan sebelum Al pergi menuju lift. Al membalas ajakan itu dengan satu anggukan mantap.

Menuju lantai lima, Al mengecek penampilannya sekali lagi—yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, kalau tampangmu masih seperti model, bahkan ketika memakai baju compang-camping. Lewat pantulan kaca yang ada di dalam lift, Al menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan.

Setelah pintu lift terbuka, pria itu berpapasan lagi dengan seorang wanita dari bagian Public Relation. Pas sekali, Al keluar, wanita itu masuk ke lift. Tidak ada insiden ‘waktu seolah berhenti’ di sini, karena Al buru-buru berjalan mengejar waktu briefing.

Al masuk ke ruangan, dan di sana sudah berjejer lima orang karyawan bagian Sales and Marketing, menyapanya dengan ucapan selamat pagi yang kompak.

Briefing-nya jadi, Pak? Jam berapa?” tanya salah seorang di antara mereka.

“Maaf, agak sedikit terlambat. Briefing jadi sekarang. Semuanya kumpul di ruangan sebelah, termasuk GD.”

Briefing pun berjalan selama lebih kurang satu jam. Semua pembahasan menyangkut promo-promo hotel yang sedang berlangsung.

***

Al sedang ingin berkeliling. Biasanya kalau sudah begini, itu tanda Al sedang bosan duduk berhadapan dengan PC. Hiburannya adalah melihat pekerjaan yang sedang dilakukan GD, atau Graphic Designer. By the way, hotel ini baru saja merekrut GD baru, dan itu atas rekomendasi dari Al.

Jadi sebelum dilakukan wawancara, Al sudah lebih dulu melihat kiriman portfolio dan CV yang dikirim ke email hotel. Betapa terkejutnya Al, kalau salah satu pelamar adalah teman semasa SMA-nya, Kayla Nafisa. Kebetulan sekali, Al dan HRD yang menangani bagian penerimaan karyawan baru adalah teman semasa kuliah dulu. Memang, hidup ini akan susah kalau tidak ada koneksi.

Saat briefing tadi, Kayla ditugaskan untuk re-design keycard atas permintaan Front Office Manager. Wanita itu mengangguk semangat, dan sekarang Al ingin melihat hasil dari pekerjaannya.

Request dari bagian Front Office Manager udah dikerjain?” tanya Al yang tiba-tiba muncul di belakang Kayla.

Begitu melihat apa yang sedang dikerjakan Kayla, Al langsung berdeham keras. Masalahnya, wanita itu sama sekali belum menyalakan PC, dan malah asik dengan selembar kertas, yang Al yakin tidak ada hubungannya dengan desain dan kawan-kawan.

“Cepet dikerjain, orangnya minta buru-buru diganti soalnya. Ini apa?” Al mengerutkan alis ketika membaca selembar kertas berisi profilnya yang ada di sebelah tangan kanan Kayla.

“Tadi ada yang lempar ke meja aku. Eh, pas dibaca, malah biodatanya Pak Azka. Nggak penting banget, kan?”

Al tersenyum miring, tangannya mengacak tatanan rambut Kayla. Tidak hanya sampai di situ, Al juga bilang, “Kalau nggak penting, kenapa dari tadi diliatin terus?”

Al bisa melihat wajah Kayla yang memerah karena malu. Ketika perhatiannya dari Kayla teralihkan, Al malah mendapati bahwa sebagian orang yang ada di sana sedang memperhatikan mereka. Bahkan ada beberapa yang kasak-kusuk. Al merasa risih.

“Liat apa? Jangan julid, ya. Saya, udah biasa begini.” Dengan satu kalimat tersebut, semua yang tadi menaruh perhatian pada Al dan Kayla langsung kembali ke pekerjaan masing-masing.

Lihat selengkapnya