Adaku Lengkapi Adamu

Salmah Nurhaliza
Chapter #2

#2 - Kayla Nafisa

Sepertinya keputusan Kayla untuk ikut diantar pulang bersama Bos Marcom berakibat fatal pada kesehatan mental. Mama tergesa-gesa membuka pagar saat mendengar deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Seakan matanya penuh binar bintang meskipun langit petang terlihat kelabu.

“Mama, di dalem aja, sih,” kata Kayla sambil mendorong mamanya perlahan menuju pintu rumah.

Mama tentu saja berontak. Pastan berwarna mauve yang dipakai mama Kayla terlihat serasi dengan kaos polos berwarna serupa di badannya. Wanita itu memasang senyum lima jari di hadapan Aldric. Iklan pasta gigi mana yang berani mengambil wanita sekarimastik mama Kayla menjadi bintang? Entah.

Al kesambet apa? begitu pikir Kayla pesimis. Pria itu menyalami tangan mamanya. Hal ini disambut dengan meriah oleh wanita berumur 49 tahun itu.

“Al, temen SMA-nya Kay. Sekarang kebetulan jadi atasan Kay di kantor, Tante.” Al menjelaskan dengan ramah pada wanita penuh harap di hadapannya.

“Duh, udah lama, ya? Mama lupa kalau Kay punya temen ganteng kayak kamu,” ucap mama Kay sambil tertawa renyah.

Kayla menggeleng atas kelakuan sok akrab Mama. Seingatnya Mang Ujang tukang bakso keliling kompleks saja mungkin akan dibilang ganteng oleh Mama bila dipakaikan setelan jas seperti yang dipakai Al. Itu juga sebab Kayla selalu menolak bila diajak jalan ke mal. Mama selalu melancarkan aksi gibah lirik-lirik manja saat belanja sekalipun. Dia melakukan hal itu seolah punya banyak anak gadis, padahal anak gadisnya hanya satu.

Tengok ke kanan sedikit, “Kay itu cowok di sana ganteng, ya?”

“Kay, kok penjual minum di sini keren banget?” kata mama Kayla di lain waktu.

Begitulah. Kadang pulang shoping, Kayla marah-marah. Capek ngomongin cowok ganteng terus sama Mama.

“Saya pulang dulu, ya, Tante.” Al menyerahkan plastik belanjaan kue Kay yang tertinggal di dalam mobil. Kayla menerimanya dan mengucap terima kasih.

“Ih, mau ke mana? Sholat di sini aja. Sekalian biar Kay ada yang imamin.” Mama menepuk bahu Al.

Kayla tampak sangat malu. Hatinya terus saja beristighfar. Mamanya memang tak bisa santai bila menyangkut cowok tampan. Semasa SMA sampai kuliah dulu, dia selalu dijodohkan sana-sini. Mama pun kerap melakukan analisa cocokologi pada anaknya.

Kayla memijit pelipisnya sampai dia mendekat ke arah Mama dan berbisik, “Ma, jangan malu-maluin.”

“Al, tadi katanya kamu ada urusan, bukan? Aduh, makasih ya, udah anter.” Kay menarik lengan Al dan mengantarkan pria itu menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat Mama berdiri.

Sesi terakhir dari pertemuan Mama dan Al adalah dadah-dadah manja. Kayla lekas melenggang masuk ke rumah karena belum menuntaskan kewajiban senjanya pada Sang Illahi.

***

Perhatian Kay terfokus pada sebuah figura di belakang laptop. Dia menutup layar digital yang tak berhenti bersinar sejak tadi dan mulai meletakkan kepalanya di atas meja kerja. Deru exhaust fan mendominasi kamarnya. Rumah ini memang sepi kalau sudah lewat Isya. Papa dan Mama adalah tipe orang yang menyegerakan istirahat malam dan bangun cepat esok pagi. Kadang Kay curiga, apakah mereka beneran tidur atau xxx.

Lihat selengkapnya