Sudah tiga puluh menit Adam berada di dalam tandas bersembunyi dari anak-anak yang merundungnya. Selama itu ia enggan keluar. Selain kesal kepada mereka, ia juga kecewa pada sahabatnya, Harry, yang dia pikir memberitahu bahwa kemarin adalah hari ulang tahunnya.
Beberapa kertas tisu toilet sudah robek berceceran di bawah kloset. Anak lelaki itu kini sudah tampak lebih tenang meskipun wajahnya masih muram. Bekas sayur yang melekat di bajunya mulai mengering, begitu juga bekas guyuran air susu yang lengket di kulitnya termasuk wajah. Hingga akhirnya Adam memutuskan untuk keluar agar bisa membersihkan kotoran-kotoran itu.
Namun, sebelum ia membuka pintu toilet, ada anak-anak yang ia kenal terdengar masuk. Itu adalah Martin dan anak buahnya. Hal itu membuat Adam mengurungkan niat dan kembali duduk di atas kloset. Seseorang terdengar masuk ke bilik toilet sebelah dan seorang lagi melangkah menuju wastafel.
Mereka tengah asyik membicarakan sesuatu tentang rencana bermain hari ini. Hingga Adam mendengar mereka membicarakan kejadian waktu Martin berkelahi dengan Adam tempo hari di gedung wahana permainan, Boom Play Zone.
"Hei, apa kau lihat anak itu, Fred?" tanya seseorang yang ada di dalam bilik toilet. Suaranya menggema ke seluruh ruangan.
"Anak itu?" tanya seorang anak dari arah wastafel.
"Anak yang sedang ulang tahun itu. Sejak kita kerjai, anak itu tak terlihat lagi."
"Kenapa kau tanya aku?"
"Sialan! Aku tanya!" ucap Martin kesal. "Lagipula bukanlah kau dulu dekat dengannya?" lanjut Martin.
"Ah. Tidak." ucap Fredy. "Itu dulu sebelum ibuku melarang aku bermain dengannya.
"Kenapa?"
"Aku tidak tahu. Aku tidak peduli juga, Martin. Kenapa kau tanyakan dia?"
"Tidak ... mmm, aku hanya berpikir, apa dia memang sudah ... gila? Kau tahu, dia sering terlihat berbicara sendirian."
"Oh, yeah. Bukankah anak itu pernah masuk rumah sakit jiwa?" Fredy melangkah ke dinding dekat bilik toilet yang diisi Martin dan menyenderkan tubuhnya di sana. "Mungkin itu alasan ibuku menyuruhku menghindarinya," tambah Fredy.
"Ha ha ha, mungkin dia memang sudah gila!"
"Yeah." Suara terkekeh geli terdengar dari keduanya. "Kalau tidak salah, musim panas tahun lalu dia sering mengunjungi rumah sakit jiwa. Yang aku tahu, dia mengamuk pada ibunya. Aku pernah melihatnya sekali saat dia menaiki mobil pamannya. Mungkin waktu itu dia akan pergi ke sana."
"Yeah. Anak itu memang sudah gila." Suara kekeh kembali terdengar disusul suara kloset yang sedang proses menyiram. Kemudian Martin keluar dari bilik toilet.