ADELON

Ifa Shaffa
Chapter #11

Pengakuan

Bukankah tidak ada yang salah, kalau wanita yang lebih dulu mengungkapkan rasa?

Adelon - Ifa Shaffa

Melihat putrinya mondar-mandir di halaman belakang rumah, membuat Andini jadi bingung sendiri. Kalau diperhatikan, akhir-akhir ini Adel memang sering melamun dan mondar-mandir tidak menentu. Karena hal ini terjadi bukan hanya sekali-dua kali saja. Tapi sering.

Bahkan bukan hanya Andini saja yang merasakan hal tersebut. Pak Dudi—sopir yang biasa mengantarkan ke mana pun Adel pergi juga merasakan kejadian yang sama. Adel selalu melamun ketika di dalam mobil. Agil—papanya Adel juga sempat mengkhawatirkan putri semata wayangnya itu yang selalu melamun ketika berada di meja makan.

"Adel, kamu ngapain?" tanya Andini sembari meletakkan secangkir teh hangat di atas meja.

Karena sebelum menghampiri putrinya di halaman belakang, Andini lebih dulu menuju ke dapur untuk membuatkan secangkir teh hangat khusus untuk Adel.

Di halaman belakang rumah Adel, banyak sekali tanaman-tanaman hijau dan juga berbagai macam bunga. Pot-pot yang semua berwarna putih berisi kaktus pun berjejer rapi di teras. Ada juga kaktus yang sengaja digantung di dinding. Kolam ikan dengan pancuran air di tengah halaman pun menambah kesan yang indah dan buat betah. Meja sekaligus empat kursi rotan pun sengaja disediakan. Agar jika ada tamu yang datang bisa dipersilakan untuk bersantai di sini.

"Eh, Mama," ucap Adel dibarengi dengan senyum menawan di bibirnya.

"Diminum dulu. Mama bawain teh hangat buat kamu," pinta Andini sembari menunjuk teh hangat yang tadi ia letakkan di atas meja rotan.

"Iya, Ma." Adel pun menyambut minuman tersebut. Ditiupnya teh itu, lalu perlahan diseruput. "Makasih, Ma. Udah buatin Adel minum," lanjutnya sambil kembali meletakkan minuman di atas meja.

Andini tersenyum. "Kamu ngapain, sih. Mama perhatiin dari tadi mondar-mandir terus," ucap Andini akhirnya sembari bersedekap tangan di dada dengan santai.

"Ma." Adel berjalan lebih mendekat ke Andini. "Adel mau curhat ke Mama. Tapi malu."

Pengakuan putrinya barusan benar-benar membuat Andini terkekeh pelan. Memangnya selama ini Adel tidak pernah curhat? Bukannya apa pun yang membuat pikiran putrinya buntu, pasti Adel selalu meminta pendapat dari mamanya. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba ingin curhat saja izin terlebih dahulu?

"Memangnya mau curhat apa, Sayang? Sampai izin dulu. Biasanya kalau kamu mau curhat juga langsung ngomong," ujar Andini.

"Iya, Ma. Tapi masalahnya sekarang itu darurat. Adel ragu mau curhat ke Mama. Takut Mama ngeledekin. Atau malah nggak ngizinin," gerutu Adel.

Kedua alis Andini saling bertaut. Semakin bingung saja dibuat putrinya.

"Sini, deh. Mama duduk," ajak Adel sambil menarik lembut tangan Andini hingga duduk di satu kursi rotan yang sedikit lebih panjang. Agar Adel bisa duduk di sebelah mamanya.

Setelah mamanya duduk, Adel pun menyusul Andini untuk duduk tepat di sebelahnya. Lalu gadis itu menarik napas dan mengembuskannya dengan perlahan. Lantas Adel pun menoleh ke arah Andini dan mendekatkan bibirnya ke telinga Andini sambil berbicara lirih. "Ma, Adel lagi suka sama seseorang."

Jelas saja Andini terkejut. Bahkan Andini sama sekali tidak memberi respons pada putrinya yang sudah berani jujur kepada mamanya, kalau saat ini sedang menyukai seseorang.

"Tuh, kan. Mama pasti nggak suka," ucap Adel dengan wajah murung dan bibir manyun.

Andini menghela napas pelan. "Jadi, dari kemarin kamu ngelamun dan mondar-mandir nggak jelas itu karena mau bilang ke Mama, kalau kamu lagi suka sama seseorang?" tebak Andini.

Adel menggeleng. "Bukan, Ma."

"Terus?"

"Adel pengen bilang duluan ke dia. Kalau Adel suka sama Delon," jujur Adel.

"Ohh. Jadi namanya Delon?"

Adel mengangguk mengiyakan.

"Memangnya kamu berani ngomong duluan sama Delon," papar Andini lembut.

"Adel akan berusaha, Ma." Adel meyakinkan.

"Iya terserah kamu saja. Kalau kamu berani mengungkapkan perasaan dengan seseorang, berarti kamu juga harus siap dengan penolakan."

"Kok Mama malah nakut-nakutin Adel, sih."

"Bukan nakutin kamu. Kan, emang seperti itu risikonya kalau suka sama orang. Iya kan?"

Lihat selengkapnya