Kamu cantik, baik, menarik, juga antik.
Adelon - Ifa Shaffa
Memimpikan seseorang yang sangat disukai memang bunga tidur yang teramat indah. Sampai-sampai Adel enggan untuk meninggalkan tempat empuknya ini. Tubuh mungil itu masih dibalut selimut pink berkarakter flamingo. Entah apa sebenarnya yang membuat Adel secinta itu dengan hewan berleher panjang. Tidak ada lucu-lucunya padahal. Bahkan; seprai, bantal, dan guling yang saat ini sedang dipeluknya juga bersarung dengan karakter flamingo.
Ketukan pintu kamar memaksa gadis itu untuk bangkit dari singgasananya. Adel melirik jam beker berbentuk flamingo yang terletak di atas nakas. Masih pukul 09.00 pagi dan sudah ada yang mengganggunya. Ini hari Minggu. Waktunya bemalas-malasan bukan?
Dengan langkah malas, Adel pun membuka pintu kamarnya. Sungguh hal memalukan sudah terjadi pagi ini. Adel buru-buru menutup pintu kembali dan merutuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Saat ini Adel masih memakai piyama bercorak flamingo. Rambutnya masih berantakan. Bahkan gadis itu sama sekali belum cuci muka.
"Delon ngapain ke sini?" seru Adel dari dalam kamarnya.
"Gue udah chat lo. Buruan mandi. Kita tunggu di bawah."
Mendengar ucapan Delon, Adel pun membuka sedikit pintu kamarnya dan mengintip. Delon sudah pergi meninggalkan kamarnya. Akhirnya gadis itu pun bisa bernapas lega. Adel pun kembali mengunci rapat pintu kamar. Bergegas mengambil handuk pink miliknya. Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Adel berhenti di depan cermin.
"Kalau aja Adel tahu Delon yang ngetuk pintu, pasti Adel bisa sisiran dulu. Bisa cuci muka dulu. Dan... Aarrgggh. Sekarang Delon pasti ilfeel sama Adel." Adel menyesalkan kebodohannya. Gadis itu berbicara pada dirinya sendiri di pantulan cermin.
"Tunggu-tunggu. Delon tadi bilang, kita tunggu di bawah? Kita? Emang siapa aja yang di bawah," ucapnya.
Adel pun mengecek ponselnya. Dan benar saja, ada notifikasi dari Delon. Bahkan grup WhatsApp SAH sangat ramai. Padahal penghuninya hanya ada tiga orang. Gadis itu pun melayangkan ponselnya di atas kasur. Lalu bergegas pergi ke kamar mandi.
***
"Ma, Adel pergi, ya," pamit Adel sambil menyalami tangan Andini.
"Iya. Buruan sana. Kamu udah ditungguin sama teman-teman kamu dari tadi." Andini berujar.
"Iya, Ma."
Adel pun bergegas ke luar rumah dengan sedikit terburu-buru. Merasa tidak enak dengan teman-temannya karena sejak tadi pasti sudah jenuh menunggunya.
"Maaf, ya, semuanya," ucap Adel ketika sudah sampai di depan halaman rumahnya yang luas.
Di sana, di halaman depan rumah Adel ada satu mobil fortuner hitam entah milik siapa.
Terlihat Hirva yang sedang duduk santai seraya bermain ponsel di teras, Silka dan Yunan yang sedang berbincang sambil menyender di mobil, Kafka yang sedang asyik bermain game di sebelah Hirva, Reza yang sedang video call dengan Wike, dan Delon? Ah. Iya. Di mana dia?
"Sampe semutan kaki gue nungguin lo, Del," cetus Hirva.
"Lebay, lu!" Kafka menyahut.
"Diem!"
"Hehe. Iya, maaf." Adel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iya udah. Udah jam sepuluh. Ayo kita pergi!" papar Silka.
Ajakan Silka pun mendapat anggukan dari teman-temannya kecuali Adel. Gadis itu masih celingukan mencari seseorang yang tak juga menunjukkan batang hidungnya.
"Delon di dalam mobil, Del," seru Reza paham dengan keresahan yang tengah dirasakan oleh Adel.
Adel tersenyum malu. Lalu mengangguk.
Lantas semuanya pun masuk ke dalam mobil hitam fortuner itu.
"Ini mobil siapa?" tanya Adel ketika mulai masuk ke dalam mobil.
"Gue." Yunan menyahut.
Yunan pun duduk di bangku kemudi ditemani Silka yang duduk di sebelahnya. Hirva duduk di bangku kedua dekat jendela. Ada Kafka yang duduk di bangku kedua dan diapit oleh Hirva dan Reza. Sementara Delon duduk di bangku belakang bersama dengan Adel.
Awalnya, Adel diperintah untuk duduk di bangku kedua. Tapi Adel menolak. Gadis itu bersikeras untuk duduk di sebelah Delon.
Di dalam perjalanan menuju pantai, mereka pun dihibur dengan lagu-lagu yang diputar oleh Yunan di dalam mobil.
***
Debur ombak di pantai menggulung dengan sangat indah. Beberapa kali airnya maju ke depan lalu kembali menyurut ke belakang. Angin sepoi-sepoi pun membuat dedaunan yang menghuni di pantai melambai-lambai tanpa henti.
Saat ini, mereka bertujuh sudah keluar dari mobil. Tidak perlu menunggu lama, mereka semua berhamburan menuju pantai dengan tidak beraturan.
Reza, Kafka, Yunan, Silka, Hirva, dan juga Adel saat ini sudah berada di tepi pantai dengan bertelanjang kaki. Karena sebelum telapak kaki mereka mencium pasir beserta air di pantai, mereka sudah lebih dulu melepaskan alas kakinya.
Melihat Kafka dan Hirva yang tidak pernah akur, justru membuat mereka terlihat serasi. Mereka berdua saling beradu mulut di tengah teriknya mentari. Melihat mereka berdua mengingatkan pada kartun Tom & Jerry. Bahkan mereka berdua kejar-kejaran dan saling lempar air karena sama-sama tidak mau kalah. Hingga datanglah Reza yang menjadi orang ketiga di antara mereka. Entah untuk melerai atau justru ikut berpatisipasi.
Berbeda hal dengan dua insan yang sedang duduk manis sambil menyelonjorkan kedua kakinya ke depan. Silka maupun Yunan sama-sama menutupi kakinya dengan pasir basah seraya bercengkerama. Sesekali juga air pantai akan merusak tumpukan pasir yang tengah mereka buat. Rambut hitam Silka yang panjang juga menyibak tidak beraturan karena tiupan kencang angin pantai, membuat Yunan sesekali menyelipkan rambut kekasihnya di balik telinga.
Jujur, itu membuat Adel iri. Lantas gadis itu menoleh ke tempat di mana ada seseorang yang tengah duduk di tumpuk-tumpukan batu besar. Dia sendiri. Bukan. Lebih tepatnya dia menyendiri. Adel pun tersenyum tipis dan berjalan ke sana.
"Delon," panggil Adel dan duduk di batu besar bersebelahan dengan Delon tanpa permisi.
Delon menyahut dengan gumaman. Seperti biasa, Delon memeluk kedua kakinya yang sudah ia lipat hingga lututnya bersejajar dengan dada. Kepalanya menengadah ke atas. Matanya menyipit karena sinar matahari sama sekali tidak malu untuk menampakkan diri.
"Delon udah suka sama Adel belum?"
"Udah," jawab Delon tanpa menoleh ke seseorang yang bertanya.
"Beneran?" tanya Adel saking senangnya.
Delon menoleh ke samping. "Suka, kan? Udah. Tapi suka itu bukan berarti sayang apalagi cinta."
Adel menghela napas pasrah. Gadis itu sedikit kecewa. Adel mengira, Delon sudah merasakan apa yang tengah dirasakan oleh dirinya.
"Kenapa?" tanya Delon.
Adel menggeleng sembari tersenyum. "Lihat mereka, deh, Delon," ujar Adel sambil menunjuk beberapa temannya yang sedang asyik bermain air.
Baju mereka semua bahkan sudah tidak lagi kering. Beruntungnya, Adel tidak ikut masuk sampai menenggelamkan kaki hingga pinggangnya. Hanya kakinya saja yang basah. Itu pun hanya sampai pergelangan kaki.
"Adel pengen kayak mereka," gumam Adel lirih. Tatapannya tidak lepas dari teman-temannya di ujung sana.