Tidak perlu jadi orang lain untuk disukai. Kamu sudah istimewa dengan apa adanya.
Adelon - Ifa Shaffa
"Loh, bukan lo yang jemput Wike?"
Kafka menggeleng menjawab pertanyaan dari Yunan. "Si Wike mah lebih milih dijemput pacarnya. Padahal gue sepupunya. Padahal gue yang rawat Oma. Kalau bukan gue yang kasih tahu dia Oma sakit, siapa lagi? Iyakali Reza."
"Ya mungkin Wike nggak mau repotin lo kali." Yunan berujar.
"Ck." Kafka berdecak. "Bukan nggak mau repotin gue. Tuh cewek emang pengen nemplok terus sama yayangnya."
Usai mengungkapkan kekesalannya kepada Yunan tentang Reza, Kafka berdiri dari bangkunya. Berniat untuk pergi meninggalkan kelas. Padahal sekitar tiga menit lagi, bel masuk akan segera berbunyi.
Namun urung ia lakukan karena pada akhirnya Yunan mencegah kepergian sahabatnya.
"Sabar. Bagaimanapun, Reza itu temen kita. Dan dia pacaran sama sepupu, lo!" Yunan mengingatkan. "Dan jangan gara-gara ini, lo jadi benci sama Reza dan persahabatan kita yang jadi taruhannya," sambungnya.
"Gue nggak benci sama Reza. Gue cuma sedikit kesel sama Wike. Nggak lebih," balas Kafka.
"Hmm, kayaknya lo emang butuh pasangan, deh, Kaf. Biar lo nggak kesepian," celetuk Yunan memberi ide.
"Jadi maksud lo gue kesepian?!" tiba-tiba Kafka ngegas.
"Eh, santuy dong, Kaf. Lo lama-lama mirip sama Hirva. Suka sewot!" ledek Yunan seenaknya.
Baru saja hendak melayangkan pukulan kepada Yunan yang berisik. Karena Kafka pun sudah memberi ancang-ancang dengan mengapungkan satu tangannya di udara dengan posisi ingin meninju, tapi terhalang oleh bel masuk yang sudah menggema seantero SMA Cendana Utama.
***
Di ruang tunggu rumah sakit, gadis berkulit putih dan berambut sepunggung itu sedang menyandarkan kepalanya di bahu Reza.
Isi kepala dan hatinya benar-benar tidak keruan. Perasaan khawatir itu terus saja menyelimuti Wike. Gadis itu benar-benar takut kehilangan omanya. Sampai-sampai sejak tadi, Wike tak ada henti-hentinya mengucapkan tidak mau ditinggal oleh omanya kepada Reza.
Tapi beruntungnnya, Reza selalu berhasil menenangkan perasaan kekasihnya yang sedang dilanda kehancuran.
"Sayang, kamu itu harus tenang. Kamu harus percaya, kalau Oma kamu pasti bisa sembuh," ucap Reza seraya menepuk-nepuk pelan punggung Wike bermaksud memberi ketenangan.
Wike terisak pelan. Gadis itu sudah tak sanggup menahan bendungan di pelupuk matanya. Hingga air bening itu sudah mengalir membasahi pipi mulusnya. "Maaf, ya. Udah repotin kamu. Gara-gara aku hari ini kamu bolos sekolah," ujar Wike tidak enak.
"Aku nggak bolos. Aku izin, kok. Jadi kamu nggak perlu merasa bersalah."
"Aku beruntung punya pacar kayak kamu." Wike berucap jujur.
"Aku lebih beruntung punya kamu."
Lantas Wike pun mengubah posisi tangannya yang berawal berada di atas paha, kini ia pindah untuk melingkarkan kedua tangannya di pinggang Reza. Begitu juga Reza yang membalas dengan memeluk penuh punggung Wike dengan kedua tangannya.
***
"Delon awaaaass!!" pekik Adel dan segera berlari sekuat yang ia bisa ke tengah lapangan.
Buukk!
Tepat. Bola basket itu menimpuk punggung Adel dengan sempurna yang sudah berhasil memeluk tubuh Delon dengan erat.
Alhasil kini Adel meringis kesakitan karena pukulan bola itu benar-benar sangat kuat. Mungkin, itu berbekas dan memerah di punggungnya. Sementara murid-murid yang berada di sekitar lapangan berteriak heboh dengan kejadian tidak terduga ini.