Adhisti

Komorebi
Chapter #3

Masa Orientasi Sekolah

"Buruan, Dhis! Gue ada latihan basket pagi ini!"

"Masa pertama masuk langsung latihan basket?" kesal Adhisti sambil memasukkan buku-bukunya asal ke dalam tas ransel. "Bilang aja kalau enggak ikhlas nganterin."

"Adhisti!" teriak Genta dari luar pagar.

"Iya-iya!" 

Adhisti melirik jam di dinding kamarnya yang masih menunjukkan pukul enam, lalu berlari mencari nenek untuk pamit.

"Enggak sarapan?"

"Enggak usah, Nek. Nanti aja pas di kantin. Soalnya Mas Genta udah teriak-teriak mirip tukang sayur, tuh," jawab Adhisti, lalu berlari keluar rumah dan mendapati Genta yang langsung menyodorkan helm untuknya.

Adhisti menerima helm milik Genta, lalu memakainya. Setelahnya dia segera membonceng motor Genta dan keduanya melaju menuju sekolah.

"Emang kapan sih tandingnya?" tanya Adhisti sedikit keras, saat mereka berhenti karena lampu merah.

"Bentar lagi."

"Iya, bentar lagi itu kapan? Semenit kedepan juga sebentar lagi, kan?"

"Kok lo cerewet banget sih! Jangan mentang-mentang Rayaa ngebelain lo, terus lo jadi ngelunjak ya."

"Gue enggak ngelunjak, kan gue cuma nanya. Galak amat!" gerutu Adhisti lalu memilih diam daripada harus buang-buang energi bertengkar dengan Genta. Apalagi dia belum sarapan dan nanti masih harus ikut masa orientasi sekolah.

Motor Genta akhirnya berhenti di parkiran sekolah 15 menit kemudian. Adhisti langsung turun dan membuka helmnya. Namun, seperti adegan klise di drama romantis, helm sialan milik Genta itu, pengaitnya tiba-tiba macet.

"Drama banget sih lo! Ini bukan drakor ataupun novel roman picisan yang tokoh cowoknya bakalan bantuin si cewek---"

"Hih! Berisik! Kalau enggak mau bantuin ya udah!" kesal Adhisti, lalu melangkah pergi meninggalkan Genta, dan masih berusaha membuka pengait helmnya.

Malu? Biar saja! Adhisti tidak peduli, yang penting sekarang dia harus makan! Perutnya sudah keroncongan sedari keluar rumah tadi. Meskipun banyak mata memandang aneh pada Adhisti yang berhelm, tapi gadis itu tak acuh dan tetap melangkah dengan penuh percaya diri menuju kantin. Ngomong-ngomong, kantinnya dimana ya?

"Di sini enggak ada polisi, kok," ujar sebuah suara.

Adhisti menoleh dan seketika langkahnya terhenti. Pemilik suara yang menyapa Adhisti lebih dulu itu masih tersenyum, membuat Adhisti salah tingkah dan wajahnya merona. Suara bariton itu milik cowok yang membuatnya jatuh hati saat pertama kali melihatnya di lapangan basket komplek perumahan, tapi besoknya menghilang begitu saja. Sampai pagi ini, cowok itu berdiri di sebelah Adhisti dengan senyum hangatnya. Nara.

"Di sini enggak ada polisi," ulang Nara lagi.

"Hah?"

Nara tersenyum, lalu mengetuk permukaan helm pelan. "Enggak ada polisi."

"Oh!" pekik Adhisti seraya membuka helmnya, tapi masih tersangkut tali pengait. "Susah bukanya."

"Sini, aku bantuin," ujar Nara sambil membantu Adhisti membuka kaitan helm di dagunya. "Helmnya Genta ya?"

Adhisti mengangguk. "Kok tahu?" tanya Adhisti, yang sedetik setelahnya merasa pertanyaannya adalah pertanyaan paling bodoh di dunia! Tentu saja Nara tahu kalau ini adalah helm Genta, mereka bersahabat! Satu angkatan, satu kelas, bahkan satu tim basket!

"Tahulah, aku kan sering nebeng Genta. Nah, udah!" girang Nara.

"Makasih, ya," ucap Adhisti seraya mengulurkan tangannya.

"Apaan, sih?" kekeh Nara seraya menepis tangan Adhisti. "Formal banget. Kamu temennya Rayaa, kan? Temen Rayaa, temen aku juga."

Adhisti mengangguk. Teman, ya? Baiklah, bukan awal yang buruk, kan? Siapa tahu dari teman bisa jadi cinta.

"Nara!" panggil Genta yang melangkah mendekat. "Udah siap buat acara MOS-nya? Anak kelas tiga emang harus ikut ya?"

"Itu---"

"Lo ngapain masih di sini?" Genta menoleh pada Adhisti. "Udah bisa buka helmnya? Siniin," pinta Genta dengan tangan menengadah dan Adhisti langsung memberikan helmnya. 

"Mas Nara yang bantuin buka," ucap Adhisti tanpa Genta pedulikan.

"Yok ke lapangan! Jadi anak kelas tiga di MOS tahun ini ngapain?" tanya Genta seraya merangkul Nara dan keduanya langsung berlalu, sibuk membahas rencana MOS sekolah De Avilla tahun ini.

"Rese!" maki Adhisti pelan, lalu menghentakan kakinya menuju, astaga! Dia masih belum tahu dimana kantinnya! Buruknya, 15 menit lagi waktunya siswa baru berkumpul untuk acara MOS.

Adhisti berjalan cepat ke sembarang arah, mencari siswa yang kira-kira adalah kakak kelasnya. Namun, nihil, yang ada di hadapannya adalah anak-anak baru sepertinya yang memakai seragam serba putih dan kalung kardus yang bertuliskan nama mereka.

Lihat selengkapnya