Adiknja

Willa Ahma
Chapter #12

Berotot

 "Bi? "

"Bibi ada di mana?"

"Bibi di mana? Aku sudah sampai."

"IMG_2021.jpeg"

Mendadak aku mendapat chat balasan dari bibi berupa file gambar yang menunjukkan bagian depan salah satu mobil yang nampak nomor plat polisi-nya.

"Apa itu? Di parkiran mana itu?"

"Bibi?"

"Bi?"

"Hei?"

"Hei??"

"Astaga ..."

"Serius, bi. Bibi ada di mana?"

Jadi seperti ini, ya rasanya? Pesan cuma di-read.

Jujur aku tidak pernah merasakan pengalaman semacam ini. Kurasa aku sering melakukan hal seperti ini pada orang lain, seperti apa yang bibi lakukan sekarang.

Namun hal tersebut tidak kulakukan secara sengaja atau sadar.

Entahlah.

Dan aku tidak tahu kalau bibi sengaja atau tidak. Tapi ayolah, bi. Ini bandara. Parkirannya banyak dan luas.

Mana panas lagi di sini. Aku tidak bisa mencarinya hanya dengan modal foto! Aku tidak punya waktu untuk melakukan permainan ini.

Kenapa, sih bibi ini? Ada apa dengan dia. Dia kena angin apa jadi-

Maksudku aku ini di bandara. Parkiran bandara lebih tepatnya ... aku baru di sini. Bagaimana kalau tersesat atau terjadi sesuatu padaku? Seperti ... amit-amit ya, bagaimana kalau aku diculik? Apa dia mau bertanggungjawab?

"..."

Setibanya di bandara ini beberapa waktu yang lalu. Aku langsung men-chat bibimenanyai keberadaan dia seperti yang kuceritakan di awal-awal tadi, sebab beliau yang bertugas menjemputku kata ibu.

Terus bibi membalas pesanku dengan mengirim gambar berupa nomor plat mobil dia untuk menemukannya. Apaan si? Dia mau aku melakukan apa? Ini kota oraaaang.

Minimal share lokasi lah ya? Adohh.

Keterlaluan, tidak itu?

Dia membuatku terpaksa berkeliling area parkir begini hanya dengan petunjuk berupa nomor plat kendaraan dia untuk menemukan ada di mana dia sebenarnya.

"Serius, bibi ada di mana?"

"Cari pakai gambar yang tadi kukirim, kataku."

"Jangan main-main! Panas nih."

Kalau aku orangnya suka mencari gara-gara, aku sedari tadi sudah membalas perbuatan bibi ini agar dia yang gantian terpaksa mencariku. Seperti merajuk atau apa, atau bahkan yang lebih berlebihan lagi semacam membuat orang-orang yang ada di sekitarku ini menelpon bibi dengan aku pura-pura pingsan di sini. Otomatis dia, 'kan yang mendatangiku balik? Aku bisa begitu. Ya aku bisa begitu. Aku mampu.

Tapi, ya ... kemungkinan tidak dipedulikan orang atau tidak ada orang yang mau menolongku juga besar. Yang dapat malah kena injakan orang aku-nya. Lagi ramai di sini, apa ada acara di kota ini?

Tak lama kemudian, aku tak sengaja mendapati plat mobil yang kira-kira milik bibi di kejauhan.

Ah, aku menemukannya!

Aku kemudian mendekat ke mobil tersebut sambil membuka ponselku, mencari gambar plat mobil yang bibi kirim tadi untuk mencocokkan.

Sesampainya di depan mobil, aku langsung membandingkan plat nomor polisi yang ada di mobil itu dengan gambar yang ada di layar ponselku, apakah sama atau tida-

"TIINT-TIINT!!"

Astaga!?

Aku lalu mendengar seseorang tertawa dari kejauhan dan aku langsung mendongak ke atas, melihat ke kaca mobil di depanku dengan tatapan murka dan bersiap untuk mengomel.

Ini pasti kerjaannya, bibi-

Terus aku mendapati seorang pria besar, berotot, berkulit sawo matang, berpakaian kemeja, berusia sekitar 30 sampai 40 tahunan, sedang duduk di kursi kemudi mobil, menanggapiku dengan menatapku tajam.

Ya ampun.

Spontan, ekspresi wajah iblisku langsung kubuang segera ke sebelah kanan, aku membuang muka, lalu menjauh sambil nunduk-nunduk minta maaf sekenanya bercampur bingung, sebab aku tak kuat dengan wajah sangar om-om itu, sekaligus masih kaget ternyata itu bukan mobilnya bibi.

Namun tiba-tiba, pada waktu yang bersamaan, kudengar seseorang tertawa yang sama dari arah yang sama dari pertama kali aku mendengarnya.

Lihat selengkapnya