Adiwira: Lahirnya Kesatria Pelindung Bumi

Jun Prakoso
Chapter #1

Bab 1: Benda Terbang Tak Dikenal


Sasana Garuda Sakti telah mengubah jalan hidup Primus Setiono selamanya, membawanya ke takdir yang jauh lebih besar daripada yang pernah disangkanya.

Semua berawal pada sore itu, ketika Primus melangkah mengitari ruangan latihan yang lengang. Langkahnya terhenti sejenak saat melihat samsak bergoyang, seakan ada orang yang baru meninjunya, padahal tidak ada siapa-siapa.

Dia mengamati sekeliling dengan otot-otot yang menegang.

Kosong.

Tapi, dia merasa ada yang mengawasinya.

Apa sempat ada gempa? Aku tidak merasakan apa-apa.

Wajar dia waspada. Dia tahu betul Garuda Sakti luar dalam, rumah keduanya selama setahun terakhir. Dia mengabdikan diri sebagai pelatih di sini.

Awalnya dia menekuni berbagai aliran bela diri di dinas tentara. Seorang anggota pasukan khusus wajib menguasai sedikitnya dua seni bela diri. Lama-lama dia jatuh cinta dengan olahraga itu dan mempelajari lebih banyak lagi. Aliran pencak silat dari berbagai aliran di Nusantara maupun seni bela diri dari negara-negara Asia lainnya kini telah dikuasainya.

Tidak ada masalah dengan kariernya sebagai tentara. Keberanian, kemampuan, dan kecerdasannya diakui rekan-rekan dan atasannya. “Primus, kau memang terlahir sebagai tentara,” kata mereka. Siapapun yang pernah melihatnya pasti setuju.

Badannya yang tinggi besar dan berotot mempertegas citra itu. Latihan fisik, angkat beban, dan disiplin keras di asrama militer membentuk otot-otot di dada, lengan, punggung, dan kaki.

Tapi Primus akhirnya memutuskan mundur, justru saat mulai menanjak, tak lama setelah berhasil menyelesaikan tugas membebaskan sandera asing Papua bersama anak buahnya. Seandainya dia tak berhenti, dia telah menjadi kapten termuda di Indonesia.

“Ada sesuatu yang ingin kucari,” jelasnya kepada teman-teman seangkatannya. “Mungkin tantangan lain.”

“Apa itu?” tanya seorang di antara mereka.

“Terus terang, aku belum tahu,” jawabnya.

Dua bulan setelah meninggalkan dinas militer, Primus membuka Sasana Garuda Sakti, mengelolanya sepenuh hati, sambil berusaha menemukan jawaban apa yang sesungguhnya dia cari.

Petang itu, Primus baru saja selesai melatih sekelompok murid dari berbagai latar belakang. Ada yang sekadar mengisi hari-hari kosong, ada yang ingin melatih kekuatan, tapi ada yang sekadar ingin memperluas pergaulan.

Mayoritas adalah remaja berusia belasan hingga awal dua puluhan tahun. Masa-masa mencari jati diri dan pengakuan. Tidak sedikit juga yang mulai mencari jodoh.

Namun semua itu bukan masalah bagi Primus, yang penting selama mereka berlatih sungguh-sungguh, dia akan mengajar dengan sepenuh hati.

“Aldi,” panggil Primus dengan suara berat.

“Siap, Suhu!” seorang remaja kurus berkaca mata mendekati Primus.

"Kuda-kudamu jangan sampai goyah. Pertahananmu juga harus kuat dalam latihan tanding jarak dekat. Tapi hari ini kamu sudah mulai berani menyerang. Kemajuan bagus, Al!”

Lihat selengkapnya