“Lalu Al, ada berapa banyak peradaban cerdas di alam semesta?” tanya Primus.
"Mau aku jelaskan Formula Frank Drake?" Aldi mencoba mengambil kertas dan pulpen dari ranselnya.
“Apa Al? Formula pasta gigi?” tanya Primus berkelakar.
"Ini rumus untuk memperikirakan jumlah peradaban cerdas di Bima Sakti. Bukan sekadar peradaban cerdas, tapi perdaban cerdas yang berpotensi melakukan komunikasi dengan Bumi,” jelas Aldi.
"Tak usahlah, terima kasih, mending kamu suruh aku bertarung," kata Primus menyeringai lebar karena geli. Dia menguasai berbagai jenis bela diri, senjata, dan strategi militer. Tapi konsep-konsep sains; dia tidak menguasai, karena bukan hasratnya.
Primus sekilas melihat raut wajah Aldi yang kecewa karena penolakannya. Lantaran tak tega, dia berkata, “Okelah. Jelaskan saja dengan sederhana," katanya dengan lunak.
Dengan raut wajah gembira Aldi menulis sebuah rumus, sebuah fungsi matematika di kertas itu. Primus tertawa pelan menyaksikan semangatnya yang menggebu-gebu.
"Drake merumuskan formula yang memperkirakan jumlah peradaban di Bima Sakti yang mampu menghasilkan teknologi untuk mengirimkan dan menerima sinyal komunikai antarbintang. Jadi, bukan lagi kehidupan tingkat rendah seperti mikroorganisme,” kata Aldi dengan serius.
“Kenapa dia sampai berpikir ke sana?” tanya Primus.
“Sebab, dia ingin memperikrakan jumlah cerdas di galaksi kita yang mungkin bisa kita temukan, dan membangun komunikasi antarbintang,” jawab Aldi dengan sungguh-sungguh. “Dia ingin memberikan kerangka ilmiah untuk pencarian kehidupan ekstraterestiral cerdas dengan sejumlah faktor-faktor astrofisika, astrobiologi, sosiologi, dan evolusi.”
“Begitu ya,” sahut Primus sambil menyeruput kopinya.
"Faktor pertama adalah jumlah bintang baru yang terbentuk per tahun di Bima Sakti,” lanjut Aldi. “Tentu saja, ini syarat mendasar, karena tanpa pembentukan bintang baru, takkan ada planet baru, dan secara teoritis, tiada peluang bagi munculnya kehidupan. Menurut penemuan ilmiah, setiap tahun lahir 7 bintang baru dengan massa setara sampai dua kali matahari di Galaksi.”
Aldi menulis angka 7 di kertas, sedangkan Primus memperhatikannya sambil menopang dagu dengan tangan kanannya.
“Kemudian dari bintang yang lahir itu,” kata Aldi lagi sambil menoleh ke Primus, “berapa probabilita bintang itu untuk mempunyai sistem planet seperti tata surya? Penelitian astronomi terkini memperkirakan bahwa hampir semua bintang di galaksi kita, sekitar 90 persen, memilki planet.”
Aldi kemudian menulis angka 0,9 sejajar di kanan angka sebelumnya.
“Kemudian di antara planet-planet di sistem bintang itu, berapakah jumlah planet yang masuk zona layak huni? Di tata surya kita ada 2 planet yang masuk zona layak huni karena posisi orbitnya, yaitu Bumi, dan Mars.”
Aldi menulis angka 2 di sebelah angka sebelumnya.
“Akan tetapi, kenyataannya, Mars tak mampu mengembangkan kehidupan,” kata Aldi. “Maka itu, Drake memasukkan faktor berapa probabilita dari planet yang masuk zona layak huni itu benar-benar mampu mengembangkan kehidupan dalam sejarahnya. Dalam kasus tata surya kita, dari dua planet yang yang masuk zona layak huni, hanya Bumi yang mengembangkan kehidupan. Atau dalam hal ini setengahnya.”
Aldi menulis angka 0,5 di samping kanan angka terakhir.
“Lantas, dari planet-planet yang mampu mengembangkan kehidupan itu, diperkecil lagi oleh faktor berapa probabilita di antaranya mampu menghasilkan kehidupan cerdas,” lanjut Aldi. “Sebab, tidak semua planet yang mendukung dan mengembangkan kehidupan dapat menghasilkan kehidupan cerdas."
Primus menangkap penjelasan Aldi. “Maksudmu, mungkin ada planet yang penghuninya hewan semuanya?” tanyanya memastikan.
“Ya, sangat mungkin ada planet di alam semesta yang kehidupan tidak berkembang lebih jauh dari organisme sederhana atau mungkin kehidupan setaraf reptilia seperti dinosaurus,” kata Aldi membenarkan.
“Peralihan dari kehidupan sederhana ke kehidupan cerdas adalah proses yang sangat panjang dan kompleks,” tambahnya. “Ada banyak pengaruh faktor lingkungan, genetik. Bahkan sejarah evolusi di Bumi menunjukkan adanya faktor kebetulan: Jatuhnya asteroid jutaan tahun silam yang memusnahkan dinosaurus, mengubah iklim, sehingga memberi jalan bagi kemunculan manusia….”
“Kebetulan, atau campur tangan Tuhan?” potong Primus.
“Tuhan itu masuk wilayah teologi dan filsafat, Abangku! Silakan saja, sesuaikan dengan keyakinan masing-masing,” kata Aldi menyeringai.
“Yang jelas angka untuk faktor yang satu ini bergantung pada pendekatan tiap-tiap ilmuwan. Kita masukkan saja angka pesimistis, 0,01, artinya sangat kecil kemungkinan, atau hanya 1 persen dari planet yang mendukung dan mengembangkan kehidupan, mampu menghasilkan kehidupan cerdas.”
Aldi menuliskan angka 0,01 sejajar di kanan angka sebelumnya.
“Formula Drake bertujuan memperkirakan jumlah peradaban cerdas yang mampu mengembangkan teknologi komunikasi antarbintang, bukan hanya menghitung peradaban cerdas,” kata Aldi.
Dia menambahkan. “Sebab, tidak semua peradaban cerdas mengembangkan teknologi komunikasi antarbintang untuk melacak atau dilacak peradaban lain di galaksi. Bisa jadi teknologi mereka belum mampu. Atau, bisa jadi mereka mampu, tapi memilih mengukung diri karena sibuk mengatasi masalah internal planet mereka.”
“Atau, bisa jadi mereka mampu menciptakan teknologi komunikasi, tapi tidak memanfaatkan gelombang radio sebagaimana manusia, melainkan medium berbeda,” ujarnya. “Tapi tentu saja, peradaban yang cerdas berpotensi mengembangkan teknologi komunikasi. Jadi, katakanlah peluangnya 50: 50.”
Aldi menulis angka 0,5 di sebelah angka sebelumnya.
“Terakhir adalah faktor bingkai waktu, seberapa ajeg suatu peradaban cerdas yang mengembangkan teknologi komunikasi mampu mengirimkan sinyal komunikasi ke angkasa,” kata Aldi.