Februari 2013
"Dia itu ngeselin banget, Kak. Masa aku diperlakukan begini: datang sehari, pergi setahun? Kalau nyari aku, tiba-tiba aja gitu munculnya. Pas dihubungin kembali, boro-boro deh dijawab. Bagus kalau di-read. Ini?" Amu menarik nafas dalam hingga kulit di antara hidung dan bibirnya membentuk 2 garis ke kiri dan ke kanan, tampak seperti kumis kucing. "Nggak ditengok dikit pun kali! Huh!"
Amu menumpahkan kekesalannya dengan mengepalkan kedua tangan. Gaya berdirinya seperti orang yang siap bertarung. Kumis kucingnya sekali lagi nampak di sana. Lawan bicaranya terpaksa berlagak pura-pura menghindar atau takut.
"Eits, jangan gue dong yang mau dihajar." Telapak tangan pemuda itu segera membentuk tameng saat ia berbicara.
Amu malah tertawa renyah mendapati sikap si kawan.
"Sorry sorry, Kak. Nggak maksud." Dia menyingkirkan telapak itu ke bawah.
Si pemuda tersenyum manis.
"Nah gitu dong senyum. Kan enak dilihat."
"Apa sih Kak Ivan ini." Warna merah jambu bermunculan di wajah Amu.
Kak Ivan orangnya asyik diajak cerita. Pengertian. Gagah lagi. Apa sih Amu?
Kepala Amu menunduk seolah ia menyesali perkataan hatinya.
Kalau aja Rozomu seperti dia...
Amu menghela nafas panjang dan menutup mata.
Rozomu bukan nama sebenarnya. Namun begitulah Amu suka memanggil dia. Rozomu kawan Amu sejak kecil yang menjadi sahabat ketika mereka masuk ke bangku putih abu-abu. Amu juga pernah menjadi kekasih Rozomu sebelum anak muda itu keluar dari wilayah keluarga mereka bermukim. Amu masih sempat beberapa kali komunikasi dengan Rozomu dan sempat beberapa kali diantar ke tempat kuliah. Akan tetapi, Amu saat ini benar-benar menginginkan Rozomu hadir utuh dalam hidupnya.
Amu punya impian. Salahsatunya, ia ingin ada seseorang yang mendampinginya memakai toga. Berhubung Rozomu adalah seorang cowok yang dekat dengannya, dia ingin Rozomu.
"Amu, jadi kamu belum bisa memberiku jawaban?" Suara oranglain menyadarkan Amu dari lamunan.
Ya, Amu malah melamun. Sering. Setiap yang dia lakukan kembali pada Rozomu dan Rozomu. Lelaki di sampingnya tahu soal itu.
"Ngm? Apa, Kak?" Amu menoleh dan bertanya. Ia memaksakan sedikit senyum di bibirnya. Sebenarnya, sikapnya ini hanya sekedar ingin menghindar. Menghindar dari harus menjawab sesegera mungkin.
Ivan terdiam. Dari sudut pandang Amu, kedua bola matanya bergantian menatap mata kiri dan kanan Amu. Senyum pemuda itu lalu muncul kemudian. Senyum yang berbeda dari milik Amu. Ivan seperti kembali memaklumi dirinya.
"Tak perlu buru-buru," katanya. Tangan kanannya naik menghampiri wajah Amu, menghapus apa yang disebut air mata dari lembah mata indahnya. "Kamu tidak perlu menangis lagi. Aku akan selalu ada di sampingmu."
Perasaan Amu seolah memiliki sayap saat mendengar kalimat itu.
Selalu ada di sampingmu...itu terdengar menyenangkan dan...indah. Kalau saja Rozomu juga begitu.
Amu menahan senyum di sana, di wajahnya.
Atau...aku bertemu denganmu duluan, Kak.
***
Agustus 2012
Skripsi dan menikah...rasanya kepalaku ingin pecah.
"Ya. Jadi acara kita akan dilaksanakan 2 bulan lagi. Apa ada masukan lain?" Suara Moderator rapat sedang berlangsung sore itu terdengar samar-samar di telinga Amu.
"Saya, Kak!" Seseorang mengangkat tangan dan menyampaikan kalimatnya.
Apa yang dia bicarakan? Kenapa sulit bagiku memahami rapat ini?
Amu menoleh. Dipikirnya, melihat yang berbicara akan kembali membuat pikiran fokus. Tapi keningnya malah mengerut.
Harusnya ini mudah. Kalimat yang diucapkan orang itu sederhana. Tapi kenapa aku malah tidak bisa memahami?
Amu menempelkan kuku ibu jari tangannya ke bibir.
Tidak boleh ada seorang pun yang menyadari aku tidak sedang fokus. Aku bukannya tidak mau, tapi...skripsi...menikah...impianku...pacar...kakak sepupu...Rozomu...
Rozomu?!
Amu tersentak dari lamunannya.
Kenapa nama itu tiba-tiba teringat lagi?
Tapi Amu sadar, dia benar-benar membutuhkan orang itu saat ini. Sahabat atau kekasih yang datang sehari dan pergi setahun. Orang yang selalu menghilang tanpa kabar, lalu muncul begitu saja.
Hhhh...sejujurnya, aku tidak tahu aku ini pacar atau hanya sahabat. Dia membuatku bingung.
Ujung bibir Amu turun. Dia menunduk. Nyaris saja tetes-tetes air jatuh dari pelupuk mata. Tapi saat itulah smartphone-nya bergetar, mengembalikannya pada dunia.
Amu membuka penutup layar benda persegi itu. Di notifikasi layar, tertulis satu nama. Satu nama yang tiba-tiba muncul tanpa diberitahu. Satu nama yang entah mengapa selalu menghubungi di saat yang tepat dan tidak terduga seperti ini.
Seperti biasa...
"Rozomu..."
Rozomu: Hai, cantik, lagi apa?
Amu terkesima. Rozomu selalu seperti ini. Memujinya dengan sederhana, tapi itu saja sudah cukup untuk membuatnya senang.
Amu: Rozomu...
Amu menggenggam erat smartphonenya. Benda itu bergetar lagi. Nampaknya, Rozomu membalas dengan cepat kali ini.
Rozomu: ada apa, cantik? Apa kamu ada masalah lagi?
Masalah...
Amu mengetik 'ya', tapi dihapus dengan cepat. Dia lalu terdiam. Layar itu diperhatikan saja. Pikirannya entah kosong atau ada.
Amu: kenapa kamu selalu datang di saat yang tepat?
Tanpa berpikir panjang, Amu malah mengirim itu.
Rozomu: hehe. Soalnya aku kan malaikat pelindungmu.
Amu memikirkan Rozomu akan membalas seperti itu. Tebakannya cukup benar.
Rozomu: soalnya aku malaikat pelindungmu. Aku selalu tahu keadaan kamu, walaupun kamu nggak bilang. Hehe
Mana ada...Amu manyun, tapi senyum Amu tetap merekah.
Rozomu: aku akan menelponmu nanti. Sekarang aku lagi ada kerjaan. Kamu jangan sedih lagi ya, cantik.
Belum sempat Amu membalas, Rozomu sudah mengiriminya pesan sekali lagi.