Aku memang bilang akan membuat dia menyesal... tapi apa ya?
Selama dua hari ini aku terus memperhatikan Citra. Yang aku tahu dia punya dua teman dekat dan satu sahabat (atau yang lebih tepat, dua bawahan dan satu ajudan) dan dia selalu merusak mood orang. Dan yang aku maksud bukan cuma mood ring Larina yang dia rusak seenaknya, mentang-mentang dia bawahannya.
Aku heran. Cewek ini dibesarkan di hutan atau di kota, sih? Sepertinya kata-kata seperti "simpati", "empati", "kemanusiaan", dan "kewarasan" tidak ada di dalam sistemnya.
Kalau aku membelah otaknya, aku yakin cuma nama "Bintang" saja yang muncul.
Si Bintang ini juga siapa, sih? Kalau anak-anak sekelas mungkin tahu, tapi aku malas bertanya pada mereka. Lagipula, kalau sebentar mereka malah balik bertanya alasanku menanyai mereka, rencanaku bisa ketahuan. Kalau Citra Busuk tahu aku sedang menggali informasi mengenai pujaan hatinya, pasti dia akan menggagalkan rencanaku.
Tuh, kan! Seharusnya aku tidak tinggal di kelas pada jam istirahat kedua.
"Pujaan hati, pujaan hati, ooh~ di mana?" nanyi geng Rio serentak.
"Pujaan hati Rio, pujaan hati Rio, di situ dia~!" Salah satu kawannya menunjuk ke arahku.
Untuk memastikan, aku melirik ke kiri dan ke kanan, tapi cuma aku yang masih duduk di bangku di arah yang dia tunjuk. Semua pada asyik sendiri.
"Adora!" Rio melompat muncul di depanku sambil cengengesan.
"Apa?" sahutku.
Mood-ku sedang tidak baik. Tapi jujur saja, sejak kejadian dengan Citra, yang bisa aku lakukan cuma emosi tiap hari memutar ulang apa yang dia ucapkan.
"Ada yang baru nih!"
Aku mengatupkan mulutku rapat-rapat. Aku tidak mau ikut dalam permainan mereka. Beberapa teman sekelas sudah tertawa, tapi Rio masih menatapku dengan penuh harap. Karena bosan dan risih, akhirnya aku menjawab.
"Apa?"
Mukanya langsung berseri-seri dan dia menaruh kedua tangannya pada dadanya. "Cintaku padamu~."
Astaga... Yang tadi lebay banget. Hancur.
Aku cuma diam saja menanti reaksinya.
"Aduh..." Rio mengeluh, memeluk erat dirinya.
Dahiku berkerut. Di belakangnya, Leila menutup mulutnya; muka cewek yang satu itu mulai kejang menahan tawa.
"Apaan sih?" cetusku.
"Kamu dingin. Brrr!" ujar Rio.
‘Ya kali. Kalau pun gue dingin, lo gak bakalan bisa ketularan dinginnya, tau.’
Tawa serempak membahana di ruang kelas. Bahkan Rio tersenyum lapang atas kesuksesannya. Sepertinya cuma aku yang tidak kebagian energi positif di sini.
"Lo kok cemberut mulu sejak pindah ke sini?" tanya Rio, melemparkan tubuh rampingnya.
Senyumnya masih melekat pada mukanya.
"Lagi mikirin apa?"
"Rio PDKT!"
"Traktir!"
Rio memperlihatkan giginya ketika dia tersenyum lebar, tidak percaya bahwa teman-temannya berkata seperti itu.
"Gak ada yang gue pikirin."
"Kalo gitu boleh gak gue minta lo pikirin gue?" Alisnya naik-turun menggodaku untuk mengatakan "ya".
Bukan Adora kalau tidak kebal terhadap gombalan buaya. Dia tidak terlihat seperti cowok kayak itu sih... tapi bisa saja aku salah.
"Ya kali. Buat apa gue mikirin lo?"
"Supaya lo jatuh cinta sama gue." Dia mengatakan itu dengan wajah serius, hampir saja aku tertipu.
"Kalo gak, kan lumayan kalo muka ganteng gue bisa tenangin lo. Bagus buat cuci mata, ya nggak?"
"Muka lo pas-pasan."
Matanya melebar tiap detik, mulutnya menganga aneh dengan senyum yang berantakan.
"Hah? Yakin?"
"Itu fakta. Hanya saja lo punya karisma yang bagus. Itu salah satu faktor umum kemenarikan."
"Intinya gue mayan di mata lo?"
Aku mengangkat sebelah alis, tapi belum sempat aku membalas, pintu kelas sudah dibanting terbuka.
"Hello guys! Rindu ya, sama Ratu Citra?"
Aku spontan menggertakkan gigiku. Tanganku yang terlipat di atas meja saling mencengkeram, kukuku mengukir bekas peninggalannya pada kulitku.
"Siapa juga yang rindu sama lo, Cabe?"
Baru saat itu aku menyadari suasana kelas yang hening. Meski dibilang begitu, Citra tetap senang-senang saja. Kenapa cewek itu hari ini?
"Kata-kata lo gak mempan! Coba yang lebih ekstrim, dong."
Matanya tiba-tiba melayang ke aku, lalu dia melambaikan tangannya.
"Hai cewek baru. Masih ingat gue, kan?"
‘Siapa yang bakal lupain lo? Lo udah mendarat di daftar hitam gue. Tinggal tunggu gue mikirin rencana buat membalas perbuatan lo.’
"Lo cengengesan gitu pasti karena Bintang sudah datang, kan?" celetuk Rio malas. "Lo pergi gangguin dia saja sana. Gak usah datang lagi ke sini."
Bibir Citra manyun dan dia berdecak pinggang. "Iih, Rio, apaan sih kamu ini? Gak bisa dong kamu ngusir penguasa kelas ini... ingat ya."
Satu-satunya hal yang kuingat adalah ancaman Citra yang sejujurnya tidak terlalu berpengaruh terhadap aku, tapi kalau perkataan dia bisa membuat Rio jadi tegang begini... jangan-jangan Rio dan yang lain juga diancam sama dia?
Masa sih dia bisa pegang rahasia satu kelas?