"Ya udah, gue tinggal ya," kata Kak Dino.
Dia menyempatkan diri untuk melempar sebuah senyum ramah yang tentu saja kubalas.
‘Cowok ramah kayak gini yang mesti disimpan, bukan yang ramahnya image doang kayak–ehem, Bintang, ehem. Sori, lagi musim batuk.’
"Nah, pesanannya apa nih?" ujar si Dewi Cabe sambil memandang Bintang dengan mesra.
"Ahem. Tes, tes, satu, dua." Dewi berbalik padaku dengan muka sebal. "Oh, ternyata lo bisa denger gue. Jus jeruknya satu dong."
"Dua," timpal Bintang, bibirnya merekah.
"Oh, iya." Dewi tersenyum palsu ke arahku saat menerima menu yang disodorkan Bintang tanpa melihat sedikit pun ke arahnya.
Saat aku baru mau mengembalikan menu ke dia, dia malah pergi.
"Mbak, menunya kelupaan!" teriakku sampai Kak Dino mengalihkan matanya padaku, lalu ke Dewi yang tiba-tiba mematung di tengah ruangan.
Dia berbalik perlahan lalu meroket kembali.
"Makasih, mbak."
Aku hanya mengangkat bahu mendengar penekanan di kalimatnya. Aku juga bisa merasakannya merampas menunya dari tanganku. Bintang terkekeh pelan di depanku. Aku melipat tangan, lalu menatapnya penuh arti.
"Apa lo lihat-lihat?"
"Lo emang magnet cabe, ya. Cabe di rumah lo habis, ya?"
"Kalo gue magnet cabe, lo yang ketarik sama gue apaaa?"
Aku terdiam, hampir menganga. Lalu aku berdiri, badanku melayang di atas meja saat aku meraih tudung hoodie-nya. Aku menariknya sampai mukanya tertutup.
"Oi, lo apakan cowok lo?"
"Lu diam sana. Gue ngerasa panas liatin lo!"
"Ingin 'ku teriak~..." nyanyinya sambil memegang mikrofon yang tidak terlihat, tangan yang satu mengelus dadanya yang "sesak".
"Ingin gue cabut mulut lo," gumamku sambil melihatnya bertingkah terus.
Aku terus memandanginya sambil menunggu minuman kami. Dia juga kayaknya tidak ada kerjaan lain, karena dia ikutan melihatku. Bedanya dia tersenyum; aku tidak.
"Dua jus jeruk untuk dua orang favorit gue," ujar Dewi yang menurunkan pesanan kami dari nampannya, otomatis menghentikan kompetisi menatap kami.
Bintang langsung membuka tudungnya. Semangatnya menonton kami terpampang jelas pada ekspresinya. Memangnya dia kira kami bakal langsung main jotos?
‘Tapi kok Dewi tiba-tiba berubah sikap? Apa jangan-jangan dia ada kembarannya? Atau dia bipolar? Ngasih gue senyum, sebut gue favorit dia, gak ada tingkah aneh lainnya... padahal Kak Dino lagi layanin orang lain.’
Ada yang ganjal nih.
Aku mendekatkan gelas tinggi di depanku dan langsung menangkap setetes cairan oranye di dinding bagian dalam gelas. Aku menggunakan jari telunjukku untuk mencolek dan mencobanya.
‘Heh. Cabe kok ngasih cabe.’
Saat aku mengangkat kepala, mataku langsung berpaut dengan Dewi yang ekspresinya tegang. Aku memberinya senyum ekstra lebar.
"Bin, tukar dong~..." bujukku.
Bintang menaikkan salah satu alisnya, "Ini udah gue cap."
"Entar tinggal tukar sedotannya. Gimana? Plis?" Aku memanyunkan bibir untuk efek yang lebih dramatis.
Aku jadi merasa sedikit bersalah karena dia setuju tanpa satu kata pun lalu langsung menukar minuman kami dan sedotannya. Rasanya seperti menipu anak kecil...
‘Maaf, ya. Tapi ini bisa juga disebut melawan dua cabe sekaligus. Siapa suruh dia nyebelin.’
Bintang mengumpat setelah meneguk jus "jeruk" itu dalam satu tarikan panjang. Aku kaget, tidak menyangka dia bakal minum sebanyak itu.
"Ini apaan?!" katanya sambil memandangku dengan tatapan menuduh.
Aku memasang muka Tak Berdosa terbaikku, ditambah muka Gak Tau Apa-Apa. "Maksud lo? Itu kan jus jeruk yang kita pesan?"
Seperti yang kuduga, Dewi langsung melesat ke sisi Bintang layaknya seorang mantan yang gagal move on. Hehehe.
"Bin, lo gak papa kan?" tanyanya cemas sambil menyentuh pipi Bintang.
Bintang mengernyit lalu menepis tangannya. Rasa bersalahku makin kuat saat mata Dewi memancarkan sinar sedih.
"Lo masukkin apa ke minumannya Adora?"
Dewi menggeleng, "Gue gak masukkin apapun!"
"Terus kenapa rasanya seperti dicampur sambal? Lo bisa jelasin?" Gelora amarah Bintang malah makin menjadi-jadi.
Pengunjung lain mulai melirik ke arah kita. Kak Dino juga mulai bangkit dari kursinya.
"Bin," panggilku, tapi dia tidak balik.
"Gue gak tau kenapa bisa gitu! Mungkin aja Meika salah campur. Minumannya kan bukan gue yang bikin?!" bantah Dewi.
"Alasan aja lo!"
"Dewi, apaan lagi nih?" tandas Kak Dino.
"Nih, coba lo minum jus ini. Dia pasti udah campurin sesuatu," kata si Bintang sambil mengusap-usap bibirnya.
"Astaga, Bin. Dia mungkin cinta mati sama lo, tapi gak sampai mau masukkin obat kali!" ujar Kak Dino secara komikal.
"Bukan obat, goblok! Sambal! Cabe!" cerocos Bintang tak henti-henti.