"Dor, temenin gue makan, yuk," ajak Leila, memeluk perutnya yang keroncongan.
Kaka melompat satu langkah mendekati Leila, lalu berdeham.
"Iya, iya, gue traktir," kata Leila sambil memutar bola matanya.
Wajah Kaka langsung cerah seketika dan aku hampir tertawa melihatnya, "Rio, denger gak?! Leila mau traktir kita nih!"
"Buset!" Leila sontak menyikut perut Kaka yang langsung membungkukkan badannya dalam kesakitan. "Ngapain lo panggil-panggil dia?!"
"Kita kan... sepaket, Lei," gumam Kaka.
"Gue boleh ikut gak?" tanya Bintang dengan senyum mempesona yang tidak berefek pada Leila.
"Tapi lo bayar sendiri, ya," cetus Leila, menunjuk Bintang dengan telunjuknya.
"Sip... Biar gue aja yang nanggung Adora sekalian," cengir Bintang.
Mataku menyipit seketika, tapi Leila sudah mengambil kesempatanku untuk berbicara.
"Gue aja. Yang pertama ngajak dia kan gue," dengkus Leila. "Lo urus aja diri lo sendiri."
"Ya udah, serah lo aja." Bintang melirik ke arah Adora, "yang penting gue tetep makan sama dia."
"Entar lo ajak aja dia jalan berdua sama lo, ribet banget," timpal Leila kesal, "sampai harus rebut girl time kita."
"Kaka juga mau habisin quality time sama kalian berdua!" Kaka mengangkat kedua tangannya, penuh semangat.
"Gue kan bilang girl time!"
"Iyah, makanya Kaka bilang quality time, soalnya Kaka dan Rio kan bukan cewek," ujarnya sambil memegang tangan Rio yang memasang tampang aneh.
"Haduh! Pusing amat! Cepetan, pesan Grab," perintah Leila pada Kaka yang mulai manyun.
"Naik mobil gue aja, biar gue bisa anter Adora pulang nanti."
"Ya udah, cepetaaaaan!" gerutu Leila.
"Lo kalo laper bawel kayak dia juga?" tanya Bintang.
"Kadang-kadang aja," jawabku dengan senyum kecil yang melengkung di bibirku.
"Semua cewek sama aja..." desahnya. "Untung sayang."
Dia mengedipkan sebelah matanya pada Rio yang otomatis menggaruk tengkuknya sambil memalingkan pandangannya. Setelah Bintang beranjak untuk mengambil mobilnya, Leila mencuri pandang ke arah Rio dan mataku langsung tertuju pada Kaka yang ternyata sudah menatapku dengan mata bulat yang penuh arti.
Kami berdua tersenyum lebar.
[. . .]
"MacD! MacD! MacD!" seru Kaka dan aku kompak.
"KFC gak mau?" tanya Bintang tanpa menghiraukan pelototan Leila.
"Emm... gak deh! Aku mau Oreo McFlurry-nya!" timpal Kaka sambil membasahi bibir dengan lidahnya. "Rinduuu!"
Aku jadi teringat akan ayam spicy MacD, apple pie, dan menu spesial Asia yang baru aku lihat di televisi. ‘Jadi ngiler...’
"Gak mau makan di warung aja?" gumam Leila.
"BOSAN AMAT!" rengek Kaka. "Kapan lagi Leila traktir kita?!"
"Gue awalnya cuman mau traktir Adora, lo aja yang pada ngekor terus, pada minta dibeliin makanan, bawa-bawa Rio lagi! Lo sengaja mau buat dompet gue kosong, ye?!"
"Iih! Pelit!"
Kini Leila dan Kaka meluncur ke dalam sebuah argumen konyol yang dipenuhi alasan-alasan tidak logis yang mampu menarik pikiranku dari suasana hatiku yang tidak tenang.
‘Gue kenapa sih? Jangan-jangan ada barang gue yang ketinggalan nih?’
"Lo kenapa? Muka lo serius amat kayak lagi nahan boker aja," ungkap Bintang.
Tiba-tiba mata Bintang membulat. Aku menyipitkan mataku tidak senang.
"Gak lah! Gue cuman... ngerasa gak tenang aja. Kayak ada yang kelupaan atau ada yang bakal terjadi... gimana gitu..."
"Hm... paling lo cuma parno doang," kata Bintang sebelum kembali fokus ke jalanan di depannya.
"Gue tuh orangnya gak parno amat, jadi pasti ada hal buruk nih yang bakalan terjadi," jelasku dengan suara pelan.
Bintang terkekeh, "Udah... nyantai aja kali. Bentar kalo udah makan pasti tenang."
"Kali ya," gumamku.
"Dasar bocah tengik! Ini juga best man-nya, bestie-nya, apalah! TURUN KALIAN DI JALAN!" pekik Leila dengan teriakan penghancur telinga.
Aku mengusap-usap telingaku dan menekannya agar berhenti berdenging, setelah itu kulakukan hal yang sama pada telinga Bintang.
‘Dia kan lagi nyetir, kalau dia tiba-tiba lepas tangannya, gimana dong?’
"Duh, mesra amat..." rengek Kaka sambil memangku dagunya dengan kedua tangan. "Kaka kapan?"
Tawa Rio meledak, hampir mempengaruhi Leila untuk melepas tawanya pula.
"Lo main sama geng gue aja nanti, siapa tau ketemu jodoh lo," cengir Bintang.
"Paling dapat cewek gila," timpal Leila.
"Daripada dapet preman?" Bintang tersenyum menggoda ke arah Rio yang berpura-pura tidak melihatnya.
"Maksud lo?" balas Leila dengan nada bersirat ancaman.
"Nyampe, nyampeee! Kita udah nyampe, yay..." ujar Bintang yang seketika selamat dari Leila.
Bintang tidak menghabiskan waktu lama untuk turun dari mobil dan untungnya tidak lupa membukakan pintu mobil untukku.