Kamarnya sepi mencekam. Pikirannya silih berganti, yang berikut semakin kacau dari yang pertama. Dia tidak ingin membuka matanya. Hal itu hanya akan membuatnya pening.
Lagipula, apa yang akan dia lihat?
Hanya kamar kosong. Rumah kosong. Tidak ada yang menemaninya.
Tidak ada yang peduli.
Papanya mampu menghidupinya, mampu memberinya pendidikan yang layak. Tapi dia merasa tidak berhak menerimanya. Apa papanya bahkan tahu kalau dia mempunyai anak? Tentu saja dia tahu. Dia kan bekerja untuknya.
Tapi memangnya dia melakukannya secara tulus? Bukannya karena itu memang kewajibannya?
Yah, setidaknya itu lebih baik daripada lari dari tanggung jawabnya. Daripada membuangnya.
Kenapa papanya belum membuangnya? Apa dia masih berguna? Memangnya apa yang dapat dia berikan pada papanya?
Dia bahkan tidak bisa memperbaiki keluarga yang dirusaknya.
Tok, tok, tok.
"Non, ini Bi Indah. Nona masih gak mau keluar? Sarapannya gimana dong Non? Non gak lapar? Non gak kenapa-napa kan?" sahut Bi Indah, satu-satunya orang yang mungkin peduli padanya.
Ah, tapi untuk apa? Untuk apa peduli pada orang seperti dia?
Lebih baik kalau dirinya menghilang dari dunia. Dia yakin tidak akan ada yang merindukannya. Mereka akan melanjutkan hidupnya masing-masing.
'Gapapa. Gapapa kok.' Dia tersenyum pahit. 'Ini bakalan berlalu.'
Sinar matahari memantul dari benda perak yang berada di lantai di depannya. Dia menggigit bibir bawahnya dan menutup matanya lagi.
Di hadapannya, ponselnya yang tergeletak bergetar.
|Dor| - Chan
|Dor| - Chan
|Dor| - Chan
|Lagi ngapain nih? :3| - Chan
[. . .]
"Adora bolos, woy," kata Leila saat Bintang memasuki kelasnya.
"Lo serius?" Bintang menaikkan sebelah alisnya. "Lo gak sedang nyembunyiin dia dari gue kan? Lo bercanda nih? Gue beneran butuh dia sekarang."
Mata Leila melotot dan dengan cepat Bintang menyesali ucapannya. Leila langsung mencengkeram kerah baju Bintang dan menggoyangkan badannya dengan tenaga yang hebat.
"Ngapain juga gue nyembunyiin diaaaa! Mikir dulu dong, mikir!" Leila menghempaskan badan Bintang dengan desahan panjang. "Emang lo mau apa sama dia?! Nyari pacar kayak nyari oksigen aja."
"Preman cewek kayak lo mana ngerti cinta muda," celetuk Alex di belakang Bintang tanpa berpikir panjang.
Bintang langsung menepi dari jangkauan Leila dan menyaksikan Leila menarik lengan Alex sebelum memelintirnya.
"ADAW!!! BIIIN! SAVE ME!"
"Ingat, lo sendiri yang menggali lubang kubur lo," balas Bintang enteng.
Bintang mengeluarkan HP-nya dan dengan gemas mengirim pesan pada Adora.
|Lo kok gak dateng sih?|
|Padahal gue ada berita bagus.|
"Sayang banget..."
"Emang lo kenapa nyariin Adora? Lo ada surprise gitu buat dia?" tanya Rio penasaran.
Bintang tersenyum puas, "Gak sih... gue cuman mau ngasih tau dia kalau dia gak perlu khawatir lagi dengan Citra dan kroni-kroninya."
"Kenapa lo bisa yakin gitu?" sahut Leila sambil mengerutkan dahinya. "Lo pikir Citra bakal mudah dihentiin?"
"Papanya sudah tau kelakuan asli Citra dan sekarang dia sedang dikurung di rumahnya. Kroni-kroninya juga udah gue peringatin, jadi mereka gak bakalan berani lagi ngapa-ngapain Adora." Bintang tersenyum tipis.
Rio ingin bertanya mengenai sesuatu yang mengganggunya, tapi dia tidak ingin mendengar jawaban Bintang yang mungkin akan meresahkannya.
Melihat wajah Rio, Bintang tertawa.
"Lo mikir yang enggak-enggak ya? Ya udah, kalau gitu gue balik dulu. Dah."
Leila dan Rio hanya mengangkat tangan mereka. Alex pun mengambil kesempatan untuk kabur dari lilitan Leila.
"Bin! Lo gila ya?! Bisa aja lo ninggalin gue sama cewek bar-bar itu!"
Bintang terkekeh, "Ya bisa aja, kan?"
"Dih! Tega amat sama saudara sendiri!"
Di tengah perjalanan menuju kelas mereka, HP Bintang berbunyi menandakan adanya panggilan masuk.
"Jangan jawab kalo nomornya gak dikenal," saran Alex yang mengintip dari atas bahunya.
Bintang sengaja mengangkat teleponnya untuk membuat Alex jengkel, "Halo?"
"Ini Bintang?"
'Suara cewek,' batin Bintang. "Iya. Ini dengan siapa?"
"Gue Chandra, sepupunya Adora. Dia masuk sekolah gak?"
Bintang mengerutkan dahinya, "Enggak."
"Ini mungkin cuman perasaan gue aja, tapi semoga aja gak terjadi beneran," gumam Chandra pada dirinya sendiri.