ADR: Artificial Distance Relationship - Hubungan Jarak Buatan

WN Nirwan
Chapter #6

Deposisi

Sepotong lengan sebatas siku menggantung pada pembatas balkon. Di bagian siku lengan tersebut, terdapat sebuah kotak berpendar yang mirip sekali dengan kotak tempat RLR berasal.

 

“Cantik, aku naik ya,” kata suara yang berasal dari kotak tersebut. Suara RLR.

 

Rindu tak mengatakan apa-apa saat lengan tersebut berayun ke atas, lalu mendarat di lantai balkon dengan posisi telapak tangan menempel pada lantai. Rindu ternganga dengan mata tak berkedip saat pemandangan mengejutkan berikutnya disuguhkan padanya.

 

Dari dalam kotak tersebut, keluarlah bagian-bagian tubuh lainnya. Mulai dari bahu, leher hingga kepala RLR dan sebelah lengannya yang lain. Kemudian menyusul bagian dada, perut hingga bagian bawah tubuh.

 

Mula-mula bagian-bagian tubuh RLR yang keluar setelah lengan pertama tersebut—termasuk kepala—tampak gepeng dan lunglai. Namun, tak lama kemudian bagian-bagian tubuh tersebut menggembung seperti balon yang ditiup, hingga menyerupai manusia pada umumnya.

 

Proses tersebut memakan waktu setengah menit. Selama itu pula, Rindu tak bersuara mau pun bergerak karena masih terpana melihat proses pembentukan tubuh yang komikal itu. Setelah tubuh RLR terbentuk sempurna, barulah Rindu bereaksi atas pemandangan yang cukup mengerikan—dan menggelikan—itu. Reaksi yang sangat wajar dari seseorang yang baru pertama kali melihat wujud awal RLR.

 

“Cantik?” panggil RLR saat mencari-cari Rindu. Terakhir kali, ia mendengar pekikan tertahan wanita itu saat ia masih menggantung di pagar balkon.

 

Rindu tak menjawab. Saat RLR berbalik, pria jadi-jadian itu melihat Rindu tergeletak di lantai dengan mata terpejam. Pingsan.

 

***

 

“Dia meretas ponselmu. Bagaimana bisa?” tanya Regina seraya menyerahkan ponsel Roman pada pemiliknya.

 

“Pria itu pasti salah satu mesin atau robot ciptaan Ridwan. Aku tahu si kurus itu memang genius, tapi aku tidak tahu kemampuannya sudah sejauh itu,” jawab Roman yang sebenarnya tak menjawab pertanyaan Regina.

 

“Kau tidak berniat memanfaatkannya? Maksudku tentu saja robot itu. Bayangkan, apa yang bisa kau lakukan jika bisa menguasainya. Tentu saja aku akan membantumu menaklukkan dia,” tanya Regina lagi.

 

“Kalau kau sudah bisa menguasai robot itu, artinya kau lebih hebat daripada Ridwan dan ciptaannya itu. Jadi, untuk apa lagi aku memiliki benda itu jika kau sudah ada di sisiku?” balas Roman diikuti senyuman tipis.

 

Regina tergelak. Pujian itu membuat wajahnya sedikit bersemu. 

 

Apartemen Roman malam itu hanya dihuni oleh Regina dan Roman sendiri. Regina sebenarnya hanya berkunjung untuk menyerahkan ponsel Roman yang sudah diperbaiki usai diretas dan diacak-acak siang tadi. Namun, Roman meminta Regina agar menginap. Sebab, ada beberapa hal yang hendak mereka bicarakan.

 

“Jadi, kau tetap akan menemui wanita itu besok?” tanya Regina sambil menerima minuman dari Roman. Ia mengganti topik karena memang penting untuk dibicarakan dengan Roman.

 

Regina duduk di sofa dengan dua kaki diletakkan di atas meja di depannya. Sedikit urakan, namun Roman tidak pernah mempermasalahkan tingkah wanita bepakaian serba jeans itu.

 

“Tentu saja. Aku dan Ridwan terikat perjanjian. Bagaimanapun, aku harus mematuhinya,” jawab Roman. Ia duduk di sebelah Regina dengan gelas minuman di tangan.

 

Lihat selengkapnya