ADURA

Deany Na
Chapter #2

Bab 1 - Pembunuh Gurun Pasir

"Nona Yena! Segera keluar! Yang Mulia memanggil Anda sekarang juga!"


Seorang lelaki muda berdiri kikuk di depan rumah panggung dari kayu tua. Bajunya lusuh, kaus berkerah tali dan celana selutut sudah berdebu. Terik matahari membuat keringatnya mengalir deras, namun suaranya tetap nyaring—terdengar genting, seperti membawa kabar buruk dari istana.


"Ada apa?"


Suara tenang itu membuatnya terlonjak. Yena muncul dari belakang rumah, tangan masih memegang kendi air. Wajahnya teduh, namun tatapannya mengandung tanya. Rambut panjangnya diikat seadanya. Ia mengenakan pakaian setelan gurun yang simpel—tanpa rok, tanpa hiasan, tanpa basa-basi.


Pelayan itu buru-buru membungkuk. "Ma-maaf, saya kira Nona ada di dalam..."


"Tak perlu terlalu sopan. Langsung saja. Kenapa kau datang?"


Ia menelan ludah. "Yang Mulia Raja Firan menitipkan pesan. Beliau ingin Anda datang secepatnya."


Yena diam sesaat. Angin gurun berhembus lembut. Senyum tipis muncul di bibirnya.


"Baik. Katakan aku akan segera datang."


Lelaki itu mengangguk cepat lalu pergi terburu-buru. Yena mematung sejenak, menatap langit gurun yang membakar, seperti menyimpan firasat akan badai yang akan datang.


“Sepertinya... menarik,” gumamnya.


🍂🍂🍂


Langkah Yena mantap menuju Istana Altair. Ia mengenakan atasan tenun dari bulu domba—lengan pendek, dilapis kaus putih ketat yang membalut tubuh rampingnya. Celana panjang hitam dan ikat pinggang kulit tua melengkapi penampilannya. Kata si tukang jahit, setelan itu setara harga tiga ekor unta.


Rambutnya diikat rapi seperti untaian rantai, dipadukan pita hitam dari bahan langka konon berasal dari Hutan Terlarang. Penyamun yang menjualnya bilang: tahan panas, hujan, bahkan tusukan belati.


Yena bukan orang asing di kota ini. Semua mengenalnya. Terutama karena dua pedang legendaris yang tergantung di punggungnya—Er’dura. Pedang yang tak bisa dimiliki siapa pun... kecuali mereka yang dipilih.


Saat Er’dura memilih Yena, Raja Firan memberinya gelar: Pengawal Pribadi Raja.


Ia bersumpah:


➤ Siapa pun yang menyakiti Yang Mulia, adalah musuh abadiku.

➤ Aku bersedia menggadaikan nyawa demi keselamatannya.

➤ Jika aku berkhianat, Yang Mulia berhak menuntut kepalaku.


Itu bukan sekadar sumpah. Itu adalah ikatan suci. Simbol kepercayaan yang tak tergoyahkan.

Lihat selengkapnya