"Ive, bisakah kamu menunggu di sini sebentar?" Sang Ratu memandang Ive, bersuara dengan nada penuh keramahan.
“Sa-saya?” Ive menunjuk dirinya sendiri, wajahnya memucat setengah bingung, "tentu saja Yang Mulia, saya akan menunggu di sini," lanjut Ive, terlihat Ratu Onera menyunggingkan senyum.
Sang Ratu berjalan menuju ke sebuah lorong dalam kastil, beliau melambaikan tangan pada Hazard, "Kemarilah ... ada yang ingin aku tunjukan padamu."
Hazard mengerjap, lekas berlari kecil mengekori Sang Ratu. Dinding kastil dipenuhi ukiran kuno; sulur-sulur tanaman dan siluet binatang terukir rapat, seolah setiap langkah mereka menelusuri lembaran kitab batu.
Ratu Onera berjalan menuju pintu dari batu. Beliau mengambil sebuah batu berwarna biru tua dari balik pakaian suteranya. Batu itu berbentuk lingkaran pipih dengan ukiran simetris pada tubuhnya. Tatkala batu dipasangkan pada rongga dalam pintu, pintu tersebut seketika terbuka.
Tanpa berkata Hazard berjalan beriringan dengan Sang Ratu, menelusuri jalan setapak dari kerikil halus. Hingga mereka sampai di sebuah padang rumput, tak ada satupun pohon tumbuh di sana selain satu pohon besar menjulang tinggi dengan batang yang melebar.
Di bawah naungan akar pohon, puluhan tengkorak bertebaran. Ada yang rapuh jadi debu, ada pula yang masih menyisakan wajah utuh—terlalu mirip dengan Tuan Kaide hingga membuat Hazard tercekat.
"Hazard, apakah kamu tahu mengapa aku membawamu kemari?" tanya Ratu Onera, pandangannya tak lepas dari pohon besar yang menjulang.
"Saya ... tidak tahu Yang Mulia."
Ratu tersenyum tipis kemudian berbalik badan menatap Hazard, "Sudah saatnya aku memberitahumu tentang Pohon Kehidupan."
Membalas tatapan Sang Ratu, Hazard merasa akan ada satu hal penting yang terungkap tentang pohon besar penuh kenangan ini.
Sang Ratu melangkah sekali, memunggungi Hazard, memulai percakapan, "Hazard, kamu pasti ingatkan, sebelum kamu ... ada adikku Ruar'vrede yang mengabdikan separuh hidupnya demi menjaga Pohon Kehidupan tetap hidup dengan baik. Dia tidak peduli bahaya apa yang mengintai, hingga pada suatu hari ia harus tidur panjang untuk memulihkan diri akibat luka dari pertempurannya dengan bangsa Manusia."
"Bagaimana mungkin manusia lemah seperti mereka mampu melukai Kakek Vrede?" Menatap kepalan tangannya sendiri. Hazard sungguh baru mengetahui kenyataan ini, ia pikir Kakek Vrede tidur karena memang sudah waktunya, namun rupanya dugaan Hazard melenceng.
"Manusia memang lemah secara tubuh, tapi jiwa mereka rakus. Mereka menjalin persekutuan dengan kegelapan, bahkan tidak segan menjual jiwanya hanya untuk kekuatan yang tidak mereka ketahui." Ratu Onera menghela napas, mengenang moyang Hazard terdahulu.
Angin berhembus kencang, sepucuk daun tertangkap oleh Hazard. Mendengar penuturan Sang Ratu, jari-jarinya mengepal hingga buku-bukunya memutih.
Ratu Onera berjalan menghampiri Hazard, mengambil sepucuk daun yang hampir di remas oleh Hazard, "Tenanglah, kamu tidak perlu semarah itu. Memang banyak sekali makhluk perusak di muka bumi ini. Namun, aku tidak mau menutup kemungkinan bahwa masih ada makhluk baik di luar sana."
"Nenek ...." Hazard tak sanggup meneruskan kalimat karena melihat garis lengkung pada kedua netra Sang Ratu. Di sana Hazard menemukan ketulusan dari sebuah senyuman.
"Hazard, semua manusia pasti memiliki keinginan terdalamnya. Sebagai manusia, apa keinginan terdalammu?" tanya Sang Ratu, beliau memunggungi Hazard kembali.
"Tidak ada."
Ratu menoleh, terkejut dengan jawabannya. Sangat tidak di sangka-sangka keluar dari mulut Hazard, "Tidak ada?"
"Karena Nenek menanyakan keinginan terdalam saya sebagai manusia, tentu saja tidak ada. Tapi jika Nenek menanyakan keinginan terdalam saya sebagai Elves, tentu saja ... Nenek juga tahu, apa keinginan terdalam saya," tutur Hazard menjawab dengan serius.
Ratu Onera hampir tertawa mendengar jawaban tulus dari Hazard. Bagaimanapun, Ratu sangat mengerti mengapa Hazard berkata demikian. Sejak bayi, Hazard sudah tinggal dan tumbuh di Negeri Alatar, wajar saja jika ia tidak begitu peduli dengan status manusianya.
"Pantas saja Vrede memilihmu sebagai pengganti dirinya. Ayo, ikuti aku. Ada yang ingin aku tunjukan lagi padamu." Kali ini Ratu Onera menunggu Hazard supaya berjalan beriringan.
Mereka memasuki hutan rimbun yang di dalamnya tidak ada satupun elves maupun peri berlalu-lalang di sekitar, hanya ada binatang-binatang kecil berlarian ketika langkah demi langkah Hazard dan Ratu semakin masuk ke dalam hutan.