ADVENTRIX

Cassandra Reina
Chapter #4

Tora

Kereta api Adventrix memiliki tujuh gerbong. Gerbong satu adalah ruang pertemuan bernuansa kayu, dengan sofa panjang berwarna ungu yang saling berhadapan, diantaranya ada sebuah meja cokelat dengan berbagai macam menu pembuka acara ini—tumpukan kartu berwarna biru yang ada di kotak di tengah meja. Pembawa acara akan menyebarkan kartu-kartu itu di meja, lalu para pax harus menjawab pertanyaan yang tertera pada kartu. Ini adalah sesi perkenalan. 

Jendela-jendela di belakang kursi penumpang berhiaskan gorden putih dengan rangkaian bunga artifisial berwarna kuning. Ruangan itu sendiri berbau lavender, meski mereka tidak akan bisa menemukan bunga lavender di sisi mana pun di dalam ruangan ini. Pasti dari aromaterapi yang disembunyikan entah di mana, pikir Clara. 

Gerbong dua adalah restorasi—ruangan berisi deretan meja makan untuk para penumpang, juga dapur kecil di sudut gerbong itu. Para pax mendapat jatah makan gratis. Warna hitam dan biru tua mendominasi gerbong ini. Makanannya sendiri tersimpan rapi di dalam lemari metalik dengan banyak laci.

Gerbong tiga adalah ruangan bagi pax perempuan. Semua pax akan mendapat kompartemen kecil yang berisi kasur tidur, bantal, selimut, dan lemari kayu. Gerbong itu berisi delapan kompartemen. 

Gerbong lima adalah ruangan bagi pax laki-laki dengan interior yang serupa dengan gerbong tiga, diisi delapan kompartemen. 

Gerbong empat dan enam adalah area santai. Kedua gerbong ini tidak memiliki tempat duduk. Hanya hamparan rumput artifisial, juga kotak-kotak kayu berisi buku dan alat musik, atau benda apa pun yang diperlukan untuk permainan. Jika gerbong empat bernuansa cerah.

Gerbong enam lebih terkesan gelap karena pemilihan warna biru tua pada dindingnya. Jendela dalam gerbong ini berbentuk oval, berbeda dengan gerbong-gerbong lain yang lebar dan berbentuk persegi panjang. 

Para kru TV berbagi gerbong dengan petugas kereta api di gerbong tujuh yang memiliki delapan kompartemen.

Kereta mewah ini berangkat pukul delapan lewat lima belas menit. Kini, para pax mendapatkan kartu biru mereka di gerbong pertemuan.

"Baiklah," Aguin memulai. "Sembari menunggu kereta ini sampai ke Stasiun Deinrow, pemirsa di rumah tentu ingin mengenal lebih dekat pax musim ini. Tapi sebelumnya aku ingin memberitahukan, sepanjang perjalanan, pax yang berhasil menyelesaikan tantangan akan mendapat poin yang bisa ditukar dengan uang di akhir acara. Satu poin bernilai sepuluh ribu reed. Poin ini juga bisa digunakan untuk membeli kostum atau apa pun yang dibutuhkan untuk meningkatkan performa selama acara berlangsung.” Aguin tersenyum melihat kamera. “Sekarang, Mari kita mulai perkenalannya! Lasha, silakan!”

Lasha tersentak. "Aku?" Mata bulat Lasha berbinar melihat Aguin. "Baiklah. Em ...." Pandangannya menyapu wajah-wajah di sekitarnya. "Namaku Lasha. Dari desa Munia. Umurku delapan tahun. Aku kelas dua SD. Dan aku suka sekali menari." 

Aguin terlihat kagum. "Tarian apa yang kau bisa?" 

"Oh." Lasha melihatnya sebentar. "Aku sebenarnya seorang balerina." 

Pax lain tampak menaruh perhatian lebih sekarang. Sementara Kei bertepuk tangan, disusul Dianne yang masih tersenyum lebar melihat Lasha yang kelihatan sekali menikmati perhatian itu.

"Kalau begitu. Sepertinya harus ditambahkan dalam agenda kita, permainan menari!" komentar Aguin. 

Lasha tertawa.  

Clara tersentak. Permainan menari? Apalagi ini? Tidak. Tidak boleh ada permainan menari! berontaknya dalam hati. Jangankan menari di depan banyak orang, dia bahkan tidak pernah menari untuk dirinya sendiri. 

"Sekarang, boleh kuminta kartu itu?" Maksud Aguin adalah kartu biru yang tertekuk di genggaman Lasha. 

Lasha melihat kartu di tangannya. "Oh, maaf. Aku tidak sengaja!" katanya saat menyerahkan kartu itu pada Aguin. 

"Tidak apa-apa," tegas Aguin. "Peserta lain merobek-robek kartu ini sampai menjadi serpihan karena tidak suka pertanyaannya." 

Tidak ada yang tertawa. 

Aguin memahami keheningan itu, kemudian memecahkannya dengan tawa. "Oho. Ayolah! Aku cuma bercanda!" 

Tawa pun mulai terdengar. 

Lasha sendiri masih merasa bersalah menatap kartu birunya. 

"Pertanyaannya adalah .... Siapa Frederick Earby?" 

"Frederick Barbie?" 

Tawa kembali pecah. Lasha jadi ikut tertawa. 

"Sungguh Lasha. Penonton di rumah pasti sudah gemas ingin mencubitmu sekarang. Dengarkan aku!" Aguin mendadak serius. 

Lasha menelan ludah. Khawatir. 

Lihat selengkapnya