ADVENTRIX

Cassandra Reina
Chapter #11

Elemen Sihir

Di belakang Feronica, duduk laki-laki bermantel cokelat tua, mengenakan topi bulu, sedang minum kopi juga. Dilihat dari puncak kepalanya yang sejajar dengan garis teratas jendela, Duncan menyimpulkan tinggi orang itu tidak akan jauh berbeda dengannya. Maka Duncan bergegas memberi tahu Tora. Tora mengangguk setelah melihatnya. Dia mengamati setiap detail wajah orang itu. Hidungnya besar dan mancung. Bibirnya tipis dengan sedikit kumis dan jenggot di sekitarnya. Matanya yang sendu tampak memerhatikan suasana di ruangan itu sembari menghabiskan kopi. 

Duncan menoleh melihat Tora, menunggunya bicara.

"Ya. Kita baru saja menemukan kandidat pertama." 

"Aku akan mencari tahu tentangnya," ujar Duncan, lalu melangkah pergi. Dalam sekejap, dia sudah terlibat pembicaraan dengan kru TV. Tora kembali memerhatikan laki-laki berbadan besar tadi, lalu buru-buru berpaling saat laki-laki itu menyapukan pandangan ke arahnya. 

"Bagaimana keadaan paman tadi? Yang wajahnya terluka?" tanya Lasha pada Kei yang menawarkan diri untuk mengiris daging di piring Lasha menjadi potongan kecil-kecil.

"Mau saus?" tanya Kei. 

"Iya. Yang banyak." Lasha berbinar melihat saus tomat itu jatuh ke piringnya. "Terima kasih, Paman Kei," ucapnya saat Kei menyodorkan makanan itu untuknya. Dia segera makan dengan lahap. 

"Paman itu sekarang sedang tidur. Tapi kelihatannya sudah lebih baik."

"Aku benar-benar takut," kata Lasha di sela-sela makan. 

"Hey. Bagaimana kalau setelah ini kau menunjukkan tarianmu?" usul Kei. 

Lasha mengangguk. Dia suka menari. Matanya melihat sekeliling. Para kru sibuk makan sembari terlibat dalam obrolan tentang siapa penyihir kereta ini. 

"Aku akan memberi tahu mereka," tukas Kei seolah bisa membaca pikiran Lasha.  

Lasha tertawa geli, sementara Kei tersenyum, menghabiskan minumannya. 


*****


Clara menemukan seorang laki-laki berbadan besar dan mengenakan mantel hitam yang berjalan melewatinya di depan kompartemen, dan menyadari bahwa dia hanya sebahu orang itu. Gadis itu segera memanggil, "Maaf, Pak." 

Laki-laki itu menghentikan langkah, melihat Clara penuh tanya. 

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" 

Laki-laki itu mengernyitkan dahi, mencoba mengingat. "Benarkah?" 

Lihat selengkapnya