Tora mengajak mereka pergi ke ruang pertemuan di gerbong satu. Di sana sepi. Hanya ada satu orang yang makan di ruangan itu. Clara menoleh melihat Tora. Tapi Tora mengabaikannya, mengambil tempat duduk.
"Aku sudah menemukannya." Tora mengeluarkan pisau itu dari sarungnya. Logam itu bercahaya kebiruan. Sebiru lautan. Menenangkan.
"Bagus juga," komentar Feronica, lalu melanjutkan makan.
"Dia tahu?" Clara baru saja duduk. Duncan mengunci pintu di belakangnya, lalu duduk di seberangnya.
"Gadis otomotif enak sekali makan di sini," komentar Duncan.
"Tidak ada yang melarang," balas Feronica.
"Ya. Dia yang membantuku mematikan alarmnya," Tora mengangkat detektor di tangannya.
Clara tampak kagum. Memang jauh lebih keren mematikan alarm perangkat eletronik daripada sekedar mencampurkan obat tidur ke dalam makanan. Dia merasa seperti seorang kriminal sekarang.
"Jadi, dia tidak bisa menyihir lagi sekarang?" tanya Clara.
"Bisa. Tapi tidak akan sekuat sihir es diluar. Sekarang, dia tidak akan bisa menjaga esnya tetap utuh. Besok pagi, es itu akan mencair, dan kita bisa melihat di mana kita sekarang."
"Tapi, bagaimana kalau dia bangun dan menyadari pisau itu sudah tidak ada padanya?"
"Yah. Dia akan memburuku," jawab Tora.
"Aku yang terakhir kali bersamanya," sahut Duncan.
"Kenapa kalian harus sembunyi-sembunyi? Ini kan masalah kita bersama?" celetuk Feronica.
Piringnya sudah bersih. Clara senang saus buatannya enak dimakan.
"Aku tidak ingin orang-orang tahu aku seorang penyihir," jawab Tora.
Feronica tersentak. "Kau penyihir?"
"Ya," jawab Tora. "Di umur tiga tahun, aku membuat pengasuhku pingsan karena mengundang monster-monster kegelapan di sekitarku."
"Tunggu," sela Clara. "Kau penyihir hitam?"
Tora melihatnya sebentar. "Seharusnya ya."