Aero school

Rain Dandelion
Chapter #2

AWAL BERTEMU

Dari kejauhan, sebuah bangunan megah terlihat mencolok diantara gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Itu adalah sebuah sekolah musik terbesar di negeri ini. Aero Musical School.

Terdengar suara raungan motor sport putih memasuki gedung tersebut, membuat beberapa pasang mata mengalihkan atensinya dari kegiatan mereka, demi melihat siapa yang memasuki area parkir.

Setelah memarkirkan motornya, seorang lelaki dengan wajah pangeran terlihat melepas helm dan menyugar rambutnya yang berantakan menggunakan jemari, senyum tampannya tak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang terkesan tengil.

Di boncengan, duduk seorang perempuan dengan tatapan datar tanpa senyum, namun tak mengurangi kadar kecantikan di wajah rupawannya.

Mereka berdua turun dari motor, dan sang lelaki melepaskan helm dari kepala si cewek cantik. Terlihat serasi, namun mereka bukanlah sepasang kekasih, mereka adalah saudara kembar, Divrean Denandra Aerosteen dan Kyliandera Avelyn Aerosteen.

Semua pasang mata tertoleh kearah mereka, jelas sangat di sayangkan jika melewatkan paras rupawan keduanya yang menjadi cuci mata di pagi hari. Mereka terlihat paling menonjol karena mereka adalah anak dari pemilik sekolah ini, Melvion van Dhewn Aerosteen.

"Senyum dikit dong, babe! " Denandra mencubit pelan pipi Avelyn, berharap ada lengkungan di wajah datarnya. Yang dicubit hanya mendengus kecil.

Denan memutar bola matanya malas. "Heran gue punya kembaran kayak lo. Muka triplek, senyuman lo abis di gue semua kalik ya."

"Senyuman gue mahal."

Denan tertawa kecil menanggapi.

"Ini hari pertama lo masuk kuliah, senyum sekali-kali. Lo mau belajar bukan mau ngajak gelut orang."

"Mending lo diem, Den," sarkas Ave yang kembali membuat Denan tertawa keras.

Ini selera humor Ave yang tinggi atau memang kembarannya yang gila, dikit dikit ngakak?

Dari kejauhan tampak beberapa teman Denan berjalan mendekat, membuatnya segera memegang kedua pundak Ave.

"Dah, lo masuk sana. Belajar baik-baik dan jangan lupa senyum dikit."

"Hm, gue masuk dulu."

Tanpa berucap sepatah kata lagi, Ave berlari kecil memasuki gedung utama.

Sesaat setelahnya, tiga orang lelaki mendekati Denan. Salah satunya menepuk pundak Denan dengan kencang.

"Woi! Asek, tumben dateng bareng cewek. Siapa tuh?" Itu adalah Regan, Regano fazoan alendra. Lelaki blasteran Jerman yang memiliki sifat humoris, sama seperti Denandra.

"Itu adek gue, ogeb," jawab Denan sembari menjitak kepala Regan.

"Hm, si ratu es," sahut Vanka. Liu Vanka Brouslan, dia adalah Sahabat Denan yang memiliki sifat paling tenang.

"Ratu es? Maksudnya?" Nah yang satu ini adalah Rovero, Rovero van geald. Berbeda dengan Vanka dan Regan yang sudah berteman dekat sedari SMA, Rovero masuk ke sirkel pertemanan mereka dari masuk kuliah tahun kemarin.

"Itu lohhhh, saudara Denan yang sering kita ghibahin. Avelyn, si ratu es yang dinginnya ngalahin suhu udara di Kutub utara," jawab Regan cengengesan, belum apa-apa pun Regan sudah mengghibah Avelyn.

Rovero hanya ber-oh panjang, sedangkan Denan mendengus kecil.

Itulah alasan kenapa Denan menyuruh Ave untuk segera masuk, ia tak mau merusak mood Ave di hari pertama sekolahnya karena kerusuhan Regan.

"Avelyn cantiknya nggak ketulungan loh, Ver. Jangan sampai naksir, down duluan lo deketin cewek kayak Ave," ucapan Regan di hadiahi jitakan dikepala dari Denan.

"Heh! Lo pikir adek gue apaan?" ucapnya sengit.

"Tuh, lihat. Apalagi pawangnya, yang sekali ngereog seremnya minta ampun," lanjut Regan tak kapok dengan jitakan dari Denan.

"Banyak omong lo, Re!"

"Dah, yuk masuk, kita ke aula. Nontonin dede gemes audisi, pasti cakep-cakep." Tanpa menunggu persetujuan yang lain, Regan sudah memiting leher Denan, menyeretnya masuk ke gedung utama. Di susul Vanka dan Rovero di belakang mereka.


***


Bukan sembarang orang bisa masuk ke sekolah musik tersebut, mereka harus melewati tes audisi yang persyaratannya berat. Harus bernyanyi sesuai kriteria dosen juri dan ahli memainkan musik minimal satu macam. Dan dari ratusan peserta hanya akan diambil 100 murid terbaik setiap tahunnya.

"Gue deg-degaan!" Seseorang berucap heboh di samping Ave, dia adalah Ronsha Alamora. Teman dekat Ave sedari SMA, sama halnya Denan dengan Vanka dan Regan.

"Persiapan lo udah mateng kan? Jadi tenang aja, pasti lulus," timpal Ave sekenanya.

Mereka selalu bersama dari dulu, di mana ada Ave pasti ada Amora, pun sebaliknya. Tiga tahun SMA mereka selalu sekelas, dan sekarang mereka sepakat harus bersama di pendidikan selanjutnya.

"Lo sih enak, pasti lulusnya." Amora mencibir, menoleh ke arah Ave sembari mengerucutkan bibir.

Ave menatapnya malas, tidak tahu saja Amora seberapa rese Daddynya sebulan terakhir ini, kulkas menjadi tempat yang haram baginya-karena Ave suka sekali minum es. Pembantu rumahnya pun dilarang memasak apapun makanan yang berminyak, membuat Ave merasa dirinya lebih disuruh diet paksa daripada menjaga suaranya agar lolos tes ujian masuk.

"Dad cuma mau murid berprestasi di sekolah Dad, jadi nggak akan ada kompensasi meskipun itu putri Dad sendiri."

Ave mendengus kecil ketika mengingatnya, Daddy nya yang menyebalkan. Untung bakat bermusik ayahnya menurun ke dirinya, jadi Ave cukup tenang menghadapi tes masuk.

"Do'a aja lah, pasti bisa. Kan kita mau bareng di sini," ucap Ave yang di balas anggukan semangat oleh Amora.

"Okay! Gue mau do'a paling serius!" Amora semangat mengangkat kedua tangannya, dan berdo'a.

Mendengar do'a yang dibaca Amora, Ave sontak menoleh cepat.

"Heh! Ngapain lo baca do'a masuk WC?" tanyanya heran, telinganya tentu tak salah dengar do'a apa yang di baca Amora.

"Gini nih, kalo jaman kecil nggak pernah ngaji di pak ustadz! Jelas-jelas artinya kan minta dilindungi dari setan laki-laki dan setan perempuan," ucap Amora bangga, yang dibalas tatapan malas oleh Ave. Dirinya pun tahu itu arti dari do'a masuk WC.

Lihat selengkapnya