Aero school

Rain Dandelion
Chapter #19

BOM WAKTU

Karena permintaan dari Ave, sehari setelahnya mereka telah mendarat di Ibu kota dengan selamat. Sebenernya mereka masih memiliki jatah liburan di Bali, tapi karena si kembar pulang awal, mereka semua kompak ikut pulang karena bagi mereka liburan tak akan terasa lengkap jika personilnya berkurang.

Keluar dari bandara, mereka sudah disambut dengan motor masing-masing yang telah diantar oleh pegawai rumah Denan—karena mereka memang menitipkan motor di sana sebelum bersama-sama berangkat ke Bali.

"Lo, jangan naik motor sendiri," ucap Denan kepada Ave. Kaki Denan tidak terluka serius, hanya saja kini kembali terasa nyeri dan dia tidak bisa menyetir motor sendiri. Dan Ave terdiam mendengar ucapan Denan, terus kalau tidak boleh naik motor sendiri ia harus pulang bersama siapa?

Ave menatap teman-temannya yang sudah stay di motor dengan berpasangan. Vanka dengan Jasmine, Regan dengan Amora, Kevan seharusnya bersama Lauren tapi Lauren sudah di jemput orang tuanya, dan sayangnya Denan sudah stay di samping Kevan. Hanya tersisa satu orang yang malas Ave lirik sedari tadi. Rovero.

Lelaki itu ikut pulang tanpa mengabari Clareety terlebih dahulu, toh perempuan itu di Bali bersama teman-temannya. Ave menatap Rovero yang tak mengalihkan pandangan darinya sedari tadi.

Denan terdiam, sebelum kemudian menghela napas kasar.

"Anterin Ave pulang." Ucapan itu terlontar tentu di luar dugaan Rovero, ia kira Denan tak akan sudi mempercayainya lagi.

Ave menatap Denan tajam, ia tak mau berduaan dengan Rovero, namun Denan justru balik menatapnya dengan pandangan meyakinkan.

"Untuk yang terakhir kali, setelahnya jangan harap gue percayain Ave lagi ke lo." Setelahnya Denan langsung melengos naik ke boncengan Kevan.

Rovero tersenyum tipis, setidaknya kesempatan ini harus ia gunakan sebaik mungkin.

Ave menerima helm yang disodorkan Rovero dengan raut datar, memakainya dengan hati-hati karena pipinya masih terluka.

Mereka melaju bersama, membelah jalanan ibukota dengan suasana yang berbeda.

Vanka dan Jasmine yang tentu bercanda mesra dan terlihat paling manis, Regan dan Amora yang tak pernah jauh dari pertengkaran konyol mereka, Kevan yang bersungut-sungut karena Denan sengaja tidur dengan bersandar pundaknya, dan Ave dengan Rovero yang menikmati perjalanan penuh keheningan. Sebelum Rovero mengurangi laju motor dan memutuskan untuk memecah keheningan.

"Avelyn ...."

Ave bergeming, tetap diam menatap jalanan sembari bersedekap dada.

"Ave ..., gue minta maaf," ucap Rovero lagi, memaksa Ave untuk mengalihkan pandangannya dari jalanan dan menatap Rovero lewat kaca spion.

"Buat?" tanya Ave balik dengan nada datar.

"Semuanya." Rovero menatap balik wajah Ave dari spion.

"Bagi gue, kesalahan lo cuma nyakitin Denan yang baru cidera, jadi seharusnya lo minta maaf ke Denan." Ave menghela napas kasar sebelum kembali menatap jalanan yang ramai.

Rovero terdiam. Ia menjadi paham suatu hal, selain pintar mengendalikan ekspresi wajah, Ave juga pintar mengendalikan perasaannya sendiri.

Dan Rovero semakin merasa bersalah dan hilang harga diri di hadapan Ave.

"Hm ..., gue jelas salah soal lo yang ke—"

"Nggak perlu ada yang disalahin di antara kita," potong Ave cepat, tak ingin mendengar kelanjutan ucapan Rovero.

"Kalaupun ada, ya itu diri gue sendiri, udah berharap sama suatu hal yang jelas nggak bisa diharapin," lanjut Ave membuat Rovero semakin tertohok mendengarnya.

Rovero sadar selama ini dirinya terlihat tidak tegas dengan perasaannya sendiri. Ia tertarik dengan Ave, meskipun belum pasti dengan perasaan yang lebih dari itu tapi dirinya ikut sakit ketika melihat Ave terluka, dan ia selalu mengharap dapat membuat senyum bahagia terukir di bibir Ave.

"Gue suka sama lo," ucapnya tiba-tiba dan Rovero sangat yakin ketika mengucapkannya. Ia merasa terlalu pengecut jika tidak mengutarakan hal itu.

Namun respon Ave justru mengangguk-angguk kecil dengan wajah tanpa ekspresi.

"Timing lo kurang tepat."

Rovero kembali terdiam, menatap wajah Ave yang menampilkan raut santai. Sesepele itukah perasaannya sampai tanggapan Ave sesantai itu?

Ave dapat menangkap pertanyaan dari raut wajah Rovero.

"Yakinin diri lo sendiri dulu, hati lo belum sepenuhnya yakin, Rov. Kalau lo sendiri masih ragu, bagaimana dengan gue? Gimana gue bisa jamin kalau omongan lo bukan sekedar omong kosong," ucap Ave dan kembali mengalihkan pandangannya.

"Izinin gue buat usaha ngeyakinin diri lo ..., kalau gue nggak ragu sama perasaan gue sendiri." Permintaan Rovero kali ini Ave jawab dengan keheningan.

Dan diamnya Ave, membuat Rovero justru meragukan kesempatan yang entah masih dimilikinya atau tidak.


Lihat selengkapnya