Keramaian pasar sore dipadukan dengan langit biru yang cerah membuat suasana ramai terasa sangat indah. Terlebih lagi bagi Rovero, dengan melihat perempuan disampingnya itu membuat suasana menyenangkannya bertambah berkali-kali lipat.
Ave terlihat berusaha beradaptasi dengan keramaian sekitarnya. Meskipun begitu, raut senangnya tak bisa ditutupi.
Sudah terlalu lama Ave larut dalam ketidaknyamanannya dengan keramaian. Padahal yang seharusnya, rasa takut itu tidak boleh dihindari, justru harus dihadapi dengan berani.
Dan sekarang Ave bisa menghadapinya.
Keramaian, tak lagi semengerikan dulu.
Setidaknya, suara bising di sekitarnya dapat sedikit meredam suara bising di pikirannya.
"Gue kemana aja ya, selama ini ... " Ave bergumam kecil sembari menatap keramaian di sekelilingnya.
"Nggak ada yang perlu di takutin, kan? Masalalu udah ada di belakang, Ave. Sekarang waktunya lo liat ke depan, berdamai ... Bahagia .... " sahut Rovero tersenyum menyenangkan. Ave ikut tersenyum tipis, ia berpindah berdiri di hadapan Rovero.
"Hm ... Liat ke depan? Di depan gue adanya lo, nih." Ave tersenyum mengejek.
Rovero tertawa kecil. Kedua tangannya terangkat begitu saja memegang bahu Ave.
"Karena gue yang di depan lo, jadi ..., lo berhak bahagia dengan gue di dalamnya, hm?" Rovero ikut tersenyum jahil, mendekatkan wajahnya dengan sengaja. Ave tersenyum miring, mendorong wajah Rovero untuk menjauh dengan telunjuknya.
"Rov, gue mau coba," gumam Ave dengan suara sangat kecil.
"Hah? Apa?" Rovero tak mendengar suara Ave. Namun Ave justru tersenyum kecil dan menggeleng, beralih mendekati stand makanan tradisional.
"Orang sultan kayak lo pasti nggak pernah makan beginian, gue jamin lo pasti suka." Rovero dengan senang mengajak Ave menuju pedagang yang menjual makanan pasar seperti kue pukis, onde-onde, molen. Mereka juga membeli jajanan kaki lima yang murah meriah namun soal rasanya tentu jangan ditanya!
"Ini apa namanya?" tanya Ave menunjuk salah satu jajanan yang dibeli Rovero.
"Ini telur gulung, cobain deh, lo pasti suka." Rovero mengulurkan satu tusuk telur gulung yang langsung diterima Ave dengan senang hati.
"Gimana? Enak, kan?" Rovero tertawa kecil melihat wajah Ave yang terlihat suka.
"Gila, sih. Ini enak banget. Nyesel gue baru tau sekarang ada makanan murah seenak ini." Ave speechless, berasa seperti orang bodoh yang cengo saat pertama kali makan makanan yang super enak. Tangan Ave menyerobot plastik jajan di genggaman Rovero, mengajak Rovero duduk di kursi pinggir jalan. Mereka menikmati makanan bersama sembari menatap langit yang perlahan berubah menjadi senja.
"Lagi?" Rovero menawarkan sepotong kue leker terakhir. Ave menggeleng, perutnya tak sanggup lagi menerima makanan. Ia terlalu keenakan sampai kalap menghabiskan banyak makanan.
Rovero meminggirkan makanan yang tersisa ke pinggir kursi, ikut mendongak menatap langit senja.
Tanpa bisa dicegah, bibir Ave melengkung begitu saja membentuk senyuman manis. Ia menoleh ke arah Rovero. Ave akui, dirinya menjadi banyak tersenyum ketika bersama lelaki ini.
Sejak kapan itu Ave tidak menyadarinya, Rovero selalu menjadi seorang yang selalu di sampingnya ketika dia membutuhkan sandaran.
"Thanks, Rov," ucap Ave pelan membuat Rovero menoleh. Mengernyit sebentar sebelum tertawa kecil kemudian.