Aero school

Rain Dandelion
Chapter #31

SO SWEET

Mereka berjalan beriringan memasuki gedung Aero School. Jalan sedari gerbang sampai parkiran terpantau sepi ketika mereka berdua datang dengan kendaraan yang sama, menguntungkan agar kebersamaan mereka tidak menjadi pusat perhatian.

"Ntar balik ikut gue ke rumah sakit, ya."

Ave menghentikan langkahnya mendengar ucapan Rovero. Astaga, ia hampir saja melupakan persoalan tentang Clareety.

Dan sekarang, mengingat Vanka juga membuat rasa bersalahnya kembali menguar. Ave tidak tahu sudah siap atau belum melihat keadaan Vanka yang belum ada kemajuan sama sekali.

"Nggak usah khawatir. Ada gue." Rovero meraih sebelah tangan Ave dan menggenggamnya.

"Modus." Ave tersenyum tipis dan berjalan mendahului Rovero.

Mereka berpisah di ujung lorong menuju ruang kelas masing-masing. Ketika Rovero sudah tak terlihat lagi, Ave justru mengernyit menatap depan ruang kelas gitar yang terlihat sepi tanpa satu pun mahasiswa, padahal kelas mereka masuk masih 15 menit lagi.

Ave seketika menghentikan langkah di depan pintu, menyadari jika terakhir kali dirinya membuka handphone adalah tadi malam saat membalas pesan Rovero yang akan menjemputnya. Bergegas Ave mengambil HPnya di saku jas.


AMORA :

Kelas Pak Jawa nyebelin dimajuin setengah jam! Omg!!!

Woi! Berangkat! Dah bangun belom?!

Ave?

Avelin?! Are you okay? Tumben lo absen tanpa alasan?


Astaga! Sudah Ave duga. Dirinya telat masuk kelas!

Menghela napas pendek, Ave membuka pintu kelas dan menampilkan raut wajah tanpa dosa. Membuat semua atensi teralihkan menuju dirinya.

"Lho? Tumben telat? Tak kira kamu mau absen kelas saya." Suara Pak Robi dengan aksen Jawanya pun terdengar, membuat Ave merekahkan senyum demi sopan santun.

"Hukum, Pak! Hukum! Meskipun anak pemilik sekolah, tapi telat setengah jam itu bukanlah hal yang dapat ditoleransi!" Siapa yang berani berteriak seperti itu? Tentu saja Amora!

Teman-teman sekelas menatap perempuan itu heran, sedangkan Amora justru cekikikan setelahnya. Kalau bukan sahabat Ave pun mana mungkin dirinya berani memekik seperti itu.

Sedangkan Ave memutar bola matanya malas menatap kelakuan sahabatnya.

"Hm ... Kalau tak hukum, kerjaanku terancam apa ndak, yo?" gumam Pak Robi mengundang tawa kecil di penjuru kelas.

"Yo wis lah. Kamu duduk sana, saya lanjutkan kelas saya," ucap Pak Robi membuat Ave bergegas duduk di bangku samping Amora.

"Tumben lo telat? Biasanya paling semangat kalo kelasnya Pak Robi AlJawi," tanya Amora yang dibalas senyum kecil dari Ave.

"Nggak liat HP dari semalem gue. Nggak buka chat dari lo, deh." Ave menjawab tanpa dosa sembari tangannya mengeluarkan gitar dari dalam tas.

Amora berdecak kecil. Kebiasaan Ave yang tak pernah mau masuk grup angkatan membuat Amora yang harus repot selalu mengingatkannya soal jadwal apapun tentang kelas mereka.

Kenapa Ave tak pernah mau bergabung grup apapun? Alasannya hanya satu. Karena Ave mengakui kalau dirinya sangat cantik, jadi ia tak mau nomor whatsappnya tersebar dan berakhir ramai oleh chat pribadi dari teman yang tak dikenalnya, terlebih laki-laki. Aduh, percaya diri sekali kau Ave!

Kehilangan kedamaian di privasinya adalah suatu hal yang mengerikan, lebih ngeri dibanding dikejar hantu sekalipun.

Baiklah lupakan. Ini mulai terlalu berlebihan.

"Gue sama Regan mau ke RS ntar, lo ikut nggak?" tanya Amora dengan berbisik, karena di depan Pak Robi sudah kembali berkoar-koar menampilkan keahliannya dalam membuat nada untuk bergitar.

Ave mengangguk kecil. "Gue juga diajak Rovero tadi."

"Oke! Nanti kita ketemu disana ya? Apa mau berangkat bareng aja pake—"

"Heh, Amora!" Panggilan menyentak dari Pak Robi seketika membuat Amora menegakkan posisi duduknya.

"Kamu itu emangnya wis paham penjelasan saya? Ngajak Epelin ndongeeng bae! Semak baik-baik!"

Lihat selengkapnya