Baru saja Ave selesai memakai piama tidurnya, laptopnya menyala menampilkan panggilan dari Rovero.
Panjang umur, baru saja Ave berniat meneleponnya.
"Hallo?" sapa Ave terlebih dahulu.
"Liat balkon." Rovero berucap singkat.
"Hah?" Ave bergegas membuka pintu balkonnya. Melihat kebawah dan menemukan Rovero sedang berdiri bersandar ke mobilnya yang berwarna putih. Lelaki itu melambaikan tangan dan tersenyum ke arahnya.
"Bisa keluar sebentar?" tanya Rovero kemudian, membuat Ave bergegas keluar kamar dan menuruni anak tangga untuk keluar rumah.
Ave membuka sendiri gerbang rumahnya.
"Lo ngapain malem-malem kesini?" tanya Ave yang justru dijawab Rovero dengan cubitan di hidungnya.
"Hubungi gue minimal sekali, bisa nggak sih? Gue khawatir. Tuh lihat, kalau Denan nggak tanya ke gue, pasti gue nggak bakalan tahu kalo lo luka kayak gini," ucap Rovero dengan gemas bercampur kesal. Sedangkan Ave menggerutu, mengelus hidungnya yang baru saja dicubit Rovero.
"Ya maaf. Gue tidur sampe siang, terus sorenya jalan-jalan cari angin seger, eh malah kena musibah. Belum sempet ngabarin lo." Ave spontan mencari alibi. Ia tersenyum tak enak hati, satu orang lagi yang dibohonginya.
Rovero menghela nafas. Tangannya terulur mengacak rambut Ave.
"Susahnya dapet perhatian dari cewek secuek lo... " Ave jadi semakin merasa bersalah mendengarnya.
Selama ini Ave susah untuk terang-terangan peduli dengan orang lain, ia masih butuh adaptasi dengan kehadiran Rovero dalam kehidupannya.
"Rov... Sorry. " Ave berucap tak enak hati. Ia jadi bingung harus bagaimana.
Sedangkan Rovero justru tertawa kecil. Kembali mengacak puncak kepala Ave.
"Kok malah ketawa?" tanya Ave jadi sedikit kesal.
"Haha.. Lo lucu, sih. Jarang-jarang 'kan lo keliatan kalem gini. Biasanya mau salah, mau bener lo 'kan nyolot terus," ucap Rovero membuat Ave berdecih. Mana ada dirinya seperti itu.
"Yaudah, lo masuk gih. Jangan begadang, besok mau nonton live Denan 'kan?"
"Kok lo tahu, Rov?"
Rovero kembali tertawa kecil.
"Kayak nggak tahu aja kembaran lo gimana, satu kampus juga dipaksa nonton livenya dia."
Ave menepuk dahinya miris. Masih heran sampai sekarang, kenapa dia harus memiliki kembaran sememalukan itu.
"Tapi.... Ini lo kesini bener-bener cuma liatin gue doang?"
"Nggak boleh emang?"
Ave cukup speechless, ia menggaruk pipinya kikuk.
"Ya.. Ya.. Boleh aja sih. Cuma gue agak aneh aja." Ini pertama kali untuknya, di perhatikan dengan cowok yang sudah memiliki status sebagai pacarnya.
Rovero tersenyum menatap Ave.
"Sedikit demi sedikit ya, Ave. Terima usaha gue buat perhatian ke lo... Kayak gini aja gue udah seneng, Ave," ucap Rovero membuat Ave tersenyum kecil.
Ave merasa bodoh sekali. Pernahkah dirinya memberi perhatian ke Rovero? Ave bahkan tidak ingat.
Ave melangkah mendekat. Berinisiatif terlebih dahulu melingkarkan kedua tangannya di tubuh Rovero. Menikmati detak jantung lelaki itu yang selalu berdegup kencang ketika berada didekatnya. Terasa menenangkan.