Aethernova: Rebirth Protocol

Rivandra Arcana
Chapter #3

Konfrontasi #3

Hutan Aetherwood berada tak jauh dari gerbang timur kota. Begitu kami melangkah masuk, aroma dedaunan dan suara gemericik sungai kecil menyambut, semuanya terlalu nyata untuk disebut sekadar VR.

Cahaya eter berwarna biru kehijauan menari di sela pepohonan. Di kejauhan, terlihat makhluk seperti kelinci bercahaya berlari di antara akar raksasa.

Aku menarik pedang pendek yang baru saja kudapat dari starter chest. Beratnya pas, seolah pedang itu dibuat untukku.

“Jadi... kita beneran harus ayunkan pedang manual gini?” tanyaku, mencoba posisi siaga.

Ironheart tertawa. “Nggak ada tombol serang, Bro. Cuma kamu, ototmu, dan eter di tubuhmu.”

Aku mengangguk, lalu melangkah maju.

Seekor Wargling, makhluk seperti serigala kecil berkulit hitam dan mata merah, muncul dari semak. Instingku langsung aktif.

Kupusatkan konsentrasi, membiarkan energi eter mengalir ke tangan dan bilah pedang. Cahaya listrik kecil berkilat di tepiannya.

“Electro Charge.”

Serangan pertama kutebaskan.

Suara petir kecil memekik, diikuti percikan biru yang membakar udara. Wargling itu terhuyung dan lenyap jadi serpihan eter.

“Whoa, kamu langsung bisa aktifin skill dasar?” Talia menatapku kagum.

Aku tersenyum. “Refleks lama. Sepertinya tangan ini masih ingat gimana cara bertarung di Aethernova klasik.”

Kami menghabiskan waktu berjam-jam di Aetherwood. Bertarung, tertawa, bereksperimen dengan sihir dan senjata.

Luna menggambar rune di udara, Ironheart memanggul perisainya, Eiren menyiapkan gadget kecil berbasis eter yang memantulkan sinar magis.

Talia melompat ke depan, menombak dua monster sekaligus. “Keren banget! Sistem ini ngebaca pergerakan tubuh real-time tanpa delay!”

Aku menatap mereka satu per satu, lalu ke arah langit biru di atas hutan. Semuanya terasa begitu sempurna.

Kami terus bertarung selama berjam-jam di Aetherwood Forest. Setiap ayunan, setiap benturan logam, semuanya meninggalkan bekas. Pedangku bergetar tiap kali menabrak kulit keras monster; tangan terasa kesemutan, otot-otot menegang seperti di dunia nyata.

Dan yang paling gila, rasa sakitnya juga nyata. Cukup untuk membuatku meringis setiap kali luka kecil muncul di lengan atau pundak. Darah menetes, merah pekat bercampur sinar eter. Luka itu bisa sembuh dengan Minor Heal atau potion, tapi sensasi perihnya tetap tertinggal sebentar.

“Gila,” gumam Ironheart sambil mengusap peluh di dahinya. “Rasanya capek beneran. Ini game, kan?”

“Secara teknis iya,” sahut Eira, “tapi neural sync-nya ekstrem. Rasa sakit, lapar, haus, semuanya disimulasikan. Kayak dunia ini pengen kita lupa kalau kita cuma main.”

Luna menatap ke arah langit jingga. “Makanya rating-nya 18+. Sekarang aku tahu kenapa.”

Aku menarik napas dalam-dalam. Paru-paruku terasa panas, tapi sensasi itu anehnya justru membuatku hidup. Dunia ini... lebih nyata dari yang seharusnya.

Kami melanjutkan pertempuran sampai matahari tenggelam di balik pepohonan raksasa Aetherwood. Langit berubah ungu, dan partikel eter mulai berpendar lembut di antara ranting, seperti bintang yang jatuh di tanah.

Setelah entah berapa jam, notifikasi sistem akhirnya muncul di sudut pandangku.

[Level Up!]

[Level 10 reached. Class Selection Unlocked.]

Seruan kegirangan langsung pecah di antara kami.

Ironheart berteriak, “Akhirnya! Aku resmi jadi Tank!”

Begitu ia memilih Vanguard, aura logam pekat menyelimuti tubuhnya, dan armor default-nya berubah menjadi lebih tebal. Bar HP-nya langsung melonjak drastis.

“Def-ku naik dua kali lipat!” katanya bangga.

Luna membuka menu, matanya berbinar. “Support! Aku dapet skill healing sama buff area. Akhirnya ada kerjaan selain kabur!”

Eira menekan konfirmasi di panelnya. “Mechanist. Aku dapet sistem Construct Familiar. Kayaknya aku bisa bikin familiar mekanik.”

“Bagus,” kata Talia sambil tersenyum. “Kita lengkap.”

Ia lalu menatapku. “Kamu, Mobius?”

Aku menatap dua ikon yang muncul di depanku.

[Fighter]

[Caster]

Aku sempat berpikir. Elemenku petir, mestinya Caster. Tapi tubuhku sudah terlalu terbiasa bergerak cepat, menyerang jarak dekat, dan menyalurkan listrik lewat pedang. Jadi aku memilih Fighter.

Tubuhku diselimuti cahaya biru, seperti petir yang menari di permukaanku.

[Class confirmed: Fighter]

[Skill unlocked: Passive Sword Technique – Combat Reflex]

Lihat selengkapnya