AFEKSI

Michelia Rynayna
Chapter #2

AFEKSI #2

Titik akhir dari mencintai dan dicintai adalah persahabatan.

--Afeksi--


Laki-laki itu menyipitkan matanya ke arah seorang perempuan yang tengah beradu mulut dengan seorang pedagang yang ada di sana. Perlahan tapi pasti, laki-laki itu mulai mendekatkan dirinya ke arah perempuan itu. Langkah demi langkah dia lalui. Hingga dia berada di belakang perempuan itu. 

"Ihh, Pak! Dengar ya, di sana lebih murah saya tadi nanya cuma 40 ribu masa disini 42 ribu sih," omel wanita itu yang masih beradu pendapat dengan sang pedagang. 

"Ya ampun, Neng. Lihat dulu atuh, bahannya juga beda, ya pasti lah beda harganya. Lagian 42 ribu gak terlalu mahal cuma beda 2 ribu, bapak tuh udah ngurangin banget ini. Coba neng cari dulu di toko lain pasti pada mahal, bapak mah gak meraup untung banyak Neng. Asal balik modal aja udah cukup," jawab pedagang itu tak mau kalah. 

"Pak, gini ya. Saya tuh udah sering lagian belanja ke Bapak. Masa gak ada potongan sih. Cuma dua ribu aja pak atuh, jadi 40 ribu ya ya ya," pinta perempuan itu dengan memohon, si pedagang tengah memikirkannya. 

"Pak!" panggil perempuan itu lagi.

"Ya, ya ya. Ambil aja neng lah, ngelarisan," ucap pedagang itu akhirnya mengalah. 

"Yes! Nah gitu dong, Pak. Kalau gitu saya ambil 4 potong."

"Beneran Neng?!"

"Yaiyalah, Pak. Makanya Bapak harus kasih diskonan dong sama saya."

"Iya, Neng. Nanti lain kali Bapak kasih diskonan lagi deh," ucap pedagang itu sambil memasukan belanjaan milik perempuan tadi. 

Sementara lelaki yang mengamatinya dari tadi masih ada di belakang perempuan itu. Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya. 

Dia tidak pernah berubah, batin laki-laki itu. 

"Woy!" Laki-laki itu menepuk keras pundak perempuan yang tadi berdebat dengan pedagang. Perempuan itu terkejut sampai kantung yang diberikan pedagang tadi jatuh. 

Marah, jelas. Perempuan itu lantas berbalik. "Apaan sih lo? Gak punya ma--" Ucapnya terhenti karena melihat wajah laki-laki itu yang tidak asing baginya. Kini, perempuan itu sedang mengingat siapa orang ini. 

"Ahhh! Gila, lo Reynan!" teriak perempuan itu. Laki-laki yang bernama Reynan itu hanya mengangguk sambil tersenyum. 

"Gila lo, kemana--" Ucapnya terhenti karena potongan dari si pedagang

"Neng, nostalgianya jangan di sini. Kasihan pelanggan saya," potong padangan itu langsung. 

"Hehhe, maaf Pak. Yaudah saya pergi dulu. Makasih ya Pak potongannya," ucap perempuan itu lalu pergi dari sana sambil menarik tangan Reynan. 

"Ihh, apaan sih Put make pegang-pegang segala," ucap Reynan sambil melepaskan genggaman tangannya dari Putri jangan lupakan mimik mukanya yang menunjukkan seperti seseorang yang tengah jijik pada sesuatu. 

Putri menampar pelan muka dari Reynan. "Gaya-gayaan lo, biasanya juga lo yang duluan meluk gue waktu kecil dulu," omel Putri. 

"Hehehe, canda gue Put, lagian lo dibawa serius. Kan lo tau gue biasanya gimana."

"Maka dari itu gue tampol lo, biar gak kebiasaan bercanda sama gue." Kini mereka berdua sudah ada di halte, duduk bersama. 

"Ke mana aja lo Rey, sejak pindah dulu gue gak pernah ketemu lo lagi?"

"Kangen ya sama gue?" Reynan memandang Putri sambil mengedip-ngedipkan matanya. 

Putri hanya memutar bola matanya jengah lalu mengalihkan pandangannya. 

"Kangen ya?" ucapnya lagi masih sambil mengedipkan matanya berulang kali. 

Karena kesal Putri mendorong wajah Reynan ke belakang dengan tangannya. 

"Jijik gue liat lo kaya gitu Rey."

Reynan mengusap belakang kepalanya, karena saat tadi Putri mendorong wajahnya, kepala Reynan terbentur ke tiang yang ada di halte.

"Gila lo Put. Baru juga kita ketemu setelah sekian lama. Lo udah bikin kepala gue benjol aja. Gimana nanti."

"Ya, lagian lo si! Gue tanya serius malah bercanda. Kebiasaan banget!"

"Jangan serius-serius lah. Biasanya juga lo bercanda terus sama gue."

"Ya, itu kan dulu Rey. Hidup itu harus berubah lah, jangan terus kaya dulu."

Reynan menyipitkan matanya. "Lo nyindir gue Put?" tanya Reynan dengan muka datar. 

Bukannya menjawab Putri malah tertawa. Akhirnya ada yang berubah juga dari seorang Reynan. 

"Kenapa lo ketawa?" tanya Reynan masih bingung. 

"Ternyata ada perubahan baik juga dalam diri lo Rey. Sekarang jadi peka ya apa yang gue bilang. Coba dulu, gue harus ngejelasin muter-muter kali supaya lo bisa ngerti."

"Seperti yang lo bilang tadi, hidup harus berubah, kan?" ucap Reynan dengan nada yang sombong.

Putri kembali memutar bola matanya malas, sikap sombongnya ternyata masih melekat pada Reynan. Putri bangkit dari duduknya lalu pergi dari sana. Reynan yang merasa ditinggalkan langsung mengikuti Putri dari belakang. 

Putri dan Reynan berhenti disalah satu rumah. "Rumah lo masih disini Put?" tanya Reynan sambil mensejajarkan dirinya dengan Putri. 

Lihat selengkapnya