Menyerah, tidak mungkin! Kata menyerah hanya akan terlontar pada seseorang yang tidak percaya akan kemampuan dirinya sendiri.
--Afeksi--
"Put! Liat!" Reynan menyerahkan handphonenya pada Putri. Dengan pasti Putri mengambil handphone milik Reynan dan melihat hal itu.
Putri terkejut melihat tulisan yang ada disana. Ternyata Ry memblokir nomor Reynan. Putri tidak menyangka jika Ry senekat itu.
"Kan udah gue bilang Rey." Putri menyerahkan kembali hpnya pada Reynan. Reynan mengambil hp itu dengan kesal.
"Ya, tapi masa sampai di blokir sih."
"Lo gak tau aja. Dia itu emang sensitif banget soal no hpnya. Jangankan lo, di grup kelas aja dia gak mau masuk. Katanya sih untuk menghindari pesan asing yang datang. No hpnya aja gak kesebar luas. Yang tau cuma beberapa orang yang dianggap bisa dipercaya aja."
Reynan mengerucutkan bibirnya. "Jadi maksud lo gue gak bisa dipercaya?"
"Emang lo siapanya dia Rey?"
Reyna menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil nyengir kuda. "Iya, ya. Ketemu aja belum."
"Eh, ngomong-ngomong soal ketemu. Ide bagus tuh, lo bisa gak bikin gue ketemu dia, bisa aja kan gue jadi bisa dipercaya sama dia."
Putri menghela nafas panjang kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah taman belakang. Reynan yang melihat itu langsung mengikuti Putri.
"Put!" panggil Reynan sambil terus berjalan mengikuti Putri.
"Udah cukup Rey, gara-gara masalah nomer aja dia udah marah sama gue. Gue gak mau ya persahabatan gue hancur cuma gara-gara mau nemuin lo sama si Ry. Terlalu berisiko."
"Se sensitif itu?" Reynan langsung mengambil tempat di samping Putri dan ikut mencelupkan kakinya ke kolam renang.
"Heem."
"Yaudah deh kalau gitu, mungkin dia bukan jodoh gue kali ya Put."
Mendengar hal itu keluar dari mulut Reynan, Putri langsung mengalihkan pandangannya ada Reynan. Apa yang disampingnya ini benar teman kecilnya Reynan?
"Kenapa? Kok natap gue gitu sih, Put?!" Reynan sedikit memundurkan kepalanya, aneh dengan tatapan Putri.
"Heran aja gue. Ini lo Reynan bukan sih? Gak biasanya lo terima semuanya gitu aja. Biasanya lo itu kekeh banget sama apa yang lo mau."
"Hehehe. Masa sih Put? Gak ah! Tapi bener juga sih. Ah iya, gue kenapa ya Put kok jadi gini? Ah mungkin memang waktunya. Tapi masa sih? Gue gak percaya sih kalau gue gitu, pasti gue bukan Reynan kalau gini. Tapi yang punya muka ganteng gini tuh pasti Reynan." Reynan terus berbicara sambil menatap bayangan dirinya di kolam.
Putri memutar bola matanya jengah. Sudah bisa dipastikan, orang disebelahnya ini adalah benar-benar Reynan. Omongannya yang aneh dan sangat percaya diri itu membuktikan segalanya.
"Diem lo ah. Berisik tau gak!" Putri mendorong bahu Reynan agar berhenti berceloteh yang tidak jelas.
Reynan mengelus-ngelus bahu yang didorong oleh Putri. "Cewek bukan sih lo? Kasar amat bang," ucapnya mendramatisir padahal nyatanya sama sekali tidak terasa.
Putri tidak menjawab omongan Reynan. Kalau dijawab pasti tidak akan selesai-selesai. Putri hanya terus diam sambil memainkan kakinya yang tercelup ke kolam renang.
Reynan yang melihat Putri tidak lagi menjawab omongannya ikut diam. Mungkin Putri cape menanggapinya. Tidak apa lah, kasian Putri sesekali keinginannya untuk tidak diganggu oleh Reynan harus terwujud.
***
Reynan tengah berjalan di belakang kepala sekolah yang kini sedang menuntunnya untuk ke kelas barunya. Sepanjang perjalanan, mata Reynan tidak henti-hentinya melirik kesana-kemari untuk melihat suasana sekolah ini.
Langkah Reynan terhenti saat dia sudah sampai di pintu kelas yang akan menjadi kelasnya mulai sekarang. Pak kepala sekolah itu mengetuk pintu dan langsung masuk diikuti oleh Reynan. Setelah berada di depan Reynan mengedarkan pandangannya ke arah murid yang ada disana. Hingga dia berhenti di satu titik. Meja ketiga yang berada di pojok kanan.
Arik dan Oza. Ternyata mereka akan sekelas, kalau seperti ini pasti akan menyenangkan.
Pak kepala sekolah berbicara kepada guru yang sedang mengajar, setelah beberapa saat kepala sekolah itu langsung pergi dari ruangan ini meninggalkan Reynan. Mata Reynan mengikuti langkah kepala sekolah yang pergi tanpa mengajaknya.
Tatapan matanya terhenti karena merasakan rangkulan di bahunya. Guru yang tadi mengajar.
"Anak-anak, kalian kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu nak," titah guru itu.
Reynan hanya mengangguk, lalu mulai memperkenalkan dirinya.
"Reynan Aryasatya, panggil aja Reynan atau Rey. Tapi kalau mau panggil sayang, honey, baby, beb, apapun itu gapapa."
Ucapan Reynan itu membuat semua perempuan yang ada disana menjadi bersorak tidak tenang.
Bu Guru hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sepertinya bebannya akan bertambah menjadi wali kelas di kelas ini. Baginya Oza saja sudah cukup gesreknya dan sekarang ditambah satu lagi.
"Oke, Reynan. Apa ada yang ingin ditanyakan anak-anak?" tanya guru itu lagi pada muridnya.