Keluarga bisa didapatkan dimana saja. Dimana ada kasih sayang, disitulah keluarga itu berada.
--Afeksi--
Pulang sekolah kali ini Ry lagi-lagi pulang ke panti. Padahal baru saja minggu kemarin Ry menginap. Seperti biasanya, jika sampai ke panti Ry selalu langsung pergi ke dapur, mengejutkan ibu yang sedang disana.
Entah kenapa, Ry sangat suka mengejutkan ibunya itu. Bukannya pergi ke kamar, ganti baju tapi Ry malah memilih ke dapur. Setelah mengagetkan ibunya Ry baru akan ke kamar untuk mengganti bajunya lalu kembali ke dapur untuk membantu Ibu memasak untuk anak-anak di panti.
Ry sudah berganti baju dan sekarang dan hendak menuju ke dapur. Namun suara seseorang yang sedang bertengkar membuat Ry mengalihkan perhatiannya.
"Ihhh, Kak Aurellll..." rengek seorang anak kecil berusia 6 Tahun.
"Enggak Rhea, kan tadi kamu udah mainnya sekarang giliran Kakak." Aurel, anak berusia 9 tahun itu tidak mau kalah dari Rhea.
Mereka sedang berebut sebuah boneka lumba-lumba dengan ukuran yang cukup besar. Keduanya sama-sama tidak mau mengalah.
"Tapi ini punya Rhea!"
"Ngak, kata ibu juga. Barang-barang disini itu milik semua orang, gak cuma satu orang."
Rhea langsung melepaskan bonekanya secara tiba-tiba menyebabkan Aurel yang jatuh ke belakang.
"Aduhhh," ringgis Aurel sambil menggosok-gosokkan tangannya pada pantatnya yang terasa perih.
Ry langsung menghampiri kedua anak itu dan menengahi mereka.
"Kak Ry. Lihat Kak Aurel, dia ambil mainan milik Rhea."
Ry menunduk diantara mereka berdua. Membangkitkan Aurel yang masih terduduk. Setelah Aurel berdiri dia mengajak Aurel dan Rhea agar mendekat. Mereka berdua berada di sisi kanan dan kiri dari Ry.
"Gara-gara ini kalian berantem." Ry mengambil boneka yang ada di tangan Aurel. Tidak ada penolakan dari Aurel dia hanya menunduk, begitu pun dengan Rhea.
"Angkat kepala kalian," titah Ry dengan lebih lembut, namun tetap saja terdengar aura mengintimidasi dari sana.
Aurel dan Rhea masih saja tetap menunduk.
"Ehh, Ayo! Angkat kepala kalian." Aurel dan Rhea sama-sama mengangkat kepala mereka dengan perlahan secara bersamaan.
"Tuh, kalian itu kompak banget, ngangkat kepala aja barengan. Masa cuma karena boneka ini kalian jadi berantem. Lagian kalian ini bersaudara gak baik berantem kaya gitu. Kalian itu harusnya saling melindungi. Ayo baikan sana!"
Aurel dan Rhea masih sama-sama terdiam. Tidak ada pergerakan dari mereka.
Ry berdiri. "Yaudah kalau kalian gak baikan. Jangan salah in ka Ry kalau nanti ibu bakal tau ini semua."
Ry langsung berbalik dan pergi dari sana. Namun belum melangkah tiba-tiba ada hal yang menahan tangannya di kedua sisinya. Ry langsung berbalik kembali mensejajarkan tingginya dengan Aurel dan Rhea.
Rhea dan Aurel sama-sama melepaskan tangannya dari tangan Ry.
"Jangan lapor ke Ibu," pinta Aurel sambil menunduk.
"Kalian harus baikan kalau gak mau ka Ry lapor ke ibu."
Rhea dan Aurel langsung mengangguk cepat dan saling bersalaman saat itu juga. Menggunakan ibu untuk sedikit mengancam memang cocok untuk para anak panti. Ibu memang tidak memarahi anak panti atau memukulnya, dia hanya memberikan beberapa kata nasihat lalu menghancurkan barang yang membuat mereka bertengkar.
"Yaudah, kalau gitu kita ke ruang makan, sebentar lagi masuk waktu makan siang."
Aurel dan Rhea sama-sama mengangguk lalu mereka berjalan didepan. Ry mengikuti dari belakang dengan boneka lumba-lumba yang ada di tangannya. Boneka itu jadi milik Ry.
"Ibu maaf Ry jadi gak bantu Ibu." Ry menaruh boneka itu di atas kulkas lalu beralih memeluk ibu yang masih memasak.
"Gak apa-apa. Lagian Ibu udah biasa masak sendiri. Lebih baik kamu langsung ke ruang makan aja. Atur anak-anak yang ada disana."
Ry mengangguk lalu pergi dari sana untuk mengatur tempat duduk para anak panti tidak lupa dia membawa boneka lumba-lumba yang tadi dia simpan di atas kulkas.
Sampai di ruang makan, Ry malah tersenyum. Para anak panti sudah duduk rapi, jadi Ry tidak perlu mengaturnya. Ini semua karena Ibu, walaupun ibu sendiri disini tapi dia bisa menangani semua anak panti menjadi lebih baik dan teratur. Mungkin ini adalah alasan Ry menjadi taat pada peraturan, sejak kecil sudah diingatkan oleh Ibu.
Tidak lama, Ibu datang dengan makanan yang ada di tangannya.