Luka selalu ada dalam hidup. Kita hanya perlu tau penawar apa yang dibutuhkan untuk menyembuhkan atau setidaknya mengurangi. Dengan itu, luka tidak akan terlalu menguasai.
--Afeksi--
"Hai!" Sapa Reynan pada Ry yang sedang sibuk mencabut dekorasi.
Ry hanya melihat ke arah Reynan sebentar kemudian untuk melihat siapa yang menyapanya kemudian mencabut dekorasi kembali.
"Aelah, ekspresi lo gak bisa gitu kaya tadi main sama anak-anak."
"Gak," jawab Ry ketus.
"Lo itu manis loh kalau senyum, apalagi ketawa. Pasti orang-orang di sekitar lo yang di sekolah maupun luar sekolah pasti gak bakal nyuekin lo kaya biasa."
"Gak peduli."
"Ya ampun Ry."
Ry langsung menghentikan kegiatannya dan menoleh cepat ke arah Reynan.
"Michel, panggil gue Michel!" ralatnya dengan tegas.
"Tapi anak-anak di panti sini manggil lo Ry kan, terus ibu panti, sama Putri juga manggil lo Ry. Berarti gue juga bisa dong manggil lo dengan nama itu."
"Gak."
"Kenapa gak bisa? Gak ada larangan juga kan."
"Itu panggilan khusus dan kamu gak boleh paggil saya dengan sebutan itu"
"Kamu? Berarti gue---eh maksudnya aku spesial dong. Manggil gu--aku aja udah pake kamu, berarti aku boleh manggil kamu dengan sebutan Ry," ucap Reynan yang tiba-tiba mengubah panggilannya dari lo-gue menjadi aku-kamu hanya karena panggilan kamu dari Ry terhadap Reynan.
Ry menghela nafas, kesal. "Saya tidak biasa manggil orang lain dengan sebutan lo-gue. Makanya pakai 'kamu'," koreksi Ry dengan nada ketegasan di beberapa kalimat.
Reynan menahan senyumnya, senang sekali bisa mengerjai Ry seperti ini. Jawabannya juga hampir panjang-panjang karena ingin menjelaskan yang sesungguhnya.
"Ya, tapi tetap aja kan. L-kamu gak pernah ngobrol sama orang lain, apalagi laki-laki. Yang pasti gu--- ish aku orang pertama yang dipanggil dengan sebutan kamu, selain anak panti, Putri dan Ibu panti."
Lidah Reynan masih berbelit untuk menyesuaikan mengubah panggilannya pada sesamanya menjadi aku-kamu.
Ry terdiam, jika dipikir yang dikatakan Reynan memang benar bahkan sangat benar. Ry tidak pernah mengobrol dengan laki-laki sebayanya. Pernah beberapa kali dengan teman organisasinya, tapi Ry selalu memanggil orang itu dengan namanya atau tidak dengan sebutan 'Anda' karena itu masih termasuk hal yang serius bagi Ry.
Ry tadinya ingin memanggil Reynan dengan namanya, hanya saja Ry tidak tau nama orang yang di depannya ini. Bukan orang penting juga kan? Jadi namanya tidak perlu diingat atau dimasukkan ke dalam memori. Bertanya? Untuk apa, sangat tidak penting!
"Tuh kan diam, berarti bener ya tebakanku."
Ry tersadar dari lamunannya. "Terserah."
Tidak tau lagi apa yang harus dikatakan, Ry menyerah. Orang di depannya ini akan semakin ngotot jika dilawan. Ry langsung berbalik pergi dari sana dengan dekorasi yang sudah dicopotnya tadi kini beralih padanya.
"Berarti kita pacaran ya!" teriak Reynan yang sukses membuat langkah Ry terhenti.
Ry langsung berbalik. Berjalan kembali ke arah Reynan sebelumnya Ry sudah menyimpan dekorasi yang tadi dicopotnya terlebih dahulu di meja yang berada dekat dengannya.
"Anda ngomong apa?" tanya Ry, kali ini dengan bahasa yang lebih baku.
"Kita pacaran!" ucap Reynan dengan senyumnya.
"Hanya karena saya panggil Anda dengan sebutan 'kamu' bukan berarti itu tandanya orang pacaran. Saya panggil Anda dengan sebutan 'kamu' itu karena saya tidak tahu nama Anda. Lagian untuk apa saya tahu atau mengingat nama Anda, sangat tidak penting bagi kehidupan saya."
Reynan terdiam, bukan karena Ry yang berbicara seperti itu padanya. Reynan hanya tidak menyangka ternyata Ry tidak tahu dengan namanya. Padahal mereka bukan kali ini saja pernah bertemu, tapi Ry tidak sama sekali mengingat atau tahu dengan nama Reynan.
"Reynan, pasti pernah dengar nama itu?" ucap Reynan dengan mengikuti nada dari salah satu film di negeri India itu.
Ry mendengus sebal. Ini orang sudah diberi kata-kata pedas dari mulut Ry tapi tetap saja malah bersikap biasa saja.
"Ok, Reynan."
Reynan mengangguk semangat, meng-iyakan namanya yang di ucapkan oleh Ry.
"Saya sama sekali tidak peduli dengan nama ka-- maksud saya, Anda itu. Anda bukan siapa-siapa saya."
"Heh, bukankah kita ini sepasang kekasih. Kan aku tadi udah bilang kalau kita pacaran."
Ry hanya diam, lalu dia kembali membalikkan badannya membawa dekorasi yang tadi di taruhnya di tempat dan pergi disana.
"Diam itu berarti iya ya! Mulai sekarang kita pacaran!" teriak Reynan.
Ry tidak mempedulikannya, dia terus melangkah pergi dari sana. Bisa stres jika dia terus berada di samping Reynan.
Setelah Ry menghilang di tikungan, Reynan langsung melompat-lompat karena senang.
"Yes, yes, yes.... gak jomblo lagi, gak jomblo lagi," ucapnya dengan nada nyanyian yang mendadak dikarangnya sendiri.
***