Ikram sedang mengecek router ketika ada beberapa orang yang komplain mengenai jaringan internet. Diiringi lagu Anggur Merah dari Meggy Z yang mengalun dari laptop Dion, Ikram tetap berkonsentrasi. Meskipun suara Dion yang berusaha masuk dengan suara Meggy Z terdengar sengau dan bisa membuat sebagian orang darah tinggi, kuping Ikram tetap bertahan, belum berdarah-darah.
Telepon di meja Ikram berdering. Di layarnya terpampang nomor ekstensi meja Kia. Wah, langsung segar!
“Halo.”
“Halo, Hoka-Hoka Bento. Mau pesan apa?” canda Ikram menahan tawa.
“Mas ih!” omel Kia sebal, tapi lalu mereka tertawa.
“Iya, kenapa Kia?”
“Hmm ... kayaknya jadwal nonton hari Sabtu besok nggak bisa deh.”
Yaaah ... Ikram kecewa. Padahal Ikram sudah senang banget bisa jalan berdua sama Kia setelah minggu lalu ajakannya gagal karena Kia pengin pulang ke Bogor.
“Oh gitu,” ucap Ikram sok cool. Padahal dalam hati gondok banget. Iyalah, dia sudah ngarep dari seminggu yang lalu.
“Reschedule ya. Boleh?” pinta Kia.
“Boleh dong. Memangnya kamu mau ke mana? Atau kamu lagi sakit?” tanya Ikram khawatir.
“Nggak. Kia mau pulang ke Bogor. Kak Tara Rabu kemarin lahiran. Mumpung besok weekend, Kia mau sekalian pulang.”
“Wah, punya keponakan baru dong. Mau berangkat ke Bogornya kapan emang?”
“Nanti sore. Habis pulang ngantor langsung ke Bogor.”
“Sama siapa?”
“Sendiri.”
“Naik apa?”
“Kereta paling.”
“Yakin? Ini Jumat lho. Pasti penuh deh keretanya.”
“Udah biasa kok.”
“Jangan, Ki. Saya anterin aja ya.”
“Hah? Ke Bogor?”
“Iya.”
“Jauh, Mas. Kasihan.”
“Nggak pa-pa lagi. Saya udah biasa nyetir jauh.”
Lama hening, Kia tak menjawab apa-apa.
“Yah?” ucap Ikram lagi menginformasi.
“Hmmm ... Ya udah deh.”
Yes! batin Ikram.
Tiba-tiba nyanyian duet Meggy Z dan Dion terdengar merdu di telinganya.
***
Ikram melihat Kia menguap berkali-kali, tapi perempuan itu tetap tak mau memejamkan matanya.
“Tidur aja, Ki. Nanti kalau udah di Jalan Yasmin saya bangunin. Rumah kamu di Bogor Kota kan?”
“Nggak pa-pa kok. Kia nggak ngantuk-ngantuk banget.”
“Kirain nggak bakalan semacet ini ya. Hari ini nggak tahu kenapa kok macetnya parah banget.”
“Biasanya menjelang weekend begini sih.”
Sebenarnya Kia sedang sibuk berpikir, meskipun sebenarnya ngantuk banget. Ketika Ikram ngotot untuk mengantarnya pulang ke Bogor tadi siang, ia langsung panik karena pasti Ikram akan bertemu Bunda dan Ayah di rumah. Atau kalau pun Ikram tidak masuk ke rumah, Bunda pasti nanya-nanya soal orang yang nganterin dia. Duh, repot nggak sih?
Kia tidak mau Bunda atau keluarganya menyangka Ikram yang macam-macam. Risi. Takut keluarganya berharap terlalu banyak padanya. Padahal mereka cuma begitu doang. Eh iya, kan? Nah, Kia malah jadi bingung sendiri.
Hhh ... Tapi jadinya malah mentok.
Ketika akhirnya mereka sampai di rumah, Kia memencet bel dan yang membukakan pintu adalah Mas Renald, suaminya Kak Tara.
“Eh, Adek. Pulang ternyata,” ucap Mas Renald.
“Iya, Mas. Selamat ya udah jadi bapak,” balas Kia kemudian mencium pipi kiri dan kanan Mas Renald.
Mas Renald tersenyum. “Makasih ya.”
“Oh iya. Ini ... Mas Ikram,” cetus Kia mengenalkan Ikram pada Mas Renald.