Di suatu Jumat malam, dengan gerimis yang tak berhenti semenjak siang tadi, Ikram menyanggupi untuk mengantar Kia pulang ke Bogor. Ini tidak seperti biasanya. Biasanya Kia akan berusaha untuk ngotot pulang sendiri naik kereta ketika Ikram menawarkan diri mengantarnya pulang ke Bogor. Namun berbeda dengan hari ini. Ikram tidak tahu kenapa, tapi semoga saja Kia tak ketempelan atau kemasukan makhluk halus. Karena tiba-tiba sore tadi Kia yang meminta padanya dengan manja untuk mengantarkan perempuan itu ke Bogor.
Rezeki nomplok jangan ditolak. Apalagi Kia meminta padanya dengan manja seperti tadi, bikin Ikram ingin mencubiti pipi Kia, gemas. Ikram sangat suka mengantar Kia ke mana-mana. Bahkan ia sudah memasukkan hal tersebut ke dalam list hobinya.
Hujan gerimis berubah menjadi hujan deras saat mobil Ikram menepi di pinggir rumah Kia.
"Yah, saya nggak ada payung di mobil," keluh Ikram saat teringat payungnya kemarin-kemarin sempat dipinjam ibunya dan belum dikembalikan ke dalam mobil.
"Kia lari aja deh, Mas," ucap Kia.
"Sebentar, sebentar."
Ikram lalu membuka jaket denim yang dipakainya, keluar dari mobil, lalu berlari ke sisi pintu mobil penumpang dan membuka pintu itu. Diangkatnya jaket denimnya untuk menaungi kepala mereka, lalu mereka berdua pun berlarian ke dalam rumah. Sempat berhenti lama ketika pintu pagar sulit dibuka karena gelapnya area di sekitar situ. Ketika akhirnya pintu pagarnya terbuka, Kia dan Ikram kembali berlari mencapai teras. Mereka berdua tertawa-tawa. Dilihatnya tubuh masing-masing, tetap basah. Mereka pun kembali tertawa konyol. Merasa sia-sia usaha Ikram menaungi mereka dengan jaketnya.
"Tetap basah," ucap Kia.
"Maaf ya," balas Ikram dengan cengiran khas anak kecil.
"Mas mau mampir dulu nggak?" tawar Kia.
"Makasih, Ki. Tapi sudah malam juga. Takut kena macet parah pas pulang."
"Oh. Hmm... Makasih ya, Mas."
"Iya, sama-sama."
"Maksudnya... makasih sudah sebegininya sama Kia."
Ikram mengernyit, kebingungan. "Gimana?"
"Waktu itu, waktu dengan noraknya Mas ngasih bunga ke Kia... inget nggak?"
Pertanyaan yang penuh ke-absurd-an, batin Ikram.