After Ecstasy

Varenyni
Chapter #8

7. Manusia Super

Sudah terhitung tiga hari Ailan tidak masuk sekolah, kami sekelas sudah menjengguknya, yang mana kebetulan Ailan sudah kembali ke rumah. Rencana kami untuk menjengguknya ke rumah sakit jadi gagal.

Hari keempat, Ailan sudah kembali ke sekolah. Aku yang hari ini sengaja berangkat pagi-pagi terkejut saat melihat Ailan yang ada di mejanya, dia menempelkan kepalanya dengan satu tangan sebagai bantal dan tangan lainnya memegang ponsel yang dihadapkan langsung dengan wajahnya, telinganya disumpal earphone berwarna biru muda.

Aku memandang sekeliling, kelas masih sepi, hanya ada Ailan yang sibuk menonoton sesuatu di ponselnya dan aku yang hanya berdiri di ambang pintu.

Aku mendekati Ailan, dia rupanya tidak sadar akan kehadiranku. Aku baru menyadari sesuatu saat melihatnya lebih dekat. Ailan hari ini memakai kacamata bulat seperti saat di rumah sakit waktu itu dan earphone yang dipakainya merupakan earphone dengan karakter Doraemon. Seleranya aneh juga.

Kusentuh pelan tangan Ailan yang memegang ponsel, membuat pemuda itu sedikit tersentak dan refleks mengangkat kepala, dia melepas salah satu earphone di telinganya dan matanya menatapku di balik kacamata bulat itu.

Untuk beberapa saat aku terkesima, apa ya ... dia tampak sedikit berbeda saat memakai kacamata mirip Harry Potter itu, kalau aku boleh jujur, dia tampak lebih tampan.

"Kau sudah sembuh?" tanyaku. "Nggak sakit lagi?"

Sebelum dia menjawab pertanyaanku, dia mem-pause video yang ditontonnya. "Aku baik-baik saja."

Aku tersenyum tipis, wajah Ailan lebih cerah daripada saat dia berada di rumah sakit. "Sepertinya benar."

Aku duduk di tempatku, setelah itu aku memutar kursi agar berhadapan dengan Ailan, pemuda itu fokus pada videonya lagi. Aku mengintip video yang dilihat Ailan.

"Doraemon?" gumamku saat melihat video yang diputar Ailan, sejenak kupikir dia main game atau menonton video pelajaran, karena dia terlihat sangat serius.

Ailan mengangguk kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

"Apa sakitmu kemarin parah sampai-sampai kau masuk rumah sakit?" tanyaku pelan karena sekarang beberapa murid mulai berdatangan.

Ailan melototkan mata dia sampai-sampai mencampakkan ponselnya yang memperhatikan adegan Nobita main bisbol dan dia terjatuh. Ailan melepas kedua earphone-nya, dia menatapku, tatapannya dalam dan menusuk.

"Kau sudah tahu ya?" tanyanya dengan suara tenang.

Aku mengangguk. "Teman sekelas juga tahu."

Ailan fokus lagi pada filmnya, tetapi aku tahu dia tidak benar-benar fokus, dia mencoba menyembunyikan sesuatu, ia takut jika membalas perkataanku, nanti rahasianya akan terbongkar.

Aku tiba-tiba teringat tentang Rey---arwah yang mengikuti Ailan selama ini. Apapun yang terjadi, aku harus menemui Rey dan membuatnya kembali ke tubuh aslinya.

Keributan terdengar dari luar, tanpa perlu repot-repot menengok ke luar, aku sudah tahu siapa pelaku keributan itu. Siapa lagi kalau bukan si kembar bersaudara, Alisa dan Azhel.

Aku menoleh ke arah pintu, Alisa masuk dengan wajah cemberut, dia bergumam sesuatu lantas duduk di kursinya.

Aku menoleh pada Ailan. Pemuda itu tidak terganggu dengan keributan tadi.

"Ailan, apa kau tidak merasa diikuti sesuatu akhir-akhir ini?" tanyaku, bertepatan dengan Azhel yang lewat di sebelahku.

Ailan mengangkat wajah, salah satu alisnya terangkat. Azhel menghentikan langkahnya, dia menoleh sekilas, tetapi langsung pergi saat Ailan meliriknya.

Ailan mengangguk singkat saat Azhel melangkah menjauh. "Aku terkadang merasa ada yang mengawasiku ... dan itu kau."

"Ha?" tanyaku.

"Aku sebenarnya tahu kalau kau melihatku di rumah sakit waktu itu, hanya saja ... aku tidak sanggup bertemu atau menyapamu waktu itu. Aku sebenarnya tidak ingin kau melihat sisi lemahku," jawab Ailan.

Aku menggaruk tengkuk canggung, sebenarnya bukan itu jawaban itu yang aku inginkan, tetapi setidaknya Ailan mau jujur.

"Aku juga tidak ingin berada di situ saat itu," ujarku.

Lihat selengkapnya