Buk!
Aku menutup kasar buku paket Biologiku. Jam beker di atas meja belajar menunjukkan pukul sembilan malam, seharusnya aku segera sikat gigi dan tidur.
Namun aku harus rela mengurangi jam tidurku karena rasa penasaranku pada arwah yang ingin merebut tubuh Ailan. Tuh kan aku bilang, banyak arwah yang menginginkan tubuh Ailan sebagai tempat barunya.
Kadang aku kasian sama anak itu, dia hanya seorang bocah menyebalkan yang sangat menyukai film Doraemon, kenapa ada saja arwah yang menginginkan tubuhnya?
Aku menggelengkan kepala, kenapa aku tiba-tiba memikirkan Ailan? Salahnya saja sih saat di sekolah tadi dia marah-marah tidak jelas dan memusuhiku, padahal aku tidak cari gara-gara dengannya.
Aku mengambil buku catatanku---buku itu menjadi pelampiasanku ketika aku galau, senang, sedih, ada banyak cerita harianku, gambar-gambar yang tidak terlalu bagus, bahkan ada coretan-coretan tidak jelas karena aku cenderung mencorat-coret buku kalau lagi kesal.
Kalau arwah tadi siswa SMA Laverna, kemungkinan besar dia tewas dengan cara yang tidak lazim karena arwahnya belum tenang. Dan dilihat dari seragam yang masih melekat di tubuh arwah itu, berarti dia mati saat masih menjadi siswa di Laverna.
Kira-kira di kelas berapa seorang murid menjadi sangat frustasi hingga rasanya ingin bunuh diri?
Entah kenapa tiba-tiba pertanyaan itu muncul di kepalaku.
"Kelas dua belas? Pasti ia suntuk karena banyak ujian, lalu ... eh, kenapa aku mengira kalau dia bunuh diri? Kalau dia dibunuh bagaimana?" Aku mencoret-coret kata bunuh diri di bukuku.
"Kalau dicari di internet ada tidak ya?" gumamku sembari membuka laptop dan mengaktifkannya.
'Siswa SMA Laverna yang meninggal secara tidak wajar'
Beberapa detik kemudian muncul banyak artikel tentang kematian Alfi, aku sekilas membaca judul-judul artikel itu, tak sedikit dari artikel itu yang mengatakan kalau kematian Alfi itu bukan kematian yang wajar.
Aku terus men-scroll sampai mentok artikel paling bawah, dan semuanya membahas tentang kematian Alfi yang memang pernah menjadi bahan perbincangan hangat saat itu.
Sepertinya seseorang mengalihkan isu agar kematian tentang arwah yang mengikuti Ailan itu tertutupi.
Aku mengacak rambut frustasi, sekarang sudah lewat tiga puluh menit. Aku tidak sengaja melirik fotoku dan Eri yang ada di meja belajar, syaraf-syaraf di otakku mengirimkan sebuah sinyal.
"Bagaimana aku melupakan kejadian besar itu?" Aku memukul kepala. "Kebakaran kereta dan stasiun, banyak sekali anak Laverna yang meninggal, pasti arwah itu korban kebakaran kereta."
Aku sebenarnya tidak tahu jelas kejadian kebakaran itu. Saat itu kami sekeluarga mengantarkan Eri ke stasiun, Eri awalnya tidak mau diantarkan karena gengsi, tetapi dia akhirnya bersedia setelah aku membujuknya. Mama membawakan banyak biskuit yang saat itu diam-diam kumakan sebiji karena Eri tidak mau berbagi.
Dan saat kami kembali ke rumah, aku mendengar Papa dapat telephon kalau stasiun dan kereta yang dinaiki rombongan Laverna terbakar. Kami tiba di sana saat api sudah padam, ada dua atau tiga mobil damkar, petugas membantu proses penyelamatan, dan saat itu petugas tidak menemukan Eri.
Eri hilang bersama beberapa anak lainnya. Angkatan 2016 SMA Laverna yang awalnya berjumlah lima belas kelas, kini menyisahkan delapan kelas. Kejadian itu memakan banyak korban---ada yang meninggal, luka ringan sampai berat dan ada yang menghilang.
Orang-orang itu menghilang sampai sekarang dan menjadi salah satu misteri dunia yang belum bisa dipecahkan.
Air mataku tiba-tiba menetes. Ini sudah dua tahun sejak kepergian Eri, aku sungguh merindukannya. Walau kami sering bertengkar, tetapi pertengkaran itu yang paling kurindukan. Di rumah tidak seramai dulu, sekarang sepi. Padahal dulu setiap malam pasti Papa Mama bosan mendengar kami berdebat karena berebut ingin menonton film di televisi, aku minta film ini, Eri minta film itu.
"Cih, kau selalu menang, kapan dong giliranku menonton film?" A
ku ingat malam itu aku merengut kesal karena Eri selalu menang saat bermain batu-kertas-gunting untuk menentukan siapa yang akan menguasai televisi.
"Aku seorang pemenang! Kau tidak akan menang melawanku." Eri menjulurkan lidahnya. "Kecuali saat lawanmu tiada."
Sial! Air mataku semakin deras.
"Yah, sekarang aku menang, aku bebas menguasai TV setiap malam. Tapi bukan kemenangan seperti ini yang kumau," gumamku.
Aku mengambil tisu dan menghapus air mataku. Aku menghela napas, aku tidak boleh bersedih-sedih lagi, sekarang fokus mencari data tentang arwah itu.
Aku kembali menghadap laptop yang beberapa menit lalu kucampakkan.
'Biodata korban kebakaran kereta 2016 SMA Laverna'
Berbagai artikel muncul, bahkan kejadian ada yang menjelaskan kejadian itu secara detail---yang aku sendiri bahkan tidak tahu.
Aku sebenarnya ingin tahu kejadian detail kebakaran itu, seperti kenapa kereta dan stasiun bisa terbakar? Atau ada orang yang sengaja membakarnya? Lalu kenapa sebagian besar korban yang tidak selamat saat itu ada di dalam kereta? Seperti ada yang sengaja menutup pintu kereta, sehingga mereka tidak bisa keluar.
Aku mengedikkan bahu, itu hanya spekulasi bodohku. Aku enggan mencari tahu lebih lanjut, takut nanti menangis lagi kalau sudah menyangkut Eri.
Aku lanjut mencari daftar tentang korban kejadian itu. Di sini data anak Laverna tidak terekspos, yang ada hanya data warga lain.
Aku menguap dan tanganku tidak sengaja mengeklik link pada artikel yang menjelaskan tentang biodata korban warga biasa.
Daftar nama murid SMA Laverna pada tragedi 2016. Berikut biodata siswa yang selamat, luka ringan sampai berat, meninggal dan menghilang.
Klik di sini.
Aku mengeklik tulisan itu, beberapa lama kemudian muncul sebuah tulisan yang membuatku frustrasi.
"Dokumen rahasia. Anda tidak memiliki akses," gumamku. "Rahasia-rahasian segala."