After Ecstasy

Varenyni
Chapter #23

22. Abang Arga?

Beberapa hari terakhir ini aku sering memergoki Alisa yang senyum-senyum sendiri saat membaca sepucuk surat yang ditinggalkan seseorang di lokernya. Atau terkadang dia salah tingkah saat beberapa kakak kelas sedang melewati meja makan kami saat di kantin.

Dan di waktu istirahat, Alisa biasanya ribut mengajakku makan bersama, tapi kali ini dia sudah menghilang entah ke mana, bahkan kembarannya pun sama sibuknya seperti Alisa, jadi aku lebih sering makan berdua bersama Ailan.

Aku meninggalkan Ailan sendirian di kantin karena aku tiba-tiba ingin ke kamar mandi, bukannya langsung kembali dan mendengarkan celotehan Ailan, sekarang aku malah mengintip dari balik tembok karena tidak sengaja melihat Alisa dan kakak kelas yang tempo hari menolongnya di bus.

Gadis itu tampak malu-malu saat berbicara, dari sini terlihat jelas pipinya yang memerah, dia terlihat salah tingkah apalagi saat lawan bicaranya berusaha membenarkan anak rambutnya. Setelah berbicara beberapa kata, kakak kelas itu memberikan bingkisan pada Alisa, setelah itu ia pergi.

Aku memasang wajah sepet, kepribadian seperti itu bukan Alisa sekali, aku tidak tahu dia bisa berubah hanya karena laki-laki.

Aku berjalan mengendap-endap ke arah Alisa agar langkahku tidak terdengar, pandangan gadis itu masih terpaku pada punggung laki-laki yang mulai berjalan menjauh darinya.

"Dor!" seruku.

"Astaga!" Alisa balik badan, ia lantas memasang wajah marah. "Falyn! Aku terkejut tahu! Kalo aku jantungan gimana?"

"Ya mati," jawabku enteng.

Alisa memasang wajah cemberut.

"Ciye yang lagi kesemsem, ngomong-ngomong kakak kelas itu siapa, aku sering melihatnya seliweran tapi aku nggak tahu namanya." Aku menatap ke depan, di mana laki-laki itu tadi berdiri.

"Kau tidak tahu? Dia kan ketua OSIS periode tahun kemarin, Kak Arga," jawabnya semangat, dengan wajah yang sumringah.

"Novalia Arganta?" tanyaku terkejut.

Alisa mengangguk. "Masa kau tidak tahu wajahnya?"

Aku menggeleng. "Aku tidak peduli sih, tidak penting juga mengingat wajahnya."

Alisa tertawa. "Kau kan pedulinya sama Ailan."

Aku hanya diam menanggapi candaan Alisa. Pikiranku seakan berhenti, kalau selama ini orang yang disukai Alisa adalah Arga, berarti dia dalam masalah.

Aku takut kalau Alisa hanya dipermainkan oleh laki-laki itu, terlebih lagi Arga cinta mati sama Eri, terbukti dengan caranya untuk mendapatkan Eri sampai-sampai dia melakukan tindakan bodoh seperti menyekap Eri sampai dua tahun.

"Hati-hati ya, Alisa," ujarku setelah lama terdiam.

"Eh, kenapa?" Alisa menatapku.

Aku tersenyum. "Aku mengucapkan hal ini karena aku peduli padamu. Hati-hati sama cowok itu, dia bukan orang baik, lebih baik kau menjauhinya sebisamu daripada kau menyesal di kemudian hari."

Alisa mengerutkan kening tanda tak suka. "Apa maksudmu, Falyn?"

"Kau akan segera tahu bahwa cowok itu brengsek---"

Aku hendak melanjutkan, tetapi untung saja suara Ailan menginterupsi percakapan kami.

"Falyn? Kita harus pergi sekarang."

Aku menoleh dan tersenyum tipis pada Ailan, dia datang di waktu yang tepat.

"Iya, Ailan," sahutku.

"Aku duluan ya, Alisa." Aku berlari kecil menghampiri Ailan, pemuda itu langsung merangkulku tanpa banyak kata.

"Mentang-mentang dia sudah punya Ailan, aku dekat dengan Kak Arga malah dilarang, mau senang sendiri?"

Samar-samar aku mendengar Alisa ngedumel sendiri. Hal ini yang aku takutkan, aku tidak mau pertemanan kita jadi hancur gara-gara manusia bernama Arga itu.

***

Beberapa hari terakhir ini aku sering mengikuti Arga diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun. Hampir sepulang sekolah aku mengikutinya.

Namun Arga tidak pernah sekalipun menuju ke rumah sakit---tempat yang aku asumsikan kalau Eri ada di sana. Arga hanya pergi ke rumahnya sendiri, dia setiap hari hampir bertengkar dengan orang tuanya. Lalu saat pemuda itu merasa suntuk, dia akan pergi balapan hingga larut malam, dan yang membuatku terkejut adalah saat Arga datang ke club malam dan berakhir mabuk saat keluar club dengan tampilan berantakan bersama gadis yang setiap malam berbeda, gadis itu juga sama berantakannya dengan Arga.

Sebenarnya aku beberapa kali dibantu sama arwah, contohnya saja saat aku mencari informasi di malam hari. Tidak mungkin aku membuntutinya sampai malam dan ikut masuk ke club, bisa-bisa Papa membunuhku kalau tahu.

Aku mengintip Arga dari kejauhan, dia saat di sekolah tampak berbeda, seperti bukan Arga. Dia tampak berwibawa saat di sekolah, tipe-tipe cowok yang akan digandrungi cewek-cewek. Arga sama sekali tidak terlihat brengsek saat di sekolah, hal itulah yang membuat Alisa tidak percaya hingga sampai hari ini dia masih marah padaku, enggan berbicara.

"Arga ini pintar sekali bersandiwara," gumamku.

"Oh jadi itu yang namanya Arga," ujar seseorang di sebelahku.

"Iya," jawabku tanpa sadar, aku melototkan mata saat mengenali suara itu. "Kak Vino? Kenapa kau tiba-tiba ada di sini?"

"Kau akhir-akhir ini aneh, Falyn," ujar Vino yang sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. "Tapi terima kasih informasinya."

Bertepatan dengan itu Arga menjauh setelah dia berbicara dengan beberapa anggota OSIS yang menjabat di tahun ini.

Aku menoleh pada Vino yang memandang kepergian Arga dengan sengit. Wajah pemuda itu tampak marah, rahangnya menggertak dengan kening yang mengkerut, tangannya ia kepalkan.

Beberapa hari lalu Eri cerita kalau Vino berniat membalas dendam pada Arga dengan membunuh pemuda itu, aku awalnya setuju dengan ide Vino, tetapi saat Eri cerita kalau Vino bisa saja tidak akan kembali ke tubuhnya dan malah berakhir di neraka membuatku tidak jadi sepemikiran dengan Vino.

Lihat selengkapnya