"Jadi begini, kita luruskan masalah antara kalian berdua, kenapa kalian sering bertengkar dan tidak akur?"
Azhel duduk di antara Alisa dan Ailan, mereka kini berada di kamar Azhel setelah tadi lelah berenang. Azhel di sini layaknya penengah di antara kedua orang yang berseteru.
"Dia dulu sering memarahiku, apalagi kalo melihatku, selalu sinis," jawab Alisa, dia malas memandang wajah Ailan atau bahkan menyebut namanya.
"Kapan aku memarahimu? Bukannya Rudi yang sering memarahimu?" balas Ailan.
"Beda!"
"Ya ya, emang susah kalo bersaing sama kesayangan, bilang saja kalau kau suka Rudi." Ailan berkacak pinggang.
"Kalau iya kenapa?" Alisa melotot tidak suka.
Azhel terkejut dengan pengakuan kembarannya. "Sudah-sudah, aku malah mendengar pengakuan mengejutkan. Lalu Ailan sendiri, kenapa kau tidak akur sama Alisa?"
"Dia selalu menghalangiku kalau mau dekat Falyn, walau begitu akhirnya aku menang." Ailan tertawa mengejek.
"Aku menjauhkanmu dari Falyn karena kau jahat, aku lebih suka Falyn sama Azhel." Alisa menunjuk Azhel.
"Tapi Falyn suka aku tuh." Ailan kali ini menyombongkan diri.
Selama beberapa detik mereka saling menatap dengan pandangan kesal, sedangkan Azhel melipat kedua tangan di depan dada sembari menghela napas lelah.
"Sudah? Sekarang baikan?" tanya Azhel malas.
Ailan mengulurkan tangan lebih dulu, ia lantas tersenyum tipis. "Aku minta maaf ya jika selama ini membuatmu tidak nyaman, terima kasih juga karena menjaga Falyn selama aku tidak ada, aku juga minta tolong kalau aku tidak ada di sisi Falyn, jaga dia untukku ya?"
Alisa menerima uluran tangan Ailan. "Aku juga minta maaf, walau kau menyebalkan tapi ya ... terima kasih sudah mau damai kembali dengan masa lalumu."
"Nah, kalian sudah damai, sekarang berpelukan." Azhel tersenyum lebar.
Ailan lebih dulu berinisiatif memeluk Alisa, gadis itu juga balas memeluknya. Tangan Ailan yang lain menarik Azhel agar mereka bertiga bisa berpelukan.
"Terima kasih," ucap ketiganya berbarengan.
"Ayo berfoto sebagai kenang-kenangan kalau hari ini kedua orang ini sudah damai." Azhel mengambil ponsel Alisa dan menyalakan kamera.
Beberapa kali foto diambil dengan gaya yang berbeda.
Suara dering telepon Ailan membuat ketiganya menoleh dan perhatian mereka teralihkan dari kamera.
"Tuh tuan putrimu menelepon," sahut Alisa setelah melirik nama yang muncul di ponsel Ailan.
Ailan melirik Alisa dan Azhel bergantian.
"Iya iya, paham, kami akan menjauh." Azhel menarik Alisa menjauh, tapi mereka tidak sampai ke luar kamar, mereka hanya berjarak beberapa meter dari Ailan.
"Halo, Tuan Putri, ada apa memanggil kakanda? Sudah rindu aku ya?"
Ailan yakin seratus persen kalau si kembar akan mengejeknya setelah panggilan videonya dengan sang kekasih berakhir. Namun untung saja niat mengejek Ailan hilang saat mendengar kabar baik dari Falyn kalau Bang Vino sudah sadar.
"Ayo!" Azhel mengambil kunci sepeda motornya, dia juga sudah memakai jaketnya sebelum Ailan menutup panggilannya dengan Falyn.
Ailan mengangguk, ia langsung berdiri dan berpamitan pada Alisa. "Kami ke rumah sakit dulu ya? Jangan rindu haha."
Alisa mencibirnya. "Iya iya, aku pasti rindu kalian berdua, sudah cepat pergi sana, temui abangmu. Kalian berangkatlah, hati-hati di jalan."
Matahari hampir tenggelam dan langit berwarna jingga saat Azhel dan Ailan menelusuri jalanan dengan sepeda motor Azhel. Senja hari ini terasa menenangkan, walau Ailan sendiri tidak begitu suka suasana senja karena setelah senja pergi, langit akan gelap dan hari-harinya akan sepi kembali.
"Aku tiba-tiba ingat saat masa SMP kita dulu, kita bertiga naik motor dan rela bolos sekolah untuk jenguk Alfi," ujar Azhel tiba-tiba.
"Iya, emang ya dari dulu Alfi suka sekali sakit, eh dia juga seenaknya pergi dulu." Ailan tertawa, angin senja menerbangkan rambutnya, ia memejamkan mata menikmati sejuknya angin senja itu.