Sudah terhitung dua minggu atau lebih Eri kembali ke rumah, kakakku itu sudah sepenuhnya sembuh walau dia harus beberapa kali check up ke rumah sakit. Semalam Eri menemaniku belajar karena hari ini ada ujian kenaikan kelas.
"Bagaimana sekolahmu Kak? Mau lanjut di Laverna atau gimana?" tanyaku malam itu saat Eri fokus membaca buku pelajaranku.
Eri menggeleng. "Sepertinya aku lanjut homeschooling, kalau aku kembali ke Laverna, yang ada aku jadi adek kelasmu, nggak keren dong."
Aku tertawa, lalu lanjut belajar.
Aku menghela napas setelah ujian mata pelajaran pertama sudah selesai walau soal-soal matematika tadi begitu sulit ... atau memang aku yang tidak jago matematika seperti Ailan.
"Ah sial, dia selalu ada di pikiranku," gumamku.
Aku berdiri hingga menarik perhatian Alisa yang duduk di belakangku. Aku melangkah menuju loker milik Ailan dan menatap loker tanpa melakukan apapun selama beberapa menit. Aku baru menyadari kalau loker Ailan banyak sekali tertempel stiker Doraemon, sesuka itu dia dengan robot kucing gendut berwarna biru hingga semua tentangnya tidak lupur dari robot itu.
Aku mengelus pelan loker milik Ailan, beberapa hari lalu aku mengunjungi Vino yang kembali ke rumah, ia memberikanku kunci loker milik Ailan yang saat itu Ailan tinggalkan di kamarnya, Vino menyuruhku menyimpannya untuk jaga-jaga bila Ailan menitipkan sesuatu yang penting di lokernya.
Kedua bahuku disentuh seseorang dari belakang. Aku menoleh dan melihat si kembar tersenyum padaku.
"Kau tidak apa-apa, Falyn?" tanya Alisa khawatir.
Aku menggeleng, lalu mencoba membalas senyum mereka walau air mataku menetes.
Seakan mengerti bahwa aku begitu rapuh, Azhel menawarkan dirinya untuk dijadikan sandaran, ia memelukku dan menenangkanku. "Tidak apa-apa, menangislah."
"Padahal waktu itu Ailan orang yang paling bersemangat untuk ikut ujian, tapi dia malah pergi duluan," kataku.
Alisa menepuk pelan bahuku. "Kau tahu, Falyn? Itu berarti Ailan orang yang baik karena orang yang baik selalu pergi lebih dulu."
"Ailan nggak akan kesepian kan? Sekarang dia bisa bertemu sama Alfi kan?" tanyaku sembari melepaskan pelukan Azhel.
Alisa mengangguk. "Ailan sekarang bisa bertemu dengan sahabatnya, dia pasti senang."
Aku menghapus air mata dan balas mengangguk.
"Ailan memang pergi, tapi kenangannya tetap bersama kami." Azhel lantas menatapku dan tersenyum.
***
Dengan segala keberanian yang sudah aku kumpulkan selama beberapa hari ini, malam ini aku akan membuka kado terakhir yang diberikan Ailan untukku. Aku menghela napas berat dan mengapai kado yang ada di atas nakas kemudian kembali duduk di ranjang.
Aku merobek kertas kado dengan hati-hati dan menyimpan semua yang aku anggap berharga, seperti tulisan yang berada di depan bungkusan kado. Aku mengeluarkan sebuah boneka Doraemon yang berukuran sedang.
Aku menatap boneka itu lama seakan-akan ada wajah Ailan di dalamnya, karena kesal aku menyentil dahi Doraemon.
"Apa ini?"