Ujian kenaikan kelas sudah selesai dan sekarang waktunya liburan. Yang aku lakukan setiap hari hanya rebahan, menonton Youtube kalau tidak ya membaca novel. Eri bilang liburanku begitu membosankan hingga aku punya ide yang menurutku menarik yaitu menulis kisahku dan Ailan di sebuah novel, aku ingin mengabadikan kisah kami agar ketulusan Ailan tidak akan pernah aku lupakan, dan di sana kisahku akan berakhir bahagia, bukan seperti kenyataannya.
Setidaknya itulah impianku, tetapi sekarang aku malah membuka aplikasi Twitter. Sudah beberapa minggu Vino memberiku buku milik Ailan yang berisi password dan username Twitter milik Ailan, tetapi baru sekarang aku akan mencoba membukanya.
"Berhasil!" Aku memekik girang saat berhasil membuka Twitter Ailan yang digembok.
Akun Ailan bergabung sejak tahun dua ribu enam belas, dia tidak mengikuti siapapun dan dia juga tidak punya pengikut di Twitternya, di bio-nya dia menjelaskan bahwa akun itu hanya untuk mengagumi Falyn.
Aku tersenyum, Ailan begitu menyayangiku.
Aku mengulirkan tweet Ailan mulai dari yang paling bawah. Aku melongo saat melihat fotoku di depan rumah yang masih menggunakan baju SMP dengan novel yang ada di tanganku, aku ingat betul saat itu Vino baru pertama kali ke rumah, waktu itu aku keluar karena kata Vino dia membawa adiknya dan aku penasaran walau waktu itu aku tidak bisa menemukan keberadaan Ailan.
Dulu aku nggak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, tapi setelah melihat putri dari kerajaan secantik ini, aku sudah membuktikan bahwa cinta pandangan pertama itu ada.
Aku tersenyum membaca caption Ailan, andai waktu itu Ailan mau menemuiku, mungkin jalan cerita kita akan berbeda, Ailan.
Lalu aku melanjutkan membaca tweet-an Ailan selanjutnya. "Pada tanggal tujuh belas Januari dua ribu enam belas, pukul dua siang, aku mulai mencintai Falyn."
"Sudah selama itu kah, Ailan?" Aku menatap foto Ailan yang memakai seragam SMP.
Tanganku terus menggulirkan layar dan membaca setiap cuitan Ailan dengan senyum lebar karena kebanyakan Ailan mengungkapkan kata-kata cintanya, walau terkadang diselingi dia curhat tentang Vino yang menurutku begitu lucu untuk dibaca. Hingga jemariku terhenti pada tanggal empat belas Februari dua ribu enam belas, waktu saat kecelakaan kereta itu.
Ailan memfoto kondisi kereta yang habis terbakar dengan caption panjang, ia juga memfoto kekacauan yang ada di sana waktu itu, bahkan melihat dari foto itu saja sudah membuat kenangan buruk yang aku coba untuk kubur kembali muncul di permukaan.
Bang, seharusnya tadi aku menuruti kata hatiku dan mencegahmu naik kereta itu. Keretanya kebakaran Bang dan banyak teman-temanmu yang meninggal beserta guru-guru, juga penumpang umum di gerbong terakhir, aku tidak tega mendengar jeritan tangis anak kecil yang kehilangan mamanya, lalu jeritan seorang ibu yang ditinggalkan anaknya dan tangis seorang istri yang kehilangan suaminya.
Aku juga sedih karena Abang tidak kunjung bangun, kata Papa kepala Abang kena benturan keras dan cewek yang paling Abang sayangi juga menghilang, jasadnya tidak ditemukan, aku tidak tega saat melihat Falyn dan keluarganya menangis dan meminta tolong pada pihak kereta api agar membantunya mencari jasad Eri.
Aku harus berbohong pada publik dan mengatakan kalau Abang sudah tiada, lalu kami sekeluarga harus pindah, kata Mama itu yang terbaik untuk saat ini.
Air mataku menetes tanpa sadar saat membaca cuitan Ailan. Di tulisan Ailan selanjutnya dia bahkan berkali-kali mencoba mengakhiri hidupnya karena merasa sedih Vino tidak kunjung bangun dari komanya. Ailan bahkan sering meninggalkan kedua orang tuanya dan memilih tinggal di rumahnya yang lama.
Jemariku berhenti pada cuitan Ailan tanggal satu Maret di tahun yang sama dengan kebakaran kereta itu.
Kebakaran kereta itu bukan karena ketidaksengajaan, tapi ada oknum yang sengaja membakar kereta itu. Dia awalnya ingin bunuh diri dengan menyiram tubuhnya dengan minyak tanah dan membakar dirinya di kereta, tetapi api itu malah menyebar ke dua gerbong hingga ke kereta lainnya.
"Bodoh! Mau bunuh diri malah ngajak-ngajak!" seruku kesal. "Tapi siapa dia?"
Tak mau berpikir panjang dan membuat kepalaku pening, aku kembali membaca cuitan Ailan sampai dia pindah di SMA Laverna.
Memang jodoh itu nggak ke mana ya? Padahal aku coba melupakan Falyn, tapi dia malah datang kembali di kehidupanku. Aku jadi semangat ke sekolah, tetapi kenapa harus ada Azhel, Rudi sama Alisa? Aku membenci mereka.
Aku tidak terlalu ambil pusing, karena di akhir hidup Ailan, dia sudah berdamai dengan teman-temannya. Mereka sudah berdamai, walau aku tidak begitu tahu permasalahan yang mereka alami dulu.
Hingga aku sampai pada cuitan beberapa minggu yang lalu, tepat di saat kami jadian. Ailan meng-upload foto kami berdua.
Akhirnya! Aku dan Falyn jadian! Pangeran ini berhasil menaklukkan Tuan Putri, semoga hubungan ini berlanjut sampai maut memisahkan kita. Aku menyayangimu, Falyn.
Aku hanya bisa menghela napas berat. Memang tidak ada seorang pun yang tahu masa depan, bisa saja kita yang hari ini tertawa bersama besoknya malah menangis karena salah satunya berpulang ke pencipta.
Aku kembali membaca cuitan terakhir Ailan, di sana dia membagikan foto bertiga bersama si kembar, mereka berada di kamar Azhel.
Hari ini aku berdamai sama Alisa si cewek nyebelin dan kata Falyn Abang juga sudah sadar, aku tidak sabar menemui Abang.
Ponsel aku letakkan di depanku, jemariku mengusap air mata yang belum kering dari pipiku. Kenapa rasanya aneh setelah membaca curhatan Ailan? Aku merasakan senang, sedih dan marah menjadi satu.