Setelah pelajaran terakhir berakhir, dan semua murid pulang. Cantika dengan tidak sabarannya langsung menyeret Irana keluar dari sekolah. Naik sebuah taxi yang diberhentikan Cantika depan gerbang. Cantika terlihat begitu tidak sabar untuk cepat sampai di sana. Berbeda dengan Irana yang nampak biasa. Tidak. Irana berusaha untuk terlihat biasa. Padahal hatinya tak beda jauh dengan cantika. Tidak menentu. Entah sejak kapan perasaan itu mulai tumbuh. Yang Irana tahu ia sudah menyukai Upravda.
"Gimana?" Ditatapnya Cantika yang sudah terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Wajah yang nampak sedikit kusam itu sudah tertutupi.
"Cantik." Cantika tersenyum puas atas ucapan jujur yang Irana berikan.
Irana menoleh ke arah jalanan, diperhatikannya jalanan di mana tidak banyak orang yang berjalan kaki. Seharusnya Irana memakai bedak dan lipstick juga seperti Cantika. Agar tidak malu-maluin Upravda. Lebih tepatnya agar Upravda terus menatap Irana yang terlihat cantik. Seolah Irana benar-benar bersiap untuk menonton Upravda tanding. Namun, Irana tidak peduli. Ia tidak peduli bagaimana tanggapan orang lain terhadapnya. Berusaha tidak peduli jika Upravda mulai tertarik dengan gadis lain yang mungkin menarik perhatiannya di sana. Toh perasaan suka yang Irana miliki hanya sebatas perasaan suka. Irana tidak ingin berharap lebih. Irana sangat tahu bagaimana dunianya dan Upravda yang berbeda.
Taxi itu berhenti tepat di depan gedung sekolah tempat Upravda tanding basket. Setelah Cantika membayar sopir taxi, mereka berdua turun. Berjalan masuk ke dalam dengan langkah pasti. Jika bukan karena sudah berjanji pada Upravda akan datang, Irana akan memilih langsung pulang ke rumah. Tidur siang rasanya lebih menenangkan dari pada berada di tempat ramai yang penuh dengan orang asing.
Cantika yang tidak tahu di mana letak lapangan basketnya pun bertanya pada seseorang. Saat tahu, mereka langsung bergegas ke sana. Ketika sudah di dalam, Cantika menggapai salah satu tangan Irana. Menariknya, membawa gadis itu duduk di deretan bangku yang berada agak ke depan. Mereka sudah pasti duduk bersebelahan. Untung saja masih ada bangku yang kosong. Cantika benci duduk di belakang. Ia tidak bisa melihat jelas Rey. Tidak juga bisa menarik perhatian Rey yang siapa tahu tertarik dengan Cantika. Sekedar informasi, Rey itu sahabatnya Upravda yang juga anak basket.
Pertandingan dimulai dengan menampilkan tim cheerleader dari masing-masing sekolah. Kedua tim tampak memukau. Sorak dari orang-orang yang sudah memenuhi lapangan membuat suasana menjadi ramai dan seru. Tidak lama kemudian, kedua tim basket dari masing-masing sekolah memasuki lapangan. Dapat Irana lihat Upravda yang selalu terlihat bersinar saat memakai pakaian basketnya itu. Jika karakter Upravda harus digambarkan. Wajah juga postur tubuh. Sempurna. Senyumnya yang manis.
Suara pluit ditiup terdengar memenuhi ruangan yang menjadi lapangan basket itu. Pertandingan dimulai. Di situlah wajah semua orang mulai berubah menjadi serius. Menerka-nerka siapa yang akan menjadi juara. Irana berdoa dalam hatinya agar Upravda bisa membawa pulang piala yang biasa tim basket sekolahnya lakukan. Mendapat gelar juara. Irana terus memperhatikan setiap pergerakan yang dilakukan Upravda. Berharap juga lelaki itu tidak mengalami cedera.