Upravda bergabung dengan tim basketnya, satu meja. Sedangkan Irana dan Cantika di meja yang berbeda. Upravda sengaja tidak menyuruh Irana bergabung karena pasti gadis itu merasa kurang nyaman. Tiba-tiba Cantika membahas tentang Vanesa yang katanya sepertinya tertarik pada Upravda. Cantika sedikit bersyukur karena bukan Rey yang diincar gadis itu. Kenapa sedikit bersyukur? Karena Cantika merasa kasihan pada Irana yang mungkin akan kehilangan kesempatannya untuk bersatu dengan Upravda. Irana berusaha untuk biasa. Jika hal yang dibayangkan Cantika pun terjadi. Tak ada pilihan lain selain menerimanya. Irana tidak mungkin melarang Upravda dekat dengan gadis lain. Atau memiliki kekasih. Memangnya Irana siapa.
Pesanan mereka datang. Irana mulai memakan makanannya. Begitu pun yang lain. Oh ya, mereka itu tadi ke rumah makan sederhana itu naik motor. Ada beberapa anak basket yang membawa motor, termasuk Upravda. Sayangnya Rey tidak membawa motor, jadinya Cantika dibonceng anak lain. Kalau Irana sudah pasti dibonceng Upravda.
Drrrrt drrrrt drrrt
Irana mengambil ponsel dari dalam ransel. Terdapat panggilan masuk dari sang ibu. Irana mengangkatnya. "Hallo, bu."
"Irana?" Itu bukan suara ibunya.
"Benar. Anda siapa ya? Kok bisa pakai handphone ibu saya."
"Ini mbak Anis, Na. Ibu kamu sekarang berada di klinik dekat toko. Tiba-tiba pingsan."
Irana pun mendadak cemas. Takut terjadi sesuatu dengan ibunya. Setelah panggilan itu berakhir, Irana langsung berkata pada Cantika jika dia harus segera pergi karena ibunya yang masuk klinik. Berdiri dari duduk. Cantika bertanya apakah dirinya harus ikut. Siapa tahu Irana membutuhkan teman. Irana bilang bahwa ia akan pergi sendiri.
Upravda melihatnya. Wajah Irana yang tampak cemas. Lelaki itu meninggalkan meja. Mendekati Irana. "Ada apa?"
"Ibu, kak. Ibu aku masuk klinik. Kata salah satu karyawannya tiba-tiba ibu pingsan."
"Biar aku antar." Pergi kembali ke mejanya, sebelum Irana berkata. Irana akan bilang pada Upravda untuk tetap tinggal di restaurant. Irana tidak bisa membuat Upravda meninggalkan perayaan kecil atas kemenangan tim basketnya. Lagi pula Irana tidak ingin merepotkan lelaki itu.
Upravda kembali menghampiri Irana dengan ransel dan jaket kulit cokelatnya yang sudah dipakainya. Irana mengatakan bahwa ia akan pergi sendiri. Upravda sepertinya tidak mendengarkan perkataan Irana. Keputusannya mengantar Irana sudah bulat. Tidak akan ada yang bisa mengubahnya, termasuk Irana sendiri. Upravda menggapai salah satu tangan Irana, membawa gadis itu keluar. Saat sudah di dekat motor, Upravda melepaskan tangan Irana. Naik ke atas motornya. Memberikan salah satu helm pada Irana. Irana mengambilnya, namun tidak langsung memakai. "Kamu mau terus kayak gini? Naik motor bisa buat kamu lebih cepat bertemu ibu."
"Gak seharusnya aku merepotkan kakak." Dengan wajah tidak enak.