After Met You

Shofiyah Azzahra
Chapter #3

Beautiful eyes

Didalam sebuah kamar yang didominasi berwarna abu-abu terlihat seorang pria yang tak lain adalah Liam tidur dengan bertelanjang dada. Selimut ia pakai hanya sebatas pinggul, dadanya ia biarkan terbuka begitu saja.

Sebelah tangannya dia angkat untuk menutupi matanya sedangkan yang sebelah lagi ia letakkan diatas perutnya.

Cahaya matahari mengusik tidurnya, Liam menggeliatkan-geliatkan tubuhnya sebelum membuka kedua matanya dengan mengerjap terlebih dahulu menampilakan bola mata coklat yang selalu menatap tajam.

Liam menyibak selimut yang berada di pinggulnya, berjalan menuju bathroom dengan hanya memakai celana pendek.

Mengguyur dirinya di shower selama hampir 15 menit, sudah menjadi kebiasaan Liam. Dia akan termenung dahulu di bawah guyuran air shower sebelum menyabuni dirinya. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi setidaknya guyuran air shower bisa membuatnya terlihat lebih segar. Liam, selama beberapa tahun belakangan, bisa dibilang semenjak dia tahu seperti apa kehidupan-semenjak dia ditinggalkan Jenn, semenjak itu jugalah dia selalu tidak bisa tidur dengan nyenyak. Terlalu banyak yang dipikirkannya hingga dia bingung bagaimana cara mengistirahatkan dirinya dengan baik.

Setelah 20 menit mandi yang didominasi berfikir itu, Liam keluar menggunakan handuk yang dililitkan dipinggangnya. Membuka lemari abu-abunya, memakai salah satu kaus abu-abu sebagai dalaman sebelum mengenakan kemeja putih juga jas almamaternya dengan badge khas SMA nya, Remington hight school yang tak lain SMA milik keluarga Remington-lebih tepatnya Justin Remington daddynya karena Liam sama sekali tidak pernah ikut campur.

Sedikit merapikan rambutnya yang sudah dikeringkan dengan handuk abu-abu. Lalu mengambil tasnya, disandangkan dibahu kanannya sebelum turun kelantai dasar, meninggalkan kamar abu-abunya.

Liam memang sangat menyukai warna abu abu menurutnya warna itu sanagt mencermikan hidupnya yang tidak dapat ditentukan dengan jelas. Bukan hitam tapi bukan juga putih seperti itulah kehidupan Liam. Penuh drama setiap harinya. Dia seorang Remington maka harus bisa licik dalama hidupnya.

Tanpa memperdulikan makanan-makanan yang telah tersaji di meja, Liam pergi meninggalkan mansion tanpa saapan terlebih dahulu. Menurutnya sarapan disini hanya membuang-buang waktu, dia tidak akan pernah berselera memakan makanan mahal itu. Dia lebih suka sarapan dikantin sekolah bersama the devil prince ditemani dengan canda tawa.

Liam berjalan santai menuju warung Bu Marni tepatnya tempat biasa the devil prince berkumpul. Memasang dan earphone ditelinganya, berjalan sambil memainkan handhponenya.

Brukk..

Terjangan cukup kuat dibahunya membuat tubuhnya sedikit membalik hanya sedikit dia tidk sampai terjatuh, tapi tidak drngan gadis yang baru saja menabraknya. Gadis malang yang mungkin nasib baiknya berakhir disini karena telah menabrak seorang Liam Leonardo Remington.

Liam menggeram marah, siapa yang telah berani mengusik harinya yang tenang. Matanya menangkap seorang gadis yang terlihat sudah terduduk lemas memandang kebawah tepatnya lututnya yang mengeluarkan sedikit darah.

Tangan Liam sudah gatal ingin mencekik lehernya hingga kehabisan nafas. Ringisan yang keluar dari mulut gadis malang itu tak membuat Liam iba sama sekali. Justru membuatnya semakin semangat ingin mendengar rintihan rintihan yang keluar dari mulutnya saat Liam ingin mencelakainya.

Liam menatap tajam gadis itu, sebuah senyuman menyeringai. tercipta dibibirnya, siapapun yang melihat akan dibuat merinding dibuatnya. Untung saja saat ini mereka berada di lorong yang sepi.

Liam menjongkokkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh gadis itu yang sedang terduduk. Tangan Liam terulur mendekati leher jenjang gadis itu, membelainya sebelum akan mencekiknya.

Belaian lembut mengalihkan perhatian gadis itu dari lututnya kelehernya, disaat Liam akan mencekikinya disat itu juga dia menatap Liam dengan tatapan bingungnya.

Mata biru yang sejernih danau itu menatap Liam bingung namun kelembutan tetap terlihat disana. Tangan Liam terhenti begitu saja melepaskan leher gadis itu. Matanya tak sengaja menangkap tatapan gadis itu.

Deg..

Matanya cantik sekali batinnya. Liam terus memandang mata itu hingga tanpa sadar senyuman menyeringai itu telah berubah menjadi sebuah senyuman lembut yang jarang ia perlihatka hampir tidak pernah.

"Aww.." ringisan dari keluar kembali dari mulutnya, mulut yang terbuka sedikit itu membuat Liam ingin melahapnya.

"Ma..maf kak aku gak sengaja, aku buru buru," Gadis itu bangkit dari duduknya dengan tertatih dia berjalan cepat hingga tak terlihat lagi dari hadapan Liam.

Lihat selengkapnya