Liam mengembangkan senyumnya, "Cantik, gue suka, terutama matanya," ucap Liam tersenyum membayangkan wajah Alena.
Uhuk uhuk.. "HAA!"
***
Ke empat temannya memandang Alan aneh,
"Kenapa Lan?" Tanya Luke mewakilkan rasa penasaran ketiga temannya yang lain.
Alan menggaruk tengkuknya, jantungnya berdetak cepat karena gugup, "ehm kaget aja gue, hebat banget tuh cewek bisa bikin seorang Liam perduli,"
Ke empat temannya memandang Alan dengan tatapan mengintimidasi, terutama Liam yang sudah memasang tatapan tajamnya.
Mereka mengangguk lalu mengalihkan pandangan masing-masing. Tentu mereka tak semudah itu percaya begitu saja, Alan, lelaki itu sangat bisa mengontrol emosinya, dan hanya karena terkejut dia bisa memekikkan kata 'Gila' sedangkan Samuel yang paling heboh diantara mereka saja hanya bereaksi dengan membuka mulutnya.
"Gue nggak perduli sama dia," bantah Liam tak terima.
"Hahaha gak perduli-gak perduli ntar ujung-ujungnya bucin," ledek Luke tersenyum yang menurut Liam sangat menyebalkan. Ingin rasanya Liam mencekik leher Luke jika todak mengingat dia adalah salah satu teman laknatnya.
Liam menatap Luke tajam membuat cowok dengan hampir 30 kekasih itu menyengir sembari menunjukkan dua jarinya peace.
"Btw, lo ketemu Alena dimana," tanya Alan kepo.
"Di lorong dekat kamar mandi, tuh cewek gak sengaja nabrak gue,"
"Te..te..rus lo apain?" Alan meneguk salivanya kasar, pasalnya dia tahu temannya satu ini sedikit brutal emm lebih cocok sangat brutal.
"Gue biarin aja, lagian dia gak sengaja juga," Liam meneguk es tehnya santai. Sedangkan ke empat temannya sudah melongo menatapnya.