After School

Nadya Wijanarko
Chapter #10

Comeback!

Audy berdiri di belakang panggung dengan perasaan tegang. Ketiga temannya juga terlihat tegang, meski wajah mereka tampak lebih rileks. Mungkin karena mereka memang dasarnya anak gaul yang sudah sering tampil di depan banyak orang. Berbeda dengan Audy yang pendiam dan cenderung menarik diri.

Panggung masih diisi penampilan band kelas tiga yang menyanyikan “Sunny Came Home”-nya Shawn Colvin. Setelah ini, baru The Lemongrass, tentu saja dengan “Just A Girl”-nya No Doubt.

“Biarpun lebih enak main di kunci biasa, tapi suaranya bakal lebih berasa kalo lo main di kunci gantung.” Christophe menunjukkan cara memainkan intro “Just A Girl”. 

“Terus, lo pegangnya agak kendor.” Ia masih memainkannya. “Tuh, beda kan?”

Audy memperhatikan dengan serius, kemudian mencobanya. Berdasarkan catatan dari artikel lagu yang pernah dimuat di majalah remaja langganannya, “Just A Girl” menggunakan kunci dasar “D”. Memang, sih, ada kalanya akor yang ditampilkan di artikel belum tentu sesuai ketika dimainkan. Apalagi, Vian sering banyak permintaan juga sebagai vokalis. Namun, ternyata kunci “D” itu langsung nge-klik dengan suara Vian. Setidaknya, Vian tidak protes ketika mereka mulai latihan memainkan lagu itu. Entah karena memang cocok betulan, atau karena biar tidak repot saja. Maklum, waktu untuk berlatih kurang dari sebulan.

Tentu saja Audy pun akhirnya memilih bermain di kunci standar. Lebih gampang, memang. Namun, suara yang dihasilkan kurang masuk. Terlalu jernih, padahal di lagu aslinya seperti ada terdengar efek.

“Kalo pakai gitar listrik, suaranya bakal lebih berasa lagi,” ujar Christophe.

“Beneran?” Audy tampak tidak yakin. Pasalnya, suara di gitar akustik yang dimainkannya jadi agak aneh. Kurang keras dan seperti tertahan.

“Nanti lo coba sendiri aja kalo pakai gitar listrik di studio.” Christophe menyarankan. “Lagian, kalo lo main di ‘D’ gantung, lebih gampang untuk ke melodinya.”

“Gitu, ya?” Audy tidak yakin.

Christophe kembali mengambil gitar dari Audy. “Seperti yang tadi gue bilang, lo sering meleset. Itu karena lo kejauhan dari ‘D’ biasa ke petikan melodi di tengah. Kalo dari ‘D’ gantung, kan, posisinya lebih deket.” Christophe lalu menunjukkan lagi permainannya. Memang lebih masuk, sih.

Harusnya, Audy memang mencobanya pada saat latihan. Sayangnya, setelah ujian IELTS, anggota band malah kesulitan mencari waktu. Rida tidak ingin Audy mendapat masalah gara-gara membolos pengayaan. Kalau sampai Audy dilarang bermain band, malah repot. Apalagi sekolah juga punya kebijakan untuk menjaga prestasi para siswanya. Meski di satu sisi sekolah mendukung penuh ekstrakurikuler, tetapi jika ada siswa yang nilainya terganggu, pihak sekolah melalui guru BK dan wali kelas bisa saja melarang keikutsertaan siswa tersebut.

Masalah lain yang muncul adalah padatnya jadwal studio. Entah kenapa. Apa karena akhir tahun, ya? Jadi, banyak band amatir yang berlatih untuk pesta pergantian tahun di komplek-komplek perumahan nanti? Akan tetapi, bukankah malam pergantian tahun bertepatan dengan bulan puasa? Masihkah orang berpesta di bulan puasa? Ah, entahlah! Sekarang pun pesta masih menarik meski katanya sedang krismon–krisis moneter. Setidaknya, di sekolah beberapa kali Audy melihat kertas-kertas undangan “sweet seventeen” beredar dari kelas ke kelas.

Akhirnya, latihan dilakukan seadanya. Bahkan Audy dan Rida hanya berlatih menggunakan gitar akustik di ruang serbaguna yang biasa digunakan anggota vocal group dan paduan suara. Bersama Vian pastinya, tetapi tanpa Danisa karena tidak ada perangkat drum. 

Sunny came home….” Dan petikan gitar pun mengakhiri penampilan band kelas tiga di atas panggung.

“Yeeeeeaaaayyyy…!”

Sorak-sorai penonton terdengar riuh.

“Keren … keren!”

Tak lama, para personel band tersebut turun melalui tangga belakang panggung. Audy menatap mereka dengan tegang. Karena, artinya setelah ini adalah giliran band-nya.

“Selanjutnya … THE LEMONGRASS!”

Audy menghela napas. Sekarang adalah saatnya mereka mencoba tampil dengan peralatan band lengkap setelah terakhir mereka berlatih di studio sebelum Audy ujian IELTS. Audy sama sekali belum mencoba memainkan lagu tersebut dengan kunci “D” gantung di gitar listrik. Benarkah efeknya lebih terasa?

“Tenang aja. Pasti kita bisa, kok.” Rida berusaha menghibur teman-temannya.

Pembawa acara tanpa basa-basi langsung memanggil The Lemongrass yang langsung diikuti oleh munculnya Vian yang melompat ke atas panggung. Penonton pun semakin riuh.

“Halo! Salam putih abu-abu! SAYA GAYA JAYA!” Vian meneriakkan slogan sekolah mereka.

Penonton pun semakin histeris.

“Vian! Vian!”

Nama Vian tampaknya memang sudah jaminan mutu untuk musik. Semua mengakui talenta Vian. Suara Vian bahkan sudah menyihir para senior ketika audisi band tahun lalu. Di vocal group, Vian juga sering menjadi lead. Makanya, banyak yang menyayangkan bubarnya band Vian. 

Lihat selengkapnya