Warung Ganesha agak ramai di hari Sabtu sore ini. Setidaknya, ada 13 orang yang “menyerbunya”: The Lemongrass plus Myla, dan band ska Christophe yang anggotanya delapan orang. Mereka habis latihan dan kini sedang mengudap cemilan sore dan minum-minum sambil mengobrol dan bercanda juga.
Setelah melihat dan mencocokkan jadwal, mereka pun memutuskan untuk menggelar latihan bersama di hari Sabtu kedua bulan Mei ini. Myla ternyata betulan bersedia menjadi “manajer” The Lemongrass. Setidaknya, untuk latihan kali ini, Myla yang mengatur jadwalnya. Ia berkoordinasi dengan Rivaldi, vokalis band Christophe yang memang paling sering ditunjuk sebagai leader.
“Ayo dicoba dulu ini resep terbaru saya. Yang ini ‘free’. Alias gratis. Promosi dulu.” Om Hari menyodorkan piring berisi kudapan rebus seperti kacang rebus, pisang rebus, ketela rebus, dan beberapa lainnya.
“Apanya yang resep baru, Om? Ini, kan, direbus doang?” Myla mencomot satu pisang.
Om Hari tertawa mendengar kata-kata Myla. “Jangan salah, Mbak. Merebus pun ada seninya. Merebus pakai teknik, rasanya pasti beda.”
“Tapi ini memang enak, Om.” Rivaldi mengambil kacang, membuka kulitnya, lalu melahap beberapa isinya sekaligus.
Tak lama, salah satu karyawan Om Hari datang membawa beberapa cangkir dalam nampan. Cangkir tersebut berisi cairan berwarna cokelat muda mirip kopi susu. Ia kemudian meletakkan cangkir-cangkir tersebut di hadapan para remaja yang baru saja selesai latihan band itu.
“Ini apa, Om?” tanya Christophe sambil mengangkat cangkirnya.
“Ayo dicicipi.” Om Hari mempersilakan.
Christophe meminumnya. Dahinya sontak berkerut.
“Enak?” tanya Om Hari.
“Manis … warnanya kopi krim tapi bukan kopi … ini apa, Om?” Christophe melihat sekilas cangkirnya, tetapi kemudian kembali menenggaknya. Tampaknya ia suka.
“Di Paris nggak ada, kan?” Om Hari tertawa. “Nama aslinya ‘bajigur’. Tapi karena sekarang jaman ‘kafe tenda’, namanya harus keren. Jadi, saya kasih nama ‘coconut latte’.”
Anak-anak itu pun tertawa.
“Ada-ada aja, deh.” Rida geli.
Namun, Om Hari memang ada benarnya. Saat ini sedang marak warung-warung kaki lima bergaya kafe. Banyak yang menyebutnya sebagai “kafe tenda”. Meski sederhana, interiornya didesain menarik seperti kafe bintang lima. Menunya pun diberi nama aneh-aneh. Contoh, Rida dan Vian pernah suatu hari berkunjung ke salah satu “kafe tenda” dan memesan minuman bernama “Swamp Things”–seperti nama salah satu serial yang tokoh jagoannya adalah monster mutan berwarna hijau yang tinggal di rawa-rawa. Mau tahu minuman seperti apa “Swamp Things” itu? Es cendol!
“Eh, jadi kepikiran.” Tiba-tiba Rivaldi berhenti menyeruput minumannya dan meletakkan cangkir di atas meja.
“Apa?” tanya Christophe.
“Gimana kalo nama band kita ‘The Coconut Latte’ aja?” usul Rivaldi.
“Nah, boleh tuh!” Andy, salah satu personel band yang sedang memasukkan terompet ke dalam tasnya langsung setuju.
“Boleh … boleh … lucu juga.” Personel yang lain juga setuju.
“Produk lokal, rasa global.” Rivaldi tertawa.