After School

Nadya Wijanarko
Chapter #33

Suatu Hari di Warung Ganesha

Siang ini, Audy menyempatkan diri untuk mampir ke warung Om Hari. Tentu saja bersama Myla. Sejak mundurnya Soeharto dari jabatan presiden, dan sekolah kembali normal, Audy belum pernah lagi mengunjungi Om Hari. Audy penasaran dengan tanggapan Om Hari terkait peristiwa tersebut.

“Bisa taruh di situ. Silakan disusun sendiri, enaknya bagaimana.” Om Hari berkata pada seorang pemuda yang tengah sibuk mengangkut-angkut barang dari mobil. Tampak sebuah mobil pick up memang terparkir di depan warung. Pintu pagarnya sendiri dibuka lebar-lebar.

“Eh, Audy! Myla! Sini!” Om Hari melihat Audy dan Myla berdiri di depan warung.

Kedua gadis remaja itu pun segera menghampiri Om Hari.

“Udah masuk sekolah lagi, ya?” tanya Om Hari.

“Udah ulangan umum malah, Om.” Myla yang menjawab.

“Mas … Mas.” Om Hari memanggil salah seorang karyawannya. “Kamu tolong bantu itu ngatur-ngatur barang, ya?” Om Hari menunjuk mobil pick up yang terparkir di depan.

“Lagi sibuk ya, Om?” tanya Audy, sambil melihat juga ke arah mobil pick up.

“Ada yang mau jualan juga di sini,” jelas Om Hari.

“Oh, ya?” Myla juga ikut-ikutan melihat ke arah mobil.

“Halaman di sini, kan, cukup luas. Jadi, akhirnya saya tawarkan saja kalau ada yang mau sewa lapak. Harganya nggak mahal-mahal amat, kok. Yang penting ramai.”

Audy tersenyum. “Berarti orang udah nggak takut lagi sama Om Hari, dong?”

“Takut?” Om Hari bingung.

“Bukannya orang pada takut ke sini gara-gara Om Hari kena black list pemerintah?” tanya Audy.

“Oh, itu.” Om Hari tiba-tiba tertawa. “Siapa yang bilang warung sepi gara-gara saya kena black list?” Om Hari malah balik bertanya.

“Loh…? Jadi … bukan, ya?” Audy mulai ragu.

“Kamu dengar dari siapa?” Om Hari lagi-lagi tertawa.

Audy menjadi salah tingkah. Berarti, dugaan orang tuanya selama ini salah? Atau Om Hari saja yang tidak mau mengakuinya?

“Kalau pun iya, terus kenapa? Rezeki itu di tangan Tuhan. Tak akan tertukar rezeki kita dengan orang lain, Audy." Om Hari kembali memperhatikan karyawannya yang sedang membantu angkut-angkut barang.

Audy menunduk. Optimisme Om Hari kenapa berbeda sekali dengan orang tuanya, ya? Padahal orang tua Audy jauh lebih mapan. Akan tetapi, bahkan untuk pilihan jurusan studi Audy saja mereka khawatirnya setengah mati, takut kalau Audy salah pilih dan lalu sulit mendapatkan pekerjaan.

“Eh, kalian udah makan siang? Yuk, makan dulu. Sekalian cicipi menu baru. Jangan khawatir, saya yang bayarin, kok.” Om Hari mengajak Audy dan Myla untuk duduk di salah satu tempat.

Audy kemudian melihat daftar menu baru yang disajikan. Tampaknya, menu-menu tersebut ingin menyaingi fast food waralaba luar negeri yang banyak menjamur. Lihat saja sendiri: burger, hotdog, chilli dog, fettuccine carbonara, spaghetti bolognaise. Belum lagi side dish-nya macam french fries, potato widget, nugget. Dan nama minumannya pun aneh-aneh.

“Kalian coba burgernya, deh. Ini porsinya besar, dagingnya tebal, rasanya lebih familier dengan lidah Indonesia, tapi harganya miring.” Om Hari memberikan saran. 

Om Hari kemudian memanggil salah seorang pelayan dari penyewa lapak yang baru itu. Namun, yang menghampiri malah seorang ibu-ibu paruh baya yang sepertinya pemilik usaha.

“Eh, ketemu lagi sama si Eneng.” Ibu paruh baya itu langsung semringah begitu melihat Audy.

Audy pun bingung.

“Neng, kemarin donatnya gimana? Enak, nggak?” tanya si ibu itu.

“Donat?” Audy malah tambah bingung.

“Itu … donat yang saya titipkan ke Bu Lisa. Yang di sekolah...."

Audy berusaha mengingat-ingat.

"Saya, kan, juga jualan di kantin sekolahnya Neng." Si ibu kembali berujar.

Owh! Audy akhirnya ingat juga. “Enak, Bu. Nggak kalah sama yang merek terkenal itu. Makasih, ya.”

“Saya yang makasih, Neng. Kalo waktu itu Neng nggak nolongin saya, nggak tahu deh saya pulangnya gimana.”

“Kalian pernah ketemu?” Kali ini giliran Om Hari yang bingung.

Ibu paruh baya itu pun menceritakan kejadian yang sudah lama berlalu itu. Ketika ia kebetulan naik bus yang sama dengan Audy dan kemudian terjebak tawuran pelajar.

“Eh, gue mau pesen minum lagi. Lo mau nggak?” tawar Myla.

Lihat selengkapnya