After Senior High School

Elisabet Erlias Purba
Chapter #1

A Be Ge Labil

Almaera melangkah menyusuri koridor sekolah diikuti tiga temannya. Agak telat sih datang ke acara perpisahan sekolah yang kali ini dilakukan merakyat. Tidak seperti tahun-tahun lalu, acara perpisahan ini di lakukan di halaman sekolah walau masih dengan menghadirkan penyanyi papan atas Indonesia. Biasanya De Rousey Internasional School melakukan acara perpisahan di hotel bintang lima bahkan dengan perjamuan khusus.

"Sebenarnya gue agak malas sih datang ke sini. Acara perpisahan sekolah kok jadi berasa pensi?" Joanna salah satu teman dekat Almera mendumel, "Lo-lo nggak ngerasa apa?"

"Ngerasa. Ngerasa banget kalees," Chatty yang tampil paling anggun kali ini menyetujui ucapan sahabatnya itu.

"Tuh dari awal juga gue bilang jangan minta Ronie dong jadi ketua acara perpisahan sekolah. Almaera gitu." Si gadis yang disebut namanya tetap melenggang santai. "Si Ronie tuh gak punya selera bagus."

"Gue jadi ngerasa saltum gini kan," Chatty cemberut sambil melirik sekujur tubuhnya yang telah berbalut gaun pesta one shoulder yang menutup ujung kakinya plus dengan stiletto setinggi enam centi meter.

Sementara teman-temannya nampak lebih nyantai dan nyaman. Joanna- contohnya walau mengenakan gaun, model seperti Joanna tahu banget gaun seperti apa yang harus dia kenakan. Joanna mengenakan gaun simpel di atas lutut dengan sepatu boot yang menutup sedikit di atas mata kakinya.

Lynne, yang mencat rambutnya blonde bahkan lebih santai dengan dandanan kemeja gombrong dan dalaman tank top serta rok mini kulit berwarna coklat susu dan sepatu sneaker. Sementara Almaera lebih simpel lagi. Gadis itu hanya mengenakan kaos berwarna navy dan celana jeans pendek sebatas paha dengan warna biru pudar dan sebuah topi coklat nangkring dengan manis di atas kepalanya, menutupi rambut hitamnya yang panjang dan kali ini dibiarkan tergerai, walau jelas di pergelangan tangannya, Almaera seperti biasa telah mempersiapkan gelang-gelang rambut yang melingkar bersama gelang-gelang etnik di pergelangan tangan kanannya- siap untuk menggulung rambut indahnya jika dia kepanasan. Sama seperti Lynne, Almaera juga hanya mengenakan sneaker untuk membalut kaki indahnya. Simpel banget.

"Itu salah lu sendiri sih Chatt. Lo kan udah tau lokasinya dimana? Emang dengan lokasi di halaman sekolah lo ngharapin apa gitu?"

"Gue nggak nyangka!" Chatty berteriak kesal, "Gue pikir Ronnie bikin temu jumpa di halaman sekolah terus kita di bawa naik bus full AC ke lokasi party sebenarnya. Suprise. Sesuatu seperti itu ... apalah."

"Makanya jangan suka ngehalu dong lo." Joanna mendorong jidat Chatty yang membuat gadis manis itu makin mayun. "Kamu tidak beruntung. Coba sekali lagi oke?" Joanna berkata ngeselin. Lynne tertawa ngakak.

"By the way, gue punya kabar baik nih," Joanna berkata dengan wajah sumringah lalu memamerkan sesuatu dalam layar ponselnya. "Gue dapat email dari be a model."

"Serius Lo?" Pekik ketiga sahabat Joanna kepo sambil merebut ponsel Joanna. Ketiga pasang mata itu segera menemukan email dari be a model- acara pencarian bakat model dunia yang menjadi idaman seluruh model dunia. Katanya sih kalau lulus be a model- para model akan dengan mudah menjadi model di rumah mode dunia dari Paris hingga Milan, dari London hingga New York. Wara wiri di majalah mode dunia dari Vogue, Elle, InStyle dan sejenisnya. Kini Joanna punya kesempatan untuk itu semua. Seluruh sahabatnya tahu dan percaya suatu saat Joanna memang bakal meraih impiannya itu jadi model internasional.

"Tapi lo yakin ikutan be a model?" Chatty bertanya serius, "Lo tau pelatihannya nggak seperti pelatihan model," sungutnya, "jatuhnya mirip pelatihan bela negara tahu." Tawa yang lain terdengar walau jelas menyetujui omongan Chatty. Bayangkan ada sesi dalam tontonan di televisi bagaimana sang model harus melakukan sesi foto di bathtub berisi es dan harus pose sesuai yang diminta pengarah gaya, atau bagaimana sang model harus berfoto jungkir balik dan itu bukan trik kamera.

"Lebih mirip pelatihan buat agen intelijen kali," Almaera menyahut.

"Tul. Tuh," sambil Chatty lagi dan ditambahkan oleh Lynne tentang bagaimana dia tidak bisa membayangkan seorang Joanna memakai pakaian karet hitam dengan topeng menutupi wajah dan harus memanjat dinding lalu melompat di depan kipas angin hanya untuk kesan cat woman.

"No pain no gain, honey." Joanna tersenyum manis.

Lihat selengkapnya